JAKARTA (RP) - Dampak kenaikan harga BBM, khususnya kepada masyarakat miskin, terus diantisipasi pemerintah.
Di antaranya adalah dengan merevisi penyaluran Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Kemendikbud secara resmi menaikkan unit cost dan sasaran BSM, sebagai antisipasi kenaikan harga BBM bulan depan.
Unit cost awal BSM untuk jenjang SD/sederajat adalah Rp350 ribu/siswa/tahun dengan jumlah penerima sekitar 5 juta siswa. Sekarang dikoreksi menjadi Rp450 ribu/siswa/tahun dengan jumlah sasaran sekitar 8,5 juta siswa.
Untuk jenjang SMP sederajat, unit cost BSM saat ini adalah Rp560 ribu/siswa/tahun untuk 1,6 juta siswa. Nilai itu dikoreksi menjadi Rp750 ribu/siswa/tahun untuk sekitar 4 juta siswa.
Sedangkan unit cost BSM jenjang SMA sederajat tetap Rp1 juta/siswa/tahun. Tetapi jumlah sasarannya ditingkatkan dari awalnya 1,1 juta siswa menjadi 1,87 siswa.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan, revisi nominal dan sasaran BSM ini diperkirakan diterapkan Juli mendatang.
‘’Kebijakan merevisi BSM ini merupakan jaring pengaman untuk masyarakat miskin atas kebijakan kenaikan harga BBM. Khususnya para siswa,’’ katanya di pertemuan International Science Project Olympiad (ISPrO), Kamis (16/5).
Hamid mengatakan, jika data siswa miskin bukan buatan internal Kemendikbud. Tetapi datanya keluar dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang ada di bawah sekretariat Wakil Presiden.
‘’Sesuai dengan masukan banyak pihak termasuk dari DPR, penyaluran BSM ini harus tepat sasaran,’’ katanya.
Selain urusan tepat sasaran, Hamid juga mewanti-wanti supaya pencairan BSM ini tepat jumlahnya. ‘’Tidak boleh disunat. Termasuk oleh pihak sekolah,’’ ujarnya.
Di antara modus yang rawan terjadi adalah, pihak sekolah mengkoordinir pencairan BSM di Kantor Pos kemudian menyunat dengan alasan fee dan sejenisnya.
Hamid mengatakan, jika Kemendikbud menganjurkan supaya siswa dan keluarganya sendiri mengambil BSM di Kantor Pos.
Namun untuk siswa di daerah pedalaman yang jauh dari Kantor Pos, bisa menggunakan sistem kolektif dalam pencairan BSM. ‘’Tetapi tetap jangan disunat,’’ tegas dia.
Mulai tahun ini Kemendikbud tidak menggunakan lagi sistem voucher dalam pencairan BSM. Tahun lalu, sistem ini sempat menimbulkan polemik karena Kemendikbud membagikan sebagian voucher kepada anggota DPR.
Aturan itu menuai kecaman karena di lapangan ditunggangi kepentingan politik seperti kampanye wakil rakyat. ‘’Tahun ini total menggunakan jasa pos,’’ pungkasnya.
Rp9,8 T Dana BOS-SM Siap Dicairkan
Sementar itu, blokir dana bantuan operasional sekolah menengah (BOS-SM) senilai Rp9,8 triliun sudah beres. Kemendikbud siap mencairkan dana tersebut akhir bulan ini.
Pemblokiran dana BOS-SM ini sempat dikeluhkan sekolah-sekolah di daerah. Sebab dana ini diproyeksikan untuk menalangi biaya operasional sekolah, sehingga nominal SPP yang dipungut ke siswa bisa dikepras. Unit cost dana BOS-SM dipatok sebesar Rp1 juta per siswa per tahun dengan sasaran penerima sebanyak 9,8 juta siswa SMA/sederajat.
Perhitungan Kemendikbud, rata-rata biaya operasional siswa SMA per tahun adalah Rp1,5 juta/siswa. Dengan kucuran dana BOS-SM senilai Rp1 juta, pemerintah berharap pemangkasan nominal SPP cukup signifikan, khususnya di sekolah negeri.
Direktur Pengembangan SMA Kemendikbud Harris Iskandar menuturkan, pemblokiran dana BOS-SM ini sudah beres dua pekan lalu.
‘’Tetapi sampai saat ini belum bisa dicairkan, meskipun sudah lepas tanda bintangnya (tanda blokirnya, red),’’ ujarnya di Jakarta kemarin.
Harris mengatakan pencairan dana BOS-SM ini menunggu penandatanganan sejenis kontrak kerja dengan kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota seluruh Indonesia.
Rencananya penandatanganan kontrak ini baru dijalankan pada 20 Mei mendatang di Kota Bandung, Jawa Barat.
‘’Harus ada penandatanganan, ini kebijakan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku bendahara negara,’’ katanya.
Ketentuan ini berbeda dengan penyaluran dana BOS untuk jenjang SD dan SMP sederajat. Meskipun ada perbedaan dalam ketentuan pencairan, Harris mengatakan alur pencairan dana BOS-SM sama dengan dana BOS untuk SD dan SMP. Yakni dari bendahara negara dicairkan ke Pemprov, baru disalurkan ke sekolah.
Harris mengakui jika pencairan dana BOS-SM 2013 ini terlambat sangat signifikan. Dia menjelaskan sejatinya terhitung Mei 2013, pemerintah harus sudah mencairkan dana BOS-SM untuk dua periode. Yakni pada Januari untuk periode Januari-Maret, dan April untuk periode April-Juni.
‘’Karena terjadi keterlambatan, maka pencairan dana BOS-SM kita rapel untuk pencairan yang seharusnya Januari dan April,’’ kata dia.
Jika nanti ternyata pencairan kembali molor hingga Juli, maka rapelan langsung untuk tiga tahap sekaligus. Termasuk pencairan Juli untuk periode Juli-Agustus.
Menurut Harris, pihaknya sejatinya mengidamkan pencairan dana BOS-SM lancar seperti pencairan dana BOS SD dan SMP.
Dari rekapitulasi Kemendikbud, pencairan dana BOS SD dan SMP untuk periode pencairan Januari dan April, sudah sekitar 99 persen. ‘’Tapi kendalanya itu tadi, dana BOS-SM sempat diblokir,’’ papar dia.(wan/jpnn)