PEKANBARU (RP) - Gelombang demonstrasi kalangan jurnalis mengecam aksi kekerasan terhadap jurnalis terjadi di berbagai kota di Indonesia, Rabu (17/10).
Aksi yang terjadi di Pekanbaru, Jakarta, Bandung, Surabaya, Aceh, Medan, Palembang, Lampung, Padang, Tangerang, Palu, Jayapura, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin dan berbagai kota lainnya menuntut pengusutan tuntas aksi kekerasan dan perampasan kamera foto milik fotografer Riau Pos Didik Herwanto yang diduga dilakukan oleh perwira menengah TNI AU Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Letkol Robert Simanjuntak, saat meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Desa Pandau Permai, Kampar, Riau, Selasa (16/10) lalu.
Di Pekanbru, ratusan wartawan dari berbagai organisasi pers menggelar aksi mulai dari orasi di Tugu Zapin, mendatangi DPRD Riau dan meminta dewan menghadirkan Danlanud untuk berdialog, hingga mendatangi Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru dalam rangka mengawal proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) rekannya yang dianiaya anggota TNI AU.
Aksi diawali sejak pukul 09.00 WIB, dimana seluruh wartawan berkumpul di Kantor Berita Antara, Jalan Sumatera. Kemudian mengawali aksi dengan berorasi di Tugu Zapin, Jalan Sudirman.
Tak hanya orasi, puluhan wartawan juga menampilkan berbagai spanduk dan tulisan yang menentang kekerasan aparat kepada rekan media dalam menjalankan tugas.
‘’Aksi ini merupakan buntut dari kekerasan yang dilakukan oknum TNI AU terhadap beberapa wartawan dan masyarakat saat sterilisasi jatuhnya pesawat tempur kemarin. Mudah-mudahan ada tindak lanjut dengan aksi yang kita lakukan agar seluruh pihak menyadari bahwa tidak bisa menyelesaikan sesuatu dengan kekerasan,’’ papar salah seorang demonstran, Syahnan Rangkuti mengatakan.
Puas melakukan orasi di Tugu Zapin, serta menggelar aksi teatrikal di bundaran pusat kota tersebut dengan menirukan aksi pemukulan aparat di TKP, ratusan wartawan mulai bergerak ke Gedung DPRD Riau, Jalan Sudirman.
Dengan dikawal ketat pihak keamanan dari kepolisian, wartawan yang melakukan konvoi dengan menggunakan sepeda motor sempat menarik perhatian warga sekitar.
Ketua DPRD Riau, Djohar Firdaus menyambut langsung kehadiran para wartawan yang notabene adalah peliput berita di Pekanbaru. Dalam tuntutannya kepada wakil rakyat, mereka meminta dihadirkan pihak Lanud beserta Danlanud untuk menggelar dialog dengan difasilitasi dewan.
‘’Kita sangat menyesalkan kejadian yang menimpa rekan-rekan media dan akan membantu memfasilitasi,’’ ujar Djohar sambil masuk ke dalam dan mendudukkan dengan anggota Komisi A DPRD Riau terkait tuntutan tersebut.
Sambil menunggu keputusan hadirnya pihak yang dimaksud, para wartawan masih tetap berorasi dan sempat menggelar aksi lagi dengan mengumpulkan seluruh ID Card dan kamera serta melakukan doa bersama di tangga gedung DPRD tersebut.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit yang memberikan dukungan dan siap mengawal permasalahan yang dihadapi untuk diselesaikan. Sesuai dengan jalur yang ada dan dituntut wartawan.
‘’Semoga dengan adanya kejadian ini, seluruh pihak dapat lebih waspada dalam menjalankan tugasnya. Termasuk wartawan yang selalu berada di lapangan, dan saya sangat prihatin dengan aksi yang terjadi. Mudah-mudahan seluruh pihak dapat belajar dari kejadian ini, demikan pula pihak TNI AU,’’ beber Mambang di hadapan massa.
Setelah 30 menit berselang, massa yang masih menunggu kepastian datangnya pihak TNI AU untuk melaksanakan dialog. Ternyata tidak bisa hadir dengan alasan masih disibukkan dengan proses evakuasi pesawat di TKP.
‘’Ini adalah permasalahan antar lembaga. Dan aspirasi ini pasti ditampung dan kami akan menjembatani komunikasi insan pers dengan pihak TNI AU. Namun sekarang mereka belum bisa hadir karena disibukkan dengan proses evakuasi,’’ sebut salah seorang anggota komisi A DPRD Riau, Masnur setelah membicarakan dengan Wagubri, pihak Danrem, Polda dan Ketua DPRD Riau yang mengundang langsung Danlanud kemarin siang.
Aksi di gedung DPRD ini berakhir sekitar pukul 11.00 WIB. Massa yang tidak berhasil melakukan dialog dengan pihak TNI AU pun melakukan aksi selanjutnya. Kali ini dengan mendatangi Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
‘’Kita hadir ke sana dalam rangka menemani rekan sesama wartawan yang sudah membuat laporan kemarin. Dan hari ini meneruskan proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), antara Robi, Didik dan Rian,’’ kata Syahnan.
Rombongan Sempat Tertahan
Dari tiga korban yang sudah melapor, alhasil hanya Didik (Riau Pos) dan Robi dari RTV saja yang membuat BAP kemarin. Sementara Rian dari Antara tidak jadi membuat BAP di markas POM AU karena tidak ada saksi dan tersangka.
‘’Tidak ada yang menguatkan tuduhan Rian berupa saksi serta tuduhan, jadi hanya Didik dan Robi yang diperiksa. Dengan sudah menjalankan BAP ini, maka kita sifatnya tinggal menunggu saja proses. Mudah-mudahan cepat diselesaikan,’’ kata kuasa hukum PWI Riau, Sugiharto yang mengawal jalannya BAP selama kurang lebih lima jam kemarin.
Trauma tampaknya masih terlihat dari wajah wartawan yang mengawal proses BAP tiga rekannya. Bertolak dari gedung DPRD dengan menggunakan motor secara konvoi, dengan tujuan markas POM AU di dalam Lanud, di pintu masuk rombongan sudah dicegat.
Sempat terjadi dialog cukup panjang di gerbang masuk Lanud Roesmin Nurjadin karena ratusan rombongan disuruh berhenti dan menepi. Lalu tiba-tiba lewat satu mobil penuh TNI, sementara dialog masih terus berlangsung yang sempat membuat macet jalan masuk ke AURI tersebut.
Akhirnya, setelah lama berdebat, ratusan wartawan dikawal dua anggota Paskhas yang membawa ke tujuan. Namun ternyata arah yang dituju bukanlah markas POM AU yang terletak di sebelah kanan, tepatnya di belakang lapangan golf. Justru pengawalan membawa massa ke areal gudang pesawat di sebelah kiri, atau di depan lapangan golf.
‘’Sudah menunggu Danlanud dan seluruh petinggi TNI AU,’’ ujar salah seorang anggota Paskhas ketika ditanya Riau Pos kenapa dibawa kesana.
Memang, di areal tersebut, sudah banyak mobil parkir. ‘’Silaturahmi dulu,’’ sebut petugas tadi. Menyadari tujuan kehadiran tidak ke tempat tersebut, maka seluruh peserta aksi pun balik arah dan langsung menuju markas POM TNI AU.
Didik menjadi yang pertama diperiksa. Mulai pukul 13.30 WIB, ia dikonfrontir sebanyak 23 pertanyaan terkait pemukulan dan penyerangan dari Letkol Robert Simanjuntak di lokasi. Lalu kronologis sebelum dan sesudah penyerangan dilakukan di TKP.
Lalu selanjutnya pemeriksaan dilakukan terhadap Robi. Kameraman RTV tersebut juga sempat dipukuli dan kameranya dirampas dengan kasar. ‘’Di kamera sempat terekam pihak yang memukul dan merampas, ini yang menjadi pembahasan dalam BAP tadi,’’ sebut Robi usai pemeriksaan.
Fopersma Riau Gelar Malam Renungan
Malam tadi, Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau memberikan dukungan di Tugu Selais, Pekanbaru dalam bentuk malam renungan ‘Save Journalist’. Bertemakan ‘’Menanti Matinya Kebebasan Pers’’ di Riau tersebut berjalan sederhana.
Dengan penerangan lilin ditambah cahaya dari sekitar lokasi. Semangat empat elemen media kampus di Pekanbaru tersebut tetap berjalan khidmat.
‘’Kejadian serupa ini sudah sering benar terjadi di Riau. Tidak kali ini saja wartawan di lapangan mendapatkan kekerasan dari pihak keamanan, di daerah lain juga begitu. Dan, jika dibiarkan tanpa ada proses yang jelas, maka bersiap-siaplah kita menanti matinya kebebasan Pers itu sendiri,’’ kata Pimpinan Umum Aklamasi UIR, Puput Jumantirawan usai acara menjawab Riau Pos.
Empat elemen pers mahasiswa yang menggelar malam renungan tersebut dari Bahana Mahasiswa Unri, Aklamasi UIR, visi Unilak, dan Gagasan UIN Suska. Lima tuntutan yang disampaikan mahasiswa tersebut. Beberapa butir di antaranya adalah menolak keras kekerasan pers terhadap wartawan dari aparat.
‘’Danlanud juga harus menindak tegas anggotanya, dan semua pihak harus mengaplikasikan UU Pers dengan baik serta membangun solidaritas di kalangan pers terkait kekerasan dan segala bentuk pengekangan,’’ lanjutnya.
Aksi Nasional
Aksi mengecam juga di Jakarta. Ratusan wartawan yang tergabung dalam Poros Wartawan Jakarta, Pewarta Foto Indonesia, AJI Indonesia, AJI Jakarta, Kameramen Jurnalis Indonesia dan seluruh organisasi wartawan lainnya melakukan long march di kawasan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Aksi itu dimulai dengan berorasi di depan kantor Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Polhukman). Meski tidak satupun pejabat kementerian yang menemui wartawan, secara bergantian mereka tetap berorasi mengecam penganiayaan yang dilakukan Letkol Robert terhadap wartawan di Riau.
Selain berorasi, ratusan wartawan cetak, elektronik, online serta pewarta foto sempat melakukan gantung kamera di pagar masuk Kemenko Polhukam serta menaburkan bunga sebagai tanda berduka atas masih maraknya upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers yang diatur dalam UU Nomor 40/1999.
Tindakan yang dilakukan oleh oknum TNI AU terhadap Didik Herwanto (fotografer Riau Pos), Ferianto Budi Anggoro (Kabiro Antara Riau), Fakhri Rubianto (reporter RTV), Ari (TV One), Irwansyah (RTV), dan Andika (fotografer Vokal) merupakan bentuk nyata pembungkaman pers.
Kejadian ini menurut salah seorang koordinator aksi, Usman Hamid, sudah yang kesekian kalinya dilakukan oknum TNI. Selain menganiaya, oknum TNI AU juga merampas sejumlah kamera foto dan video wartawan yang tengah melakukan tugas jurnalistik.
‘’Ini adalah akibat dari praktik arogansi TNI kepada jurnalis, masyarakat. Kalau kita tidak perjuangkan, maka praktik kekerasan ini tidak akan berakhir,’’ teriak Usman.
Aksi serupa juga dilakukan di depan kantor Kementerian Pertahanan RI yang sempat diwarnai upaya mencegat mobil berpelat nomor TNI 1-00 yang saat itu ditumpangi oleh Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono.
Namun upaya menghentikan kendaraan dinas Agus gagal setelah Patwal bermotor dan beberapa ajudannya menerobos barisan wartawan. Sebelum kembali tancap gas, Panglima TNI yang mengenakan seragam loreng itu sempat membuka kaca dan melambaikan tangan kepada peserta aksi.
Sekitar pukul 11.00 WIB, rombongan wartawan melanjutkan long march menuju Istana Negara untuk mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap wartawan di Riau sampai tuntas.
‘’Peristiwa ini harus diusut sampai tuntas. Presiden selaku Panglima Tertinggi TNI harus turun tangan dan menginstruksikan kepada Panglima TNI untuk menindak tegas dan memproses hukum pelaku kekerasan terhadap wartawan di Riau,’’ kata Usman di kawasan Istana Negara.
Ditegaskannya, kekerasan ini tidaklah cukup hanya dengan permohonan maaf dari TNI AU dan mengganti peralatan jurnalistik milik wartawan yang menjadi korban. Para pelakunya harus diproses hukum, bukan sekadar sanksi internal, melainkan melalui peradilan umum karena ada unsur pidana dalam peristiwa itu.
Dalam aksi kali ini, wartawan seluruh Indonesia menyatakan sikap mendesak agar Panglima TNI memecat dan mempidanakan Letkol Robert Simanjuntak selaku aparat TNI AU yang melakukan aksi kekerasan terhadap wartawan di Riau.
Tindakan tegas itu perlu dilakukan karena selain melanggar UU Pers No 40/1999 dan masuk dalam unsur pidana, tetapi juga telah mencoreng korps dan semangat reformasi dalam tubuh TNI yang lagi-lagi menampilkan wajah kekerasan.
Jurnalis juga mendesak Kementerian Polhukam dan jajaran terkait dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI agar menginstruksikan kepada seluruh perwira tinggi, perwira menengah dan level prajurit TNI agar menghormati kerja jurnalistik dalam melakukan peliputan.
‘’Selain menginstruksikan kepada Panglima TNI untuk menindak tegas anggotanya, Presiden juga harus memastikan ke depan peristiwa kekerasan terhadap wartawan dalam melakukan peliputan tidak lagi terulang lagi,’’ tegas Usman.
Kemudian DPR RI dalam hal ini Komisi I DPR RI diminta segera memanggil Menteri Pertahanan dan Panglima TNI termasuk Kepala Staf TNI Angkatan Udara untuk menjelaskan bentuk pertanggung jawaban mereka atas kasus kekerasan ini.
Aksi mengecam kelakuan buruk oknum TNI AU di Riau juga dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak, Kalimantan Barat. Mereka mengecam aksi pelaku yang melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis.
‘’Masih ada cara-cara yang santun dan bermartabat, untuk menegur jurnalis yang dinilai melanggar ketentuan internal di TNI AU,’’ kata Ketua AJI Pontianak, Donatus Budiono.
Dalam aksi yang dilakukan di Bundaran Universitas Tanjungpura Pontianak itu, AJI Pontianak mendesak Panglima TNI memeriksa, mengadili, dan menghukum pelaku kekerasan terhadap jurnalis jika terbukti bersalah dan diadili di peradilan umum.
Sementara itu di Aceh, wartawan yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Pusat-Persatuan Wartawan Aceh (DPP-PWA) yang bermarkas di Lhokseumawe juga menggelar aksi serupa. Mereka menilai setingkat oknum militer berpangkat dua melati di pundaknya saja bisa bertindak brutal terhadap pekerja pers, apalagi seorang prajurit.
‘’Kita tidak tinggal diam walau pun berada di ujung Barat pulau Sumatera. Bawa Letkol Robert Simanjuntak sampai ke meja hijau atas perlakuannya itu,’’ kata Sekretaris Jendral (Sekjen) DPP PWA, kepada Rakyat Aceh (Riau Pos Grup), kemarin.
Puluhan wartawan mengelar aksi berjalan kaki dan berkumpul di bundaran simpang jam depan Kantor Pos Lhokseumawe.
‘’Proses hukum harus dikedepankan. Sedangkan untuk Dewan Pers kita minta mengawal proses hukum sampai Letkol Robert Simanjuntak dijatuhkan sanksi sesuai ketentuan hukum di negeri ini,’’ kata Rahmad, fotegrafer wartawan Antara Aceh.
Sementara itu, pencetus lahirnya PWA Ibrahim Ahmad, mengharapkan petinggi TNI AU jangan hanya pandai meminta maaf setelah melakukan tindakan kekerasan terhadap pekerja pers. Sanksi hukum pidana dan hukum disiplin harus terapkan kepada Letkol Robert Simanjuntak. (fat/egp/afz/boy/fas/yud/jpnn)