JAKARTA (RP) - Mantan Wapres Jusuf Kalla kembali menunjukkan “kelasnya” sebagai negarawan.
Saat memenuhi undangan tim pengawas Century terkait dengan pengakuan mantan Ketua KPK Antasari Azhar mengenai rapat di istana negara pada 9 Oktober 2008 yang dipimpin Presiden SBY dan tidak menghadirkan dirinya, Kalla tidak “terprovokasi” untuk menjelek-jelekkan mantan bosnya itu.
Sebelumnya, Antasari menyampaikan rapat 9 Oktober 2008 itu membahas penyelamatan Indonesia dari krisis dunia. Dari sana berkembang rumor bahwa Jusuf Kalla sengaja “dijauhkan” dari pertemuan yang dianggap sebagai proses pengondisian untuk mendorong kebijakan blanket guarantee.
Kebijakan itu adalah penjaminan seluruh dana nasabah bank, baik bak milik pemerintah maupun swasta asing dan domestik, berapa pun besarnya.
Spekulasi itu sebenarnya cukup masuk akal mengingat saat pemerintahan periode 2004-2009, SBY telah mempercayakan pengurusan persoalan ekonomi kepada JK.
“Saya tidak pernah mempersoalkan apakah diundang atau tidak diundang rapat. Kalau presiden tidak mengundang saya, masak dipersoalkan,” kata JK saat rapat dengan Timwas Century di gedung DPR Rabu (19/9).
Penegasan JK itu merupakan tanggapannya terhadap anggota timwas Achsanul Qosasi. Anggota Fraksi Partai Demokrat itu menyampaikan bahwa pada 9 Oktober 2008, JK memiliki agenda yang cukup padat.
Mulai pukul 09.00, JK sudah menerima sejumlah orang di Istana Wapres.
Antara lain, Ketua Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto. Pada pukul 15.00, JK juga bertemu dengan Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan.
‘’Kalau dilihat agenda Bapak juga padat. Menurut hemat kami, ketidakhadiran Bapak itu (dalam rapat di Istana Presiden, red) Bapak tidak mempermasalahkan,” kata Achsanul.
Menurut Achsanul, rapat yang dilakukan presiden merupakah rapat terbatas untuk menyamakan persepsi dalam menghadapi potensi krisis dunia.
‘’Jangan sampai presiden yang juga ketua dewan pembina kami (Partai Demokrat, red) seolah-olah ingin menskenariokan Bank Century atau Bank Mutiara tanpa Bapak (JK, red),” kata Achsanul.
Kubu Demokrat memang terlihat berusaha sekuat tenaga “merayu” JK agar tidak mempersoalkan rapat 9 Oktober 2008 itu. Tak terkecuali Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Nurhayati Ali Assegaf yang ikut hadir dalam rapat itu. Nurhayati sampai mengingatkan JK mengenai persahabatannya dengan SBY di masa lalu.
‘’Sekalipun Bapak (JK, Red) ketika itu di Indonesia, bahkan di Jakarta, kantornya dekat, tapi tidak mempermasalahkan,” katanya. ‘’Bapak (JK, red) tidak akan pernah berpikiran negatif kepada SBY karena persahabatan,” imbuh Nurhayati.
JK sepertinya sadar kalau dirinya tengah “dirayu”. Tetapi, dia tetap menjawab dengan bijak. Menurut JK, padatnya acara itu bukan alasan. Bahkan, seluruh acara itu harus dibatalkan kalau dirinya diundang presiden.
‘’Tidak benar, karena sibuk, saya tidak datang. Yang benar saya di Jakarta, tapi tidak diundang,” ujarnya, lantas tersenyum.
JK menyebut pada Oktober 2008, rapat di Istana Presiden sangat banyak. Tidak semua dihadirinya. Tetapi, JK ingat pada 6 Oktober 2008, ada rapat besar di Sekretariat Negara.
Banyak yang hadir, mulai menteri, gubernur, kalangan perbankan, sampai pengusaha. Isu yang dibahas terkait dengan krisis dunia. Ketika itu, JK optimistis krisis bisa diatasi karena pemicunya relatif jauh, yakni Amerika Serikat, sedangkan krisis 1998 berada di Asia.
Meski begitu, menurut JK, sejumlah peserta rapat tetap mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan blanket guarantee. ‘’Mereka minta jaminan macam-macam,” katanya.(pri/c1/agm/izl)