KUA Jatim Masih Ogah Nikahkan di Luar Kantor

Hukum | Senin, 16 Desember 2013 - 13:23 WIB

SURABAYA (RP) - Warga Jawa Timur yang akan menikah bulan ini hingga tahun depan harus rela melakukannya di KUA (kantor urusan agama). Sebab, seluruh petugas KUA di Jatim sepakat melanjutkan aksinya. Yakni, hanya melayani pencatatan nikah di dalam kantor dan hanya pada jam kerja.

Itu terungkap dalam diskusi yang diadakan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di JX International kemarin (15/12). Ketua Forum Ko­munikasi Kepala KUA (FK3) Se-Jatim Samsu Thohari kembali menegaskan bahwa pihaknya akan terus melayani pencatatan nikah di dalam kantor. "Sebelum ada payung hukum yang mengatur pencatatan di luar kantor, kami tidak akan melayani pencatatan di luar kantor," jelasnya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Payung hukum yang dimaksud adalah ketentuan yang mengatur pencatatan nikah di luar kantor. Selama ini, kata dia, pemerintah hanya mengatur biaya nikah di dalam kantor. Tarif yang dipatok Rp 30 ribu. Sementara itu, banyak petugas KUA yang diminta untuk mencatat nikah di luar kantor dan di luar hari kerja. Nah, biaya itu yang belum diatur pemerintah.

Samsu menambahkan, petugas biasanya mendapatkan uang transpor dari keluarga yang punya hajat. "Kami ketakutan. Sebab, selama ini KPK tidak menjelaskan batasan dari gratifikasi. Sehingga langkah amannya ya di dalam kantor," jelasnya.

Menurut Samsu, keputusan boikot itu merupakan kesepakatan bersama yang diambil sejak pertemuan seluruh kepala KUA di Hotel Garden Palace, Surabaya, dua pekan lalu. Dalam pertemuan itu, seluruh peserta rapat setuju menolak melayani pencatatan nikah di luar kantor.

Kesepakatan tersebut diambil setelah melihat rekan mereka, yakni Kepala KUA Kediri Romli, ditangkap KPK. Romli diduga menetapkan biaya pencatatan nikah di luar kantor. KPK menganggap menerima imbalan dari pencatatan nikah di luar kantor termasuk gratifikasi.

Boikot yang dilakukan KUA itu turut didengar Komisi VIII DPR. Pada 12 Desember Komisi VIII DPR mengundang menteri agama serta beberapa kepala KUA, termasuk Samsu. Rapat itu menghasilkan lima poin. Salah satu isinya, yakni poin kelima, adalah mendesak menteri agama segera merumuskan langkah-langkah yang bijak dan cepat dalam penyelesaian pelayanan nikah di luar KUA dan di luar jam kantor.

Saat ini beredar solusi pencatatan biaya nikah di luar kantor dari Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenang M. Jasin. Ada tiga poin, yakni biaya nikah Rp 0 untuk pasangan dari keluarga miskin dengan menujukkan keterangan dari pihak berwenang. Kemudian, biaya nikah Rp 500 ribu untuk kelompok pasangan dari keluarga ekonomi umum. Terakhir, tarif nikah rata-rata Rp 1 juta untuk keluarga kaya. Mereka adalah yang bisa menyewa gedung untuk pernikahan dengan harga di atas Rp 25 juta.

Samsu mengatakan, itu belum disepakati. Sebab, dia menyadari bahwa daerah satu dan yang lain berbeda. "Misalnya, di daerah yang pulau-pulau. Tidak cukup Rp 500 ribu untuk biaya transportasi," ungkapnya.

Kini, lanjut Samsu, Kemenag akan melakukan road show ke KPK, Kapolri, dan instansi hukum lain.Road show itu dimaksudkan untuk mengatur batasan maksimal biaya yang dikeluarkan untuk petugas KUA.

Maksum Nuralim, kapala Program Studi Pascasarjana UIN Sunan Ampel, mendukung langkah Samsu dkk. Namun, itu tidak boleh berlangsung terlalu lama. Pemerintah pun harus segera mengeluarkan aturan yang jelas. Sebab, jika KUA hanya melayani di kantor dan hanya pada saat jam kerja, justru yang rugi masyarakat. Khususnya orang Jawa yang mempunyai perhitungan khusus dalam menikah.

Jalan keluarnya, lanjut Maksum, adalah memperbolehkan menikah di luar KUA. Harinya pun bisa Sabtu dan Minggu. Namun, seusai pernikahan, pasangan tersebut harus segera melakukan pencatatan nikah di kantor KUA.

Staf KUA Kecamatan Tembelang, Jombang, Hudaifah mengatakan bahwa pencatatan pernikahan harus dilakukan hari itu juga. Sebab, pencatatan pada hari lain akan melanggar undang-undang, yakni UU Nomor 1 Tahun 1974. "Kalau di luar Jawa dan Madura bisa seperti itu," jelasnya.

Mengenai pemberian uang di luar kantor, pihaknya mengaku itu hal yang biasa. Dia pun tidak mematok tarif. Namun, jika hal tersebut dipermasalahkan, dia meminta adanya regulasi penetapan pemberian uang transportasi. (aph/nw)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook