AIR KERAS NOVEL BASWEDAN

Jaksa Sebut Motif Penyerangan terhadap Novel karena Tidak Suka

Hukum | Jumat, 20 Maret 2020 - 20:25 WIB

Jaksa Sebut Motif Penyerangan terhadap Novel karena Tidak Suka
AGENDA DAKWAAN JAKSA: Terdakwa penyerangan Novel, Rony Bugis (FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Proses hukum terkait penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Dalam sidang pertama kemarin (19/3), jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta membacakan dakwaan untuk Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.

Jaksa menjelaskan kronologi. Salah satunya terkait asal air keras yang digunakan pelaku untuk menyerang Novel pada 11 April 2017. Jaksa menyebutkan, pelaku mendapatkan air keras jenis asam sulfat (H2SO4) itu dari pool angkutan mobil Gegana Polri di Kelapa Dua, Depok.


Selain itu, jaksa mengungkap motif para pelaku. Pelaku, khususnya Rahmat Kadir Mahulette, tidak menyukai Novel. Dia menganggap penyidik komisi antirasuah tersebut mengkhianati dan melawan institusi Polri. Sebelum menjadi penyidik KPK, Novel memang pernah mengabdi di Polri.

Sidang itu dihadiri masyarakat sipil dan Wadah Pegawai (WP) KPK. Tim advokasi Novel juga mengikuti persidangan meski sempat meminta sidang itu ditunda. Menurut M. Isnur, anggota tim advokasi Novel, sidang terkesan hanya sandiwara lantaran dangkalnya motif penyerangan yang terungkap.

"Dakwaan jaksa sangat bertentangan dengan temuan tim pencari fakta bentukan Polri bahwa motif penyiraman air keras berkaitan dengan kasus-kasus korupsi yang ditangani (Novel)," kata Isnur saat dimintai konfirmasi. Isnur mengatakan, motif sakit hati tersebut seharusnya diperjelas. "Tidak mungkin sakit hati karena urusan pribadi. Sebab, Novel tidak kenal pelaku," paparnya.

Tim advokasi juga mempertanyakan tidak adanya fakta dan informasi terkait siapa yang memerintahkan penyiraman air keras. Padahal, tim bentukan Polri sempat menyebut aktor intelektual dalam kasus itu. "Patut diduga, jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," ujarnya.

Selain itu, tim advokasi melihat kejanggalan dari Polri karena menyediakan sembilan pengacara untuk membela para terdakwa. Menurut Isnur, hal itu bertentangan dengan dakwaan jaksa yang menyebutkan bahwa tindak pidana para terdakwa bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi. "Tapi kok mendapat pembelaan dari institusi kepolisian?" imbuhnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook