REVISI UU KPK

Formappi: Mereka Seperti Kesetanan, 3 Kali Rapat Langsung Sah

Hukum | Rabu, 18 September 2019 - 14:41 WIB

 Formappi: Mereka Seperti Kesetanan, 3 Kali Rapat Langsung Sah
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly (kiri) memberikan pandangan pemerintah terhadap Revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah didampingi Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Wakil Ketua DPR Utut Adianto dalam Rapat Paripurna DPR di Gedung Paripurna I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). (foto: jawapos.com)

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– DPR tancap gas dalam menjadikan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi UU. Cukup tiga kali rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR langsung rampung.

Kesepakatan resmi Revisi UU KPK dimulai pada 5 September 2019, DPR mengeelar rapat paripurna. Rapat yang hanya dihadiri 70 anggota dewan yang langsung sepakat menyetujui revisi tersebut menjadi inisiatif DPR.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

JawaPos.com pun mengumpulkan data mengenai rapat Badan legislatif (Baleg) tersebut hingga akhirnya diketok palu menjadi UU. Rapat pertama terjadi pada, 12 September 2019 malam, DPR bersama dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly melakukan pembahasan.

Selanjutnya pada 13 September 2019, DPR bersama dengan pemerintah kembali melakukan rapat bersama. Rapat ini dilakukan tertutup sehingga awak media tidak mengetahui perkembangannya.

Rapat terakhir, 16 September 2019, DPR dan pemerintah tiba-tiba sudah ada satu kesepakatan mengenai Revisi UU KPK ini untuk dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui.‎

Setelah itu pada 17 September 2019, DPR mengesahkan Revisi UU KPK ini menjadi UU. Sepuluh fraksi partai politik di DPR pun semua menyetujuinya.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus ‎mengatakan, banyak publik terkejut dengan gerak cepat DPR membahas Revisi UU KPK.

“Baru diusulkan jadi inisiatif DPR pada 5 September, tiba-tiba disahkan,” ujar Lucius saat dihubungi, Rabu (18/9).

Lucius menyidir begitu hebatnya para anggota dewan yang tancap gas mengesahkan Revisi UU KPK ini menjadi UU. Padahal ada begitu banyak Revisi UU Prioritas yang hampir 5 tahun sudah dibahas DPR tapi sampai sekarang belum ada tindak lajutnya.

Itu seperti saja Revisi UU KUHP, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Revisi UU Larangan Minuman Beralkohol, dan juga lainnya.

“Bahkan sudah bosan rasanya terus diperpanjang tetapi tetap saja tak jelas rimbanya hingga sekarang. Padahal sisa seminggu lagi anggota DPR periode ini akan tamat riwayat sebagai bagian dari kawanan wakil rakyat periode 2014-2019,” tegasnya.

Beda nasib dengan RUU Prioritas yang tidak jelas rimbanya. Namun Revisi UU KPK ini melesat kilat dalam lintasan akhir perjalanan masa bakti DPR preiode 2014-2019.

“Malah tak butuh waktu satu kali masa sidang sekalipun untuk disahkan di DPR,” tegasnya.

Perubahan cara DPR memperlakukan Revisi UU KPK ini sulit dinilai dengan akal sehat dan dipahami. Karena Revisi UU Prioritas jelas mereka abaikan. Namun saat pembahasan Revisi UU KPK, para anggota dewan begitu bernafsu untuk mengesahkannya.

“Giliran yang tak jelas prioritasnya seperti revisi UU KPK ini mereka malah seperti kesetanan membahasnya,” ungkapnya.

Banyak yang menilai aneh mengenai cepatnya legislasi pembahasan Revisi UU KPK ini antara DPR dan pemerintah ini. Namun, Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas mengklaim yang dilakukan DPR sudah sesuai mekanisme. Sehingga dalam pembahasannya DPR tidak terburu-buru dalam pembahasannya.

“Sebenarnya tidak terburu-buru. Kenapa saya katakan tidak terburu-buru? karena kan proses, kita sudah ikuti semua apa yang menjadi perdebatan di publik ya. Yang kedua ini kan soal perbedaan cara pandang kita bahwa pembahasan RUU KPK ini sudah berlangsung lama juga di Badan Legislasi dulunya,” katanya.

Surpatman menambahkan, di 2017 lalu Presiden Jokowi belum menginginkan adanya Revisi UU KPK tersebut. Sehingga dilakukan penundaan.

Supratman menilai, di 2017 dahulu belum ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Namun saat ini kondisinya berbeda ada hal yang dianggap perlu di Revisi UU KPK ini sehingga perlu disahkan.

“Bahwa dulu pernah ditunda karena momentumnya yang belum begitu bagus akhirnya ditunda. Tetapi kan juga komisi III juga sudah melakukan sosialisasi kepada kesepakatan dengan presiden dulu dengan pimpinan DPR bahwa DPR itu harus melakukan sosialisasi menyangkut soal UU KPK ini,” katanya.

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (17/9).

Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap Revisi UU KPK menjadi undang-u‎ndang.

Editor : Deslina

Sumber: Jawapos.com









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook