JAKARTA (RP) - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono meminta pengusutan tuntas terkait tindakan kekerasan oleh oknum anggota TNI AU Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru terhadap wartawan yang meliput kejadian jatuhnya pesawat Hawk 200, Selasa (16/10) lalu.
Menurut Purnomo, apapun alasannya tindakan tersebut tidaklah dibenarkan. Untuk itu pihaknya meminta kasus tersebut diusut tuntas.
‘’Saya sudah minta supaya TNI AU mengusut,’’ kata Purnomo di Istana Negara, kemarin.
Menhan menambahkan bahwa penanganan jatuhnya pesawat militer sangat berbeda dengan penanganan jatuhnya pesawat komersil.
Selain dilakukan penyelidikan secara internal, lokasi jatuhnya pesawat memang wajib disterilkan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penyelidikan penyebab jatuhnya pesawat.
‘’Pemeriksaan itu sampai kita tahu apa penyebabnya. Jadi pada waktu dia (pesawat tempur, red) jatuh, ada lingkaran tertentu yang mesti diamankan,’’ kata Purnomo.
Karena pesawat militer, maka apapun yang tersisa dari reruntuhan pesawat yang jatuh kata Purnomo, sifatnya menjadi rahasia untuk publik.
Karena itu pula, pengamanan di lokasi jatuhnya pesawat menjadi lebih ketat.
Namun untuk pesawat Hawk 200 yang jatuh di lokasi perumahan warga di Kota Pekanbaru, Selasa (16/10) lalu, Purnomo belum mau berspekulasi sebelum penyelidikan selesai dilakukan.
‘’Kita belum tahu, sabarlah. Kita tunggu dulu penyelidikannya ya,’’ kata Purnomo.
Respon juga disampaikan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. Panglima TNI menyampaikan permohonan maafnya selaku pimpinan TNI atas tindakan perwira TNI AU itu. Dia menegaskan akan ada sanksi yang dijatuhkan untuk Letkol Robert Simanjuntak.
‘’Tentunya nanti tergantung laporannya apa dan pasal-pasal yang dikenakan apa,’’ kata Agus sebelum sidang kabinet di Kantor Presiden, Rabu (17/10). Namun dia mengaku tidak ikut campur dalam ranah tersebut.
‘’Saya tidak boleh campuri urusan penegakan hukum di lingkungan TNI,’’ sambungnya.
Mantan KSAL itu belum bisa memastikan jenis sanksi yang akan dijatuhkan. Termasuk apakah akan membawa persoalan tersebut ke ranah pidana.
Agus mengaku sudah meminta KSAU Marsekal Imam Sufaat untuk menangani persoalan itu.
Agus menjelaskan, sebenarnya anggota TNI AU ingin menjaga keselamatan warga, termasuk jurnalis yang meliput, saat kejadian kecelakaan pesawat Hawk 200 itu. Sebab, pesawat itu dikatakan masih membawa bahan peledak.
‘’Namun saya memahami bahwa tindakan atau cara-cara yang dipakai oleh mereka di luar batas kepatutan,’’ katanya.
Disebutkan Agus, prajurit TNI memiliki etika, yakni delapan wajib TNI. Nah, setiap prajurit harus menerapkannya. ‘’Kalau mereka menerapkan itu pasti mereka tidak akan melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang terjadi (di Riau, red),’’ katanya.
Sebelum sampai di Istana, Panglima sempat memberi acungan jempol pada puluhan wartawan dari Poros Wartawan Jakarta yang melakukan demonstrasi menuntut keadilan di depan kantor Kementerian Pertahanan, Jalan merdeka Barat Jakarta.
Iring-iringan Panglima TNI secara kebetulan melintas di jalan tersebut dan sontak mencuri perhatian para wartawan.
Tanpa ragu-ragu, beberapa wartawan yang membawa poster berisi kecaman terhadap kekerasan yang diterima jurnalis langsung menyodorkan poster tersebut dengan maksud agar Panglima TNI mengetahui apa yang menjadi tuntutan para wartawan.
Iring-iringan mobil Panglima TNI seketika melambatkan kecepatannya dan Agus sempat membuka kaca mobilnya sambil melambaikan tangan dan mengacungkan jempol mengisyaratkan memberi dukungan pada aksi wartawan dari berbagai media massa cetak dan elektronik di DKI Jakarta.
Seperti diketahui fotografer Riau Pos, Didik Herwanto; kamerawan RTV, Fakhry Rubiyanto (Robby); wartawan Antara, Ryan Anggoro; serta wartawan TV One; dan dua warga sipil mendapat perlakuan keras dari oknum TNI AU di lokasi jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Desa Pasir Putih, Kampar, Riau, Selasa (17/10).
Berdasarkan rekaman video, pelaku kekerasan diketahui adalah Letkol Robert Simanjuntak bersama sejumlah anggota Yon 462 Paskhas.
Wartawan Riau Pos, Didik diperlakukan secara kasar dengan ditendang, dipukul, dan dirampas kameranya saat tengah mengambil gambar pesawat Hawk 200 yang jatuh di permukiman warga.
Didik Ingin Jaminan Keselematan
Sementara fotografer Riau Pos, Didik Herwanto dikonfrontir dengan Kadispers Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Letkol Robert Simanjuntak dalam sebuah wawancara live via telepon di TV One, Rabu (17/10) malam. Pada kesempatan itu, Letkol Robert meminta maaf.
‘’Dari lubuk hati yang dalam saya mengaku khilaf dan minta maaf atas kejadian ini karena telah berbuat di luar kontrol,’’ ucap Robert.
Menanggapi itu, Didik kembali mengatakan sebagai manusia dia mengaku telah memaafkan Letkol Robert yang mungkin lepas kontrol saat kejadian itu.
Namun ditegaskan Didik, sebagai jurnalis ia meminta kasus ini ditangani baik secara internal TNI AU maupun secara hukum atas tindakan pidana pemukulan.
‘’Seperti yang sudah saya sampaikan, saya tidak ingin kasus ini menjadi preseden buruk bagi jurnalis. Jangan sampai ada Didikberikutnya. Saya juga yakin sebagai perwira, Pak Robert orangnya gentleman dan siap menerima konsekwensi atas apa yang dilakukan,’’ ujar Didik Herwanto tegas.
Karena masih tidak nyaman atas ancaman yang pernah dilontarkan oleh sejumlah oknum TNI AU berpakaian safari sesaat setelah dirinya menerima perlakuan tidak manusiawi di lokasi jatuhnya pesawat tempur Hawk 200, Selasa kemarin, Didik juga meminta jaminan keselamatan dirinya pada Kapuspen TNI, Laksamana Muda Iskandar Sitompul yang juga menjadi nara sumber saat itu.
‘’Saya minta keamanan diri terjamin. Karena sudah ada indikasi intimidasi mengancam keamanan saya dan tidak nyaman menjalani aktifitas,’’ kata Didik menyampaikan langsung permintaannya.
Alfito Dinofa yang menjadi pembawa acara mengejar dengan pertanyaan kapan dan seperti apa ancaman itu? ‘’Ketika di lokasi sudah dapat intimidasi, memang bukan dari Pak Robert, cuma ada beberapa anggota TNI AU, pakai baju safari mengancam jika kasus ini terus jalan, dapat alamatmu, habis kau, seperti itu,’’ kata Didik menirukan ancaman tersebut.
Permintaan Didik dijawab langsung oleh Kapuspen TNI, Laksamana Muda Iskandar. ‘’Untuk Mas Didik, saya yakin seluruh prajurit TNI di Pekanbaru mendengarkan dan melihat acara ini. Saya sampaikan bilamana ada hal atau niat (mencelakai), itu semua di-delete karena TNI sekarang TNI rakyat,’’ tegasnya memberikan jaminan sekaligus memperingatkan jajaran TNI AU di Riau agar tidak bertindak di luar batas.
Permintaan Maaf Belum Cukup
Agus Sudibyo dari Dewan Pers menegaskan permintaan maaf dari TNI tidak cukup. ‘’Pelaku kekerasan tentu harus diproses hukum,’’ katanya. Hukuman itu bisa dalam bentuk pidana militer maupun pidana umum.
Menurut Agus, peliputan jurnalistik dilindungi dengan UU Pers. ‘’Karena itu, tidak bisa dimaklumi tindakan yang seperti kita lihat di Riau,’’ katanya.
Usman Hamid dari Kontras yang juga ikut demo bersama wartawan mendesak TNI memberi sanksi yang tegas dan diumumkan. ‘’Jika tidak, ini akan menjadi preseden buruk. Padahal, sudah terjadi berulangkali,’’ kata Usman.
Di bagian lain, anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya mengatakan permintaan maaf oleh petinggi TNI AU kepada korban tindak kekerasan yang kebetulan menimpa seorang jurnalis, belumlah cukup. Menurutnya, pelaku kekerasan harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
‘’Menyampaikan maaf, itu hal baik. Tapi itu saja belum cukup. Masyarakat kini menunggu tindakan tegas terhadap perwira menengah TNI AU,’’ kata Tantowi Yahya, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Selain itu, lanjut Tantowi Yahya, pimpinan TNI AU secara tulus dan ikhlas sanggup melakukan permintaan maaf ke masyarakat luas karena aksi tindak kekerasan oknum TNI AU terhadap wartawan itu telah menyita ruang-ruang publik dan menjadi perhatian publik.
‘’Termasuk mengungkap fakta bahwa TNI AU telah melakukan tanggung jawab atas pengobatan korban serta memastikan seluruh perangkat kerja yang sempat diambil paksa oknum TNI telah berfungsi sebagaimana mestinya,’’ harap politisi Partai Golkar itu.
Khusus bagi oknum TNI AU yang melakukan pemukulan terhadap wartawan harus diproses secara hukum sesuai dengan standar operasional prosedur TNI. ‘’Oknum TNI AU yang melakukan tindak kekerasan harus diproses sesuai hukum internal (organisasi TNI), ada sanksi administratif serta yang bersangkutan juga diproses melalui jalur hukum pidana,’’ tegasnya.
Tindak kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Riau kemarin, hendaknya menjadi peristiwa yang terakhir dan tidak terjadi lagi.
‘’TNI dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga peristiwa tersebut tak mencerminkan rakyat, apapun alasannya. Semestinya TNI mengedepankan proses dialog, termasuk kalangan pers bila memang peristiwa tersebut memiliki tingkat bahaya dan kerahasiaan yang tinggi,’’ tambahnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi I yang membidangi Pertahanan Tubagus Hasanuddin di Gedung DPR RI, Rabu (17/10).
Menurut Hasanuddin, wartawan yang melakukan kegiatan jurnalistiknya tidak boleh dihalangi, sebab dilindungi oleh Undang-undang. ‘’Apalagi ditendang, dipukul, dicekik. Tidak bisa di terima seperti itu,’’ kata dia.
Lebih jauh Hasanuddin mengatakan, tindakan oknum TNI AU yang melakukan kekerasan terhadap wartawan tersebut, mencerminkan masih kurangnya pemahaman bagi kalangan TNI terhadap tugas dan fungsi kerja jurnalistik.
‘’Saya sangat sesalkan, apalagi yang melakukan pemukulan itu adalah seorang Letnan Kolonel, yang kalau dilihat satu step lagi bisa jadi jenderal. Demikian pula para prajuritnya malah diam melihat Letnan Kolonelnya demikian,’’ kesal Hasanuddin.
Hasanuddin mengakui bahwa di negara manapun memang ada semacam prosedur untuk pengamanan bagi benda-benda militer, termasuk pesawat militer yang mengalami kecelakaan, dan itu kewajiban petugas untuk memberikan garis batas yang aman.
‘’Karena dia (benda militer, red) memiliki senjata yang bisa meledak, mungkin ada bom, mungkin hulu ledak dan sebagainya, mungkin ada alat yang bisa jatuh ke tangan orang lain dan itu rahasia,’’ terang politisi dari Fraksi PDIP itu.
Mungkin, lanjut dia, prosedur dalam peristiwa itu tidak dilalui oleh para petugas di sana. Di samping itu juga mungkin personel TNI tidak paham betul tugas-tugas jurnalistik di era berdemokrasi sakarang ini. ‘’Ini barangkali pembelajaran buat kita,’’ ucapnya.(fat/afz/boy/fas/yud/fal/rdl/jpnn/ila)