80 Persen Korupsi dari Pengadaan Barang dan Jasa

Hukum | Sabtu, 18 Januari 2014 - 08:21 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Provinsi Riau menilai, 80 persen kasus korupsi yang terjadi di tanah air, bermula dari tender pengadaan barang dan jasa dari pemerintah.

Hal ini menjadi pembahasan menarik dalam diskusi bulanan yang dilaksanakan, Jumat (17/1) di lantai III gedung perwakilan BPKP Riau, Jalan Sudirman, Pekanbaru.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dengan mengangkat tema membedah urgensi akuntabilitas anggaran (APBN/APBD) 2014 dalam rangka mencegah fraud (kecurangan) dan korupsi. Hadir sebagai pembicara, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Eddy Mulyadi Soepardi, Ketua ACFE Riau, Hardy Djamaluddin, dan Kepala Perwakilan BPKP Riau, Panijo AK.

“Memang dari tinjauan kita, terdapat 80 persen kasus korupsi terjadi pada pengadaan barang dan jasa. Lingkaran fraud terjadi pada cara-cara anggaran itu dibelanjakan karena para pelaku kerap lupa bahwa APBD/APBN merupakan amanat rakyat yang harus dibelanjakan dengan baik,” paparnya.

Dilanjutkkan Eddi, berdasarkan hal tersebut maka kewajiban dari akuntan kementerian dan lembaga harus mencatat laporan keuangan sesuai fakta di lapangan. Ia tidak menampik pula adanya auditor yang juga melakukan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) tindakan fraud.

Sehingga berdampak pada pasca-reformasi 1998 lalu, laporan korupsi justru semakin bertambah karena dilakukan semua sektor.

Karenanya perbuatan melawan korupsi harus diwujudkan oleh pemerintah melalui integritas yang tinggi dalam praktik di lapangan.

 “Jadi bukan sekadar melalui pidato atau seminar saja. Salah satu yang efektif dengan cara meminta asistensi sistem keungan  agar berjalan aman dan benar,” sambungnya.

Sementara itu Hardy Djamaluddin mengatakan, korupsi adalah bagian dari fraud yang bermakna penggunaan kedudukan seseorang dengan sengaja untuk menyimpang dari aturan.

Fraud juga bisa diartikan sebagai penipuan dan bahaya fraud harus dihindari karena efeknya dapat merugikan uang negara, memiskinkan masyarakat dan meningkatkan kesenjangan sosial.

“Dengan kekayaan Riau yang luar biasa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun saat ini SDA yang sudah jauh berkurang sementara masih banyak masyarakat yang miskin. Untuk itu jika ada praktik fraud tentunya akan semakin merugikan masyrakat,” ujarnya.

Asisten III Setdaprov Riau tersebut berharap, seluruh pihak harus turut andil memperbaiki kondisi riil yang terjadi. Utamanya Pemda yang menggunakan APBD harus sama-sama dikawal.

Sehingga jika dalam menjalankannya dinilai ada kendala harus segera melakukan konsultasi dan pendampingan.

Panijo AK meyatakan siap membantu Pemprov dan seluruh kabupaten/kota dalam mengawal penggunaan anggaran. “Selama ada kepedulian dengan peran BPKP, kita siap mendampingi untuk mencegah tindakan-tindakan fraud,” tukasnya.(egp)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook