HUKUM

KPK Periksa Dirut PT Antam Terkait Kasus RJ Lino

Hukum | Senin, 17 Februari 2020 - 14:45 WIB

KPK Periksa Dirut PT Antam Terkait Kasus RJ Lino

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Dana Amin, Senin (17/2). Dana Amin akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang menjerat eks Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino.

Kapasitas Dana diperiksa hari ini bukan sebagai Dirut Antam, melainkan saat dia menjabat sebagai Direktur Operasi Pelindo II pada masa kepemimpinan RJ Lino sejak Februari 2012 – Mei 2016. “Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RJL (RJ Lino),” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Senin (17/2).


Setelah hampir lima tahun kasus yang menjerat RJ Lino terbilang mangkrak. Namun, pada Kamis (23/1) lalu, mantan Direktur Utama PT Pelindo II itu telah menjalani pemeriksaan selama 12 jam oleh penyidik KPK.

“Pertama saya terimakasih, karena setelah nunggu empat tahun akhirnya saya dipanggil juga ke sini. Saya harap proses ini bisa menjelaskan bagaimana stasus saya. Karena apa, saya terakhir kesini Februari 2016, jadi ini empat tahun jeda,” kata Lino usai menjalani proses pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).

Lino menyampaikan, dirinya menyebutkan besaran aset Pelindo II saat baru menjabat sebagai Dirut. Menurutnya aset perusahaan plat merah itu naik setelah dirinya menjabat. “Saya cuma bilang satu hal ya, saya waktu masuk Pelindo II asetnya Rp 6,5 triliun. Waktu saya berhenti asetnya Rp 45 triliun. 6,5 tahun,” ucap Lino.

Kendati demikian, lanjut Lino, dirinya tidak akan mengajukan upaya praperadilan terkait kasus yang menjeratnya. Dia akan menjalani proses hukum di KPK. “Apapun saya hadapi, ikutin aja. Kalau praper bikin kaya lawyer aja buat apa,” pungkasnya.

Untuk diketahui, RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2015. Dalam kasus ini, dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China terkait pengadaan tiga unit QCC di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC ini bernilai Rp 100 miliar lebih.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook