JAKARTA(RIAUPOs.CO) – Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) hasil revisi telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan Nomor 19 Tahun 2019. Hal ini pun turut disesali oleh penasihat KPK Tsani Annafari, sebab hingga kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Tsani menuturkan, Jokowi seperti enggan untuk mendengar aspirasi publik yang menuntut dikeluarkannya Perppu untuk menganulir UU KPK hasil revisi. Padahal belakangan ini masif aksi demonstrasi hingga jatuhnya korban dari tuntutan elemen mahasiswa.
“Itu berarti Jokowi tidak mendengar aspirasi orang banyak termasuk pendukung-pendukungnya. Aspirasi orang-orang yang tidak punya pamrih politik dan tidak korup,” kata Tsani kepada JawaPos.com, Jumat (18/10).
Menurut Tsani, akan banyak kegaduhan jika memang mantan Gubernur DKI Jakarta itu enggan menerbitkan Perppu KPK. Kegaduhan itu, kata Tsani, seperti terpilihnya calon pimpinan KPK yang batas usianya tidak memenuhi syarat UU KPK yang baru.
“Termasuk makin mepetnya waktu pemilihan dewan pengawas,” jelas Tsani.
Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) hasil revisi resmi dibubuhi nomor oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kini UU KPK hasil revisi DPR dan Pemerintah itu telah masuk ke Lembaran Negara dengan nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
“Revisi UU KPK sudah tercatat dalam Lembaran Negara sebagai UU No 19 Tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK, sudah diundangkan di Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019,” kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham, Widodo Eka Tjahjana saat dikonfirmasi, Jumat (18/10).
UU KPK hasil revisi secara otomatis memang berlaku pada Kamis (17/10) kemarin. Karena rapat paripurna DPR yang mengesahkan UU KPK hasil revisi berlangsung usai 30 hari di gelar, yakni pada Selasa (17/9).
Sesuai dengan Pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jika RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Kendati demikian, salinan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK iu masih belum dapat disebarluaskan. Karena hingga kini masih diteliti oleh pihak Sekretariat Negara.
“Salinan UU masih diautentifikasi oleh Sekretariat Negara. Setelah itu baru kita publikasikan di website,” tukas Widodo.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com