DPR Resmi Sahkan Revisi KPK Jadi Undang-Undang

Hukum | Selasa, 17 September 2019 - 14:30 WIB

DPR Resmi Sahkan Revisi KPK Jadi Undang-Undang
Menkumham Yasonna H Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Syafruddin.(Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‎menjadi Undang-Undang (UU). Hal ini setelah adanya kesepakatan dari para anggota dewan.

‎Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas mengklaim revisi ini semangatnya adalah untuk melakukan penguatan terhadap lembaga antirasuah itu. Karena, kata dia, melihat sudah banyak kerugian negara yang begitu besar akibat korupsi ini. ‎”Untuk itu dilakukan pecegahan maka dilakukan revisi supaya kerugaian negata tidak terus-terusan,” ujar Supratman dalam rapat paripurna, Selasa (17/9).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Supratman mengklaim, DPR dan ‎pemerintah konsisten ingin terus menguatkan KPK dalam memberantas korupsi. Sehingga revisi UU KPK ini dirasa perlu supaya lembaga antirasuah ini bisa lebih baik ke depannya. “Penguatan supaya KPK dalam menjalankan tugas kerjanya semakin baik,” katanya.

Sementara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly juga membacakan pandangannya. Korupsi adalah kejahatan sistematis dan adanya prilaku tersebut merugikan banyak pihak. Untuk itu perlu adanya penguatan KPK melalui Revisi UU KPK ini.

‎”Tindak pidana korupsi telah meningkat dan semakin sistematis, meningkatnya korupsi membawa bencana pereknomian nasional,” klaim Yasonna.

Dengan demikian, mewakili Presiden Jokowi, Yasonna mengatakan berterima kasih kepada anggota dewan yang telah bekerja keras untuk bisa disahkannya revisi tersebut menjadi UU.

“Izinkan kami presiden menyatakan setuju UU KPK untuk disahkan menjadi UU. Mewakili presiden menyampaikan terima kasih atas dedikasi dan kerja keras dalam UU pembahasan ini,” ungkap Yasonna.

Setelah mendengarkan pandangan dari Baleg dan Menkumham Yasonna H Laoly tersebut, Wakil Ketua DPR yang juga pimpinan rapat paripurna menanyakan kepada para anggota dewan apakah bisa disetujui revisi tersebut disahkan menjadi UU.

“Saya ingin menanyakan apakah pembacaan tingkat dua pengambilan keputusan UU KPK dapat disetujui dan disahkan menjadi UU,” tanya Fahri Hamzah.

“Setuju,” jawab kompak para anggota dewan

Sebelumnya, ‎Baleg DPR melakukan rapat dengan pemerintah diwakilkan oleh Menkumham, Yasonna H Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Syafruddin.

Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Atgas mengatakan rapat pembahasan ini telah sepakat untuk dibawa ke rapat paripurna yang rencananya diselenggarakan Selasa (17/9). Sementara, Menkumham Yasonna H Laoly mengharapkan supaya revisi ini bisa disahkan menjadi UU. Sehingga tidak lagi perbedaan padangan dari masing-masing fraksi yang ada di DPR.

Yasonna mengklaim, Revisi UU KPK ini dirasa perlu supaya pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depannya bisa lebih baik lagi‎. Pemerintah bertindak untuk melakukan penguatan terhadap lembaga antirasuah ini.

“Agar pencegahan dan pemberantasan berjalan dengan efektif, sinergi, dan menjungjung sesuai Pancasila, kami menyambut baik atas diselesaikan pembahasan ini,” tuturnya.

‎Adapun DPR dan pemerintah sepakat melakukan Revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Setidaknya ada tujuh poin Revisi UU KPK yang telah disepakati DPR dan pemerintah. Pertama, terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen.

Kedua, mengenai pembentukan Dewan Pengawas KPK. Ketiga, terkait pelaksanaan fungsi penyadapan. Keempat, mengenai mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK.

Kelima, terkait koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi.

Keenam, mengenai mekanisme penggeledahan dan penyitaan. Terakhir, ketujuh adalah terkait sistem kepegawaian KPK yang akan menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Sumber: Jawapos.com

Editor: Deslina









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook