Dahlan Dari Dulu Memang Begitu

Hukum | Senin, 19 November 2012 - 07:01 WIB

Dahlan Dari Dulu Memang Begitu
Dahlan Iskan

JAKARTA (RP) - Sebagian orang masih memandang sinis berbagai terobosan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Mereka terkadang menganggap inisiatif, kreativitas, dan solusi yang ditawarkan Dahlan tak lebih dari sekedar pencitraan. Tapi, kini tersedia jawaban terhadap berbagai keraguan itu.    

"Ada yang menganggap Dahlan melakukan pencitaraan. Saya berani mengatakan itu tidak sama sekali. Apalagi, kalau kita membaca buku ini," kata mantan wartawan Majalah Tempo Linda Djalil dalam bedah buku Inilah Dahlan, Itulah Dahlan di ajang Indonesia Book Fair yang berlangsung di Istora Senayan, Jakarta, kemarin (18/11).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Turut berbicara dosen psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Reza Indragiri Amriel dan Ketua Dewan Redaksi Jawa Pos Radar Taufik Lamade. Linda ikut berkonstribusi satu tulisan berjudul Menteri BUMN, Sepatu Kets, dan Air Mata. Sedangkan, Reza dengan tulisan berjudul Balasan SMS yang Saya Kirim dan Taufik Lamade lewat tulisan Jawa Pos dan Pak Dahlan.

Linda sudah lama mengenal Dahlan. Terutama sejak Dahlan menjadi wartawan majalah Tempo. Dia membenarkan kalau mengenakan sepatus kets merupakan kebiasaan Dahlan sejak masih wartawan. Karena itu, Linda tak heran ketika mengetahui Dahlan tetap asyik mengenakan sepatu kets meskipun sudah menjadi Dirut PLN.

Bahkan, Dahlan juga nekat memakai sepatus kets saat menghadap Presiden SBY di istana negara. "Ini termasuk kebiasaan Dahlan yang tampaknya sulit diubah," kata perempuan kelahiran Jakarta, 23 Juni 1958, itu, lantas terkekeh.

Tak lama setelah Dahlan resmi dilantik menjadi Menteri BUMN, Linda bersama sejumlah kolega sempat bertemu Dahlan. Diam-diam Linda ingin menguji Dahlan, apakah tetap seperti yang dulu atau sudah serba kaku dan birokratis. Ujiannya ternyata cukup ekstrim. Dia minta izin untuk menginjak sepatu kets yang dikenakan Dahlan. "Dahlan langsung menyorongkan sepatu kets yang bersih, langsung aku injak berkali-kali. Dia tertawa-tawa saja," kenang Linda.

Sekitar empat bulan lalu, Dahlan pernah menghadiri suatu undangan. Karena tidak kebagian kursi, Dahlan yang sudah berstatus menteri itu santai saja duduk di salah satu anak tangga. "Sampai yang punya rumah panik dan meminta Dahlan untuk tidak duduk di situ," katanya.

Dia lantas menegaskan aksi buka pintu tol, menyapu di monas, sampai mengepel di toilet bandara Soekarno Hatta bukan pencitraan. "Justru aslinya keluar," kata Linda. Menurut dia, publik sudah terlanjur terbiasa menyaksikan pencitraan para politisi dan pejabat. "Ketika melihat orang yang turun menapak bumi, tidak berada di menara gading, kita menganggap itu tipu dan bohong juga," ujarnya.

Reza Indragiri Amriel punya cerita lain lagi. Saat Dahlan menjadi Dirut PLN, dirinya sempat memrotes padamnya listrik di Bogor yang sudah berjam-jam. Satu pesan singkat dikirimkannya ke Dahlan Iskan. Lengkap dengan ultimatum harus direspon dalam tempo kurang dari 1 jam. Ternyata hanya sekitar 20 menit kemudian, sudah ada sms balasan dari Dahlan Iskan.

"Isi sms-nya maaf listrik padam karena ada pohon roboh menimpa kabel. Beberapa waktu lagi ada tiga staf PLN yang akan datang ke rumah saudara. Saya tunggu, eh ternyata betul datang tiga orang," katanya. Padahal, Reza mengaku tidak mengenal Dahlan secara pribadi. Bahkan, sekedar bertemu langsung saja belum pernah. Dia hanya kagum dengan gaya kepemimpinan Dahlan.

Di lain waktu, Reza berkirim SMS lagi dengan Dahlan. Kali ini dia mengadu perihal berbagai permasalahan kereta listrik (KRL) Jakarta-Bogor yang membuat ribuan penumpang menderita hampir saban hari. Reza meminta Dahlan menetapkan aturan agar para elit pengelola KRL naik KRL pulang pergi kantor-rumah.

"Kali ini Dahlan tidak membalas SMS saya," ungkap pakar psikologi forensik, itu. Memang ada balasan SMS dari pejabat humas kereta api. Tapi, isinya malah celaan. "Anda suuzon! Jangan fitnah kami!," ujar Reza menirukan isi SMS, itu.

Di luar dugaannya, keesokan hari Dahlan membuat geger dengan menumpang KRL ke Bogor tanpa pengawalan. "Saya tidak tahu apakah itu jawaban Dahlan atas SMS saya," katanya. "Yang pasti saya merasa tersindir kala Dahlan berkata di media, "marah memang mudah, tetapi mengurus kereta api memang tidak mudah," imbuh Reza, lantas tersenyum.

Taufik Lamade punya pengalaman pribadi yang tak bisa dilupakan. Peristiwa itu terjadi pada 1995 saat kantor pusat Jawa Pos di Surabaya masih berada di jalan Karah Agung. Tof -begitu dia biasa disapa tidur di kantor. Ketika bagun pagi, dia mendengar suara orang tengah menyapu lantai kantor. "Saya penasaran siapa yang menyapu pagi-pagi. Ternyata Pak Dahlan yang lagi menyapu itu," katanya.

Selama puluhan tahun berkarir di Jawa Pos dan mengikuti Dahlan dalam sejumlah kesempatan, Tof juga tahu kebiasaan Dahlan yang lain. Dahlan memang sangat peduli dengan kebersihan toilet kantor-kantor yang menjadi grup Jawa Pos. Bahkan, toilet menjadi tempat pertama yang dilihat Dahlan kalau berkunjung. "Bagi Dahlan kalau toilet bersih berarti kantor ini klir," tegasnya.

Tof tidak heran kalau setelah menjadi menteri, Dahlan pernah terlihat menyapu monas atau membersihkan toilet bandara. "Apa yang dilakukan Pak Dahlan ini bukan pura-pura. Kalau di cari ada akar dari apa yang pernah dilakukan di masa lalu," kata Tof. (pri)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook