JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pertanyaan besar timbul atas perkara yang menjerat Yulian Paonganan alias Ongen. Penegak hukum pun diminta mengubah sistem hukum Indonesia ijka tetap melanjutkan perkara Ongen.
Dikatakan Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis jika kasus ini dilanjutkan, semua yang terkait dengan tagar Ongen yang di-posting-nya di Twitter harus diatur secara spesifik lagi.
“Harus diatur lagi baik itu definisi maupun undang-undang pronografinya. Sebab, saya lihat ini kok tidak ada unsur pidana untuk itu,” ujarnya Jumat (18/3/2016) di Jakarta.
Margarito pun meminta penegak hukum memastikan dulu bagian mana dari perbuatan Ongen yang dianggap melanggar undang-undang. "Jangan sampai karena hanya diduga melanggar, akhirnya divonis bersalah. Padahal belum tentu melanggar," katanya.
Margarito menilai, yang lebih penting adalah soal kasus hukum Ongen yang tidak diatur dalam undang-undang. Karena tidak ada unsur pidana, menurutnya, jaksa harus menyatakan perbuatan Ongen bukan perbuatan pidana.
“Yah, kosentrasi saja dulu di kasus hukumnya. Soal mengubah definisi atau UU itu soal lain nanti,” tandasnya.
Di tempat terpisah, aktivis dari Kesatuan Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pertama mengatakan, kasus Ongen seperti dipaksakan.
"Apalagi jika hakim nanti memvonis bersalah. Maka, negara harus mengubah semua. Mulai dari undang-undang pornografi sampai definisi lonte di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)," ujar dia ketika dihubungi, Jumat (18/3/2016).
Sebelumnya, Ongen ditangkap Bareskrim Polri karena dianggap melanggar UU Pornografi atas tagar #PapaDoyanLonte di akun Twitter dan menyebarkan foto alat kelamin anak kecil. Karena dia lakukan di media sosial Ongen juga dijerat UU ITE. (elf/JPG)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama