JAKARTA (RP) - Badan Kehormatan (BK) DPR RI nampaknya mulai menemukan celah adanya dugaan pelanggaran proyek renovasi ruang Badan Anggaran (Banggar).
Setelah memanggil sejumlah pihak-pihak terkait, BK menilai ada potensi pelanggaran saat dilakukan perencanaan dan pengesahan proyek renovasi senilai Rp 20,3 miliar itu.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Kehormatan DPR RI Muhammad Prakosa usai melakukan pemeriksaan terhadap empat pimpinan Banggar di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (19/1).
Menurut Prakosa, BK sudah melakukan pemeriksaan terhadap tiga pihak, yakni Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Anggaran, dan Sekretariat Jenderal DPR RI.
‘’Ada hal-hal yang patut kita cermati mulai dari pengusulan, proses perencanaan anggan hingga pelaksanaan, itu garis merahnya,’’ ujar Prakosa kepada wartawan.
Dalam hal pengusulan Banggar untuk meminta ruangan baru, BK menilai hal tersebut tidak masalah. Namun, dari sisi perencanaan hingga proses pengesahan, hal ini menjadi catatan bagi BK.
‘’Perencanaan dan pengesahan, nah ini yang menjadi masalah,’’ ujarnya.
Dalam hal perencanaan, kata Prakosa, mengapa sudah muncul anggaran yang tinggi. Jumlah Rp20,3 miliar untuk renovasi ruang Banggar dinilai di luar kepatutan.
‘’Kemudian saat kita melakukan pengecekan on the spot di ruangan Banggar yang baru, kita lihat ruangannya biasa-biasa saja. Artinya itu satu kejanggalan juga,’’ kata Prakosa.
Ruangan Banggar yang baru, ujar Prakosa, tidak lebih bagus dari ruang yang biasa dipakai oleh para anggota BK. Apalagi, tata ruang Banggar yang baru dinilai tidak sesuai pakem. Yakni didesain serba menyimpang ke kiri ataupun ke kanan.
‘’Kami pikir ruangannya akan canggih, namun tidak seperti yang digembar-gemborkan,’’ kata Prakosa.
Hal itu, kata Prakosa, juga menunjukkan adanya kelemahan dari segi pengesahan. Ini karena, bisa jadi tidak ada kontrol atas spek yang muncul.
‘’Sederhananya, mengapa untuk renovasi saja harus dengan anggaran Rp20,3 miliar,’’ jelasnya.
Dalam hal ini, lanjut Prakosa, BK DPR RI belum menyentuh terkait teknis dan fasilitas yang menghabiskan anggaran puluhan miliar itu. BK membutuhkan bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
‘’Kita memerlukan pos audit, yang bertugas dan berwenang untuk melakukan itu yang BPKP,’’ ujar Prakosa.
Menurut Prakosa, temuan BK saat ini belum bisa diindikasikan sebagai bentuk pelanggaran. Ini karena, penelusuran BK baru sebatas pada klarifikasi pihak terkait dan penelusuran langsung secara on the spot.
Hasil audit dari BPKP nanti yang akan membuktikan apakah terjadi mark up atau menaikkan harga barang dalam proyek renovasi Banggar.(jpnn)