JAKARTA (RP) - Insiden tawuran mahasiswa di Universitas Negeri Makassar (UNM) yang merenggut dua nyawa mahasiswa pada 11 Oktober lalu, membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kelabakan. Sore ini (15/10), mereka memanggil seluruh rektor kampus negeri untuk kompak mencegah kejadian serupa terulang lagi.
Tidak tanggung-tanggung, pemanggilan ini atas nama Mendikbud Mohammad Nuh langsung. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso kemarin (14/10) mengatakan, pemanggilan para rektor PTN dan direktur politkenik negeri ini dilakukan untuk mengakhiri aksi tawuran pelajar. "Perbuatan yang tidak baik itu harus diakhiri," ucap Djoko.
Mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan, Ditjen Dikti Kemendikbud sudah menyiapkan skenario supaya PTN bisa menjaga seluruh mahasiswa sehingga tidak sampai terjadi tawuran. Dia menegaskan skenario ini bersifat memaksa dan bagi kampus yang tidak menjalankannya, tidak akan dibina lagi oleh Kemendikbud.
Lepas pembinaan ini juga termasuk untuk kampus yang tidak bisa menghentikan kebiasaan mahasiswanya tawuran. Kampus negeri berstatus lepas pembinaan ini lumayan fatal dampaknya. Baik bagi institusi sendiri, pejabat internal kampus, para dosen, hingga mahasiswanya langsung. "Ini adalah momentum untuk menyadarkan mereka," ujar Djoko.
Djoko menuturkan lepas pembinaan bagi kampus negeri yang masih suka tawuran bentuknya beragam. Diantaranya akreditasi universitas hingga prodi kampus yang bersangkutan akan diturunkan. "Bisa juga bentuknya prodi (yang mahasiswanya tawuran terlibat tawuran, red) izinnya dicabut sementara atau permanen," tandasnya.
Sementara itu, Rektor ITB Akhmaloka menyambut baik upaya Kemendikbud mengumpulkan seluruh rektor PTN untuk mencegah aksi tawuran mahasiswa meluas. "Menurut saya Kemendikbud cukup serius mengatasi tawuran. Mulai tawuran pelajar hingga mahasiswa," katanya.
Akhmaloka menuturkan tawuran pelajar maupun mahasiswa tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Karena merusak citra pendidikan Indonesia. Khusus soal tawuran mahasiswa, dia sangat menyayangkan karena pelakunya sudah termasuk berusia dewasa dan harusnya bisa berpikir lebih dalam.
Pria yang juga menjadi pimpinan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) itu mengatakan, khusus di ITB dia bisa menggaransi peluang untuk terjadi tawuran mahasiswa sangat kecil sekali. "Bisa dibilang bebas tawuran mahasiswa," katanya.
Resepnya dia jalankan adalah, memebuat seluruh mahasiswa sibuk atau bahkan kehabisan waktu untuk urusan tugas-tugas akademik. Menurut Akhmaloka, terjadinya tawuran mahasiswa ini bisa dipicu karena kegiatan akademik di kampus yang bersangkutan kurang. Sehingga mahasiswa yang kelebihan tenaga, mencurahkan tenaganya itu untuk tawuran.
"Saking banyaknya kegiatan kampus, mahasiswa kami merasa waktu 24 jam sehari-semalam itu kurang. Harusnya ditambah menjadi 28 jam dalam sehari-semalam," tutur Akhmaloka. Dia berharap dalam pertemuan kali ini ada hasil yang konkrit untuk mencegah aksi tawuran pelajar merebak. (wan)