(RIAUPOS.CO) - Lima tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan drainase paket A di Jalan Soekarno-Hatta diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Ini merupakan pemeriksaan perdana yang dijalani kelimanya, setelah menyandang status tersangka.
Para tersangka yakni Ichwan Sunardi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Rio Amdi Parsaulian selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Lalu Windra Saputra sebagai ketua kelompok kerja (Pokja), pelaksana pekerjaan Sabar Jasman dan Iwa Setiady selaku konsultan pengawasan pekerjaan dari CV Siak Pratama Engineering mendatangi Kantor Korps Adhyaksa Pekanbaru, Jalan Jenderal Sudirman sekitar pukul 11.00 WIB, Selasa (16/10). Mereka langsung menuju ruang penyidik dan diperiksa di ruangan secara terpisah.
Berselang satu jam tepatnya pukul 12.00 WIB, proses pemeriksaan terhadap tersangka dihentikan untuk istirahat. Kemudian, dilanjutkan kembali pemeriksaan sekitar pukul 02.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Tersangka yang pertama selesai menjalani proses pemeriksaan yakni Windra Saputra. Laki-laki bertubuh gempal dengan mengenakan baju kemeja warna biru dan celana hitam langsung bergegas ke arah lift menuju ke lantai bawah.
Kemudian disusul Rio. Ia mengaku, dirinya dicecar sejumlah pertanyaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pada pelaksanaan kegiatan pembangunan drainase tersebut. “Sekitar 36 pertanyaan yang ditanya penyidik,” ujarnya.
Sementara terhadap tersangka Sabar Jasman menyebutkan, ia menerima puluhan pertanyaan yang dilayangkan penyidik ketika menjalani proses pemeriksaan. “66 pertanyaan, terkait tupoksi sebagai pengawas,” jelasnya melalui penasihat hukumnya Noor Aufa.
Kasi Intel Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady mengatakan, pemeriksaan pertama mereka setelah ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, hal serupa juga telah dilakukan akan tetapi dengan sebagai saksi. “Ini pemeriksaan pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Dijelaskannya, pemeriksaan mereka dilakukan untuk melengkapi berkas perkara dan alat bukti yang diperlukan. Sebelum berkas perkara dilimpahkan ke jaksa peneliti atau tahap I untuk ditelaah.
“Melengkapi berkas perkara. Mereka ini merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam penyimpangan proyek yang dikerjakan 2016 lalu,” jelas pria yang akrab disapa Fuad.
Untuk diketahui, pengusutan perkara itu telah dilakukan sejak Maret 2018 lalu. Sejak itu, Kejari Pekanbaru mulai mendalami perkara tersebut dengan memanggil dan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait. Hasilnya, Korps Adhyaksa Pekanbaru meyakini adanya peristiwa pidana dalam proyek tersebut hingga akhirnya meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditanda tangani Kajari Pekanbaru Suripto Irianto pada pertengahan Mei 2018.
Adapun proyek yang disidik itu yakni pembangunan drainase Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru Paket A (Simpang Jalan Riau-Simpang SKA). Proyek ini dikerjakan Dinas PUPR Riau pada 2016 lalu. Pagu paket Rp14.314.000.000 dari APBD Riau 2016.
Pekerjaan itu berdasarkan surat perjanjian kontrak, 21 September 2016 dengan nilai kontrak seluruhnya Rp11.450.609.000 yang dilaksanakan oleh PT Sabarjaya Karyatama. Terhadap pekerjaan tersebut rekanan telah menerima pembayaran 100 persen. Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa pekerjaannya yang tidak sesuai dengan kontrak yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara Rp2.523.979.195. Angka itu berdasarkan hasil perhitungan audit BPKP Riau, 18 September 2018.
Pada tahap penyidikan perkara ini, puluhan saksi telah dipanggil guna menjalani pemeriksaan. Mereka terdiri dari sejumlah aparatur sipil negara (ASN) dan pihak rekanan. Selain memeriksa saksi fakta, penyidik juga telah menurunkan ahli untuk mengecek fisik proyek pada akhir Juni 2018 lalu. Proses cek fisik tersebut dilakukan tim ahli dibantu tenaga dan alat-alat dari Pidsus Kejari Pekanbaru.
Pengecekan fisik itu dengan cara melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis. Dari cek fisik akan diketahui apakah pekerjaan proyek telah sesuai dengan spesifikasi teknis atau tidak. Hasil itulah nantinya yang akan dijadikan salah satu alat bukti dalam proses penyidikan perkara tersebut.
Dalam perkara itu, dugaan penyimpangan sudah ada sejak proses tender dilakukan. Sejumlah pihak diduga melakukan pengaturan lelang untuk memenangkan salah satu perusahaan dalam kegiatan tersebut. Dalam pengaturan tersebut, terdapat uang pelicin Rp100 juta.(ade)
Laporan RIRI RADAM, Kota