JAKARTA (RP) - Kedutaan Besar Amerika kini menjadi target demonstrasi dari sejumlah organisasi Islam yang menolak film penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW buatan warga AS berjudul ‘’Innocence of Muslim’’.
Salah satunya, sekitar 300 massa dari Voice of Palestina (VOP) pimpinan Hisam Sulaiman akan melakukan unjuk rasa di kantor Kedubes tersebut.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, kepolisian akan tetap melakukan pengamanan seperti biasa yang diberikan pada setiap kedutaan. Pengamanan khusus baru akan diberikan jika ada aksi unjuk rasa.
‘’Pengamanan selama ini sudah berjalan. Prosesnya sendiri. Itu sudah jadi tugas kita,’’ ujar Boy di kantor Humas Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/9).
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto yang dihubungi wartawan siang ini mengungkapkan untuk mengamankan unjuk rasa siang ini, Polda Metro menurunkan sekitar 400 personil gabungan dari Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro.
‘’Kalau jumlah yang akan demo belum bisa diperkirakan, bisa saja bilangnya ribuan ternyata yang demo cuma 150 orang. Tapi kita sudah siapkan pengamanannya,’’ pungkas Rikwanto.
Seperti yang diketahui, unjuk rasa ormas Islam ini menuntut Amerika Serikat menghentikan peredaran film ‘’Innocence of Muslim’’ karena dinilai menghina Nabi Muhammad SAW.
Unjuk rasa yang sama terhadap Kedutaan Amerika akibat film ini juga terjadi di Mesir, Libia dan Yaman. Mereka mempertanyakan film yang diproduksi di Amerika itu penayangannya yang dilakukan di sebuah bioskop kecil di Hollywood pada akhir Juni lalu.
Apalagi potongan film yang diterbitkan di situs YouTube itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sehingga memicu unjuk rasa besar di Timur Tengah.
Di Afganistan, akses menuju link video itu di YouTube, telah ditutup untuk mencegah warganya menonton film itu. Akibat kontroversi dari film ini juga memicu protes di Afrika Utara yang menewaskan Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya, John Christopher Stevens, di Benghazi beberapa hari yang lalu.
Protes Film Meluas
Sementara itu, pemerintahan Presiden Barack Obama, Jumat (14/9) langsung mengambil sikap setelah aksi demonstrasi di Kedutaan Amerika Serikat (AS) terus meluas.
Obama memerintahkan peningkatan keamanan atas seluruh Kedutaan Besar (Kedubes) AS, terutama yang berada di Timur Tengah. Jerman pun merilis imbauan senada.
Washington tidak ingin insiden maut yang merenggut nyawa Duta Besar Chris Stevens di Libya terulang. Karena itu, bekerja sama dengan pemerintah setempat, AS melipatgandakan pengamanan di kedubesnya di seluruh dunia.
Hingga kini, aksi protes berskala besar tercatat terjadi di Libya, Yaman, dan Mesir. Sedangkan, unjuk rasa dengan massa lebih sedikit pecah di Bangladesh, Iran, Irak, Kuwait, Sudan, Tunisia dan Indonesia.
Gelombang protes yang semakin besar membuat AS prihatin. Melalui rekaman video, Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton mengimbau masyarakat internasional tetap tenang.
Dengan demikian, seluruh aspirasi massa bisa tersalurkan dengan damai. Ia berharap, tidak terjadi lagi aksi perusakan Kedubes AS atau tindakan anarkis lain yang berpotensi memakan korban jiwa.
‘’Pemerintah AS sama sekali tidak memiliki kaitan apa pun dengan video (film, red) tersebut,’’ tegasnya menjelang pertemuan dengan Menlu Maroko Sa’deddine El Othmani di Departemen Luar Negeri AS, Jumat (14/9).
Ia menambahkan bahwa Gedung Putih pun mengutuk film yang cuplikannya beredar luas melalui YouTube tersebut. Dengan tegas, Hillary menolak pesan yang tersirat dalam film tersebut.
‘’Bagi kami, atau bagi saya pribadi, video tentang cuplikan film ini sangat tercela dan memuakkan,’’ lanjut mantan first lady Negeri Paman Sam itu.
Menurutnya, produsen film tersebut sengaja memasukkan unsur sinis untuk memecah belah umat beragama. Karena itu, Hillary berharap, seluruh umat beragama mampu menanggapi skandal tersebut dengan kepala dingin dan tidak saling serang.
Kemarin sejumlah besar petugas keamanan tampak berjaga di Kedubes AS yang berada di Kota Kairo, Mesir. Sejak Selasa (11/9) lalu, massa berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di sekitar kedubes.
Kamis (13/9) lalu, demonstran terlibat bentrok dengan aparat. Mereka melemparkan batu ke petugas dan menerima semprotan gas air mata sebagai balasan. Akibatnya, sekitar 224 orang terluka.
Terkait aksi unjuk rasa tersebut, Presiden Mohammad Mursi meminta seluruh pemerintahan muslim bisa menyikapi gelombang protes dengan bijaksana.
Dalam pidato yang disebarluaskan stasiun televisi pemerintah Mesir, pemimpin 61 tahun itu berharap agar seluruh negara bisa melindungi properti milik negara sahabat. Di antaranya, kantor diplomatik dan kedubes asing yang berada di negara masing-masing.
Beruntung, unjuk rasa di Mesir tak sampai memakan korban jiwa seperti di Libya yang merenggut empat nyawa. Kemarin, setelah salat Jumat, kelompok muslim di Yaman dan Jordania juga menggelar aksi protes atas film ‘’Innocence of Muslims’’ di Kedubes AS. Namun, pemerintah setempat sudah mengantisipasi unjuk rasa antifilm kontrovesial tersebut. ‘
’Kami mengikuti setiap perkembangan kecil yang terjadi di seluruh belahan dunia terkait aksi protes terhadap video tersebut. Kami berharap, bisa mencegah pecahnya aksi protes anarkis yang berpotensi menjatuhkan korban jiwa,’’ papar Jubir Gedung Putih Jay Carney.
Ia juga mengatakan bahwa penyelidikan terhadap produser dan orang-orang di balik penyebaran cuplikan film itu masih berlanjut.
Bersamaan dengan itu, Jerman pun meningkatkan pengamanan di kantor-kantor diplomatiknya di seluruh dunia. ‘’Kementerian Luar Negeri telah melipatgandakan pengamanan di seluruh kedutaan dan kantor konsulat kami di negara-negara Islam,’’ ungkap Jubir kementerian dalam keterangan resminya.
Mingguan Der Spiegel melaporkan, pemerintah bahkan menutup kedubesnya di Afghanistan dan Pakistan.
Libya Blokade Zona Terbang
Ketegangan masih menyelimuti Libya setelah serangan atas Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) yang merenggut nyawa Duta Besar Chris Stevens Selasa (11/9) lalu.
Atas alasan keamanan, pemerintahan Perdana Menteri (PM) Mustafa Abushagur menutup wilayah udara Kota Benghazi mulai Kamis (13/9) petang.
‘’Kami menerima perintah untuk menunda seluruh penerbangan pada Kamis petang lalu,’’ kata Jubir Bandara Internasional Benina, Jumat (14/9).
Perempuan yang merahasiakan namanya itu mengatakan, perintah penutupan wilayah udara itu berdampak langsung pada maskapai Tunis Air. Maskapai asal Tunisia itu batal terbang dan terpaksa parkir di bandara yang berjarak 19 kilometer dari Benghazi tersebut.
Hingga kemarin, menurut Jubir tersebut, pemerintah belum memberikan alasan resmi terkait perintah penutupan zona terbang Benghazi.
Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Mustafa Abushagur menyebut kondisi keamanan sebagai alasan utama penutupan. Sejak Kamis petang lalu, tidak satu pesawat pun yang melintas di langit kota terbesar kedua Libya tersebut.
Melalui akun Twitter resminya, Maskapai Afriqiyah mengumumkan pembatalan seluruh jadwal penerbangan. ‘’Seluruh penerbangan dari dan menuju Bandara Internasional Benina dibatalkan karena alasan keamanan,’’ tulis maskapai Libya tersebut.
Seiring dengan berakhirnya revolusi sipil terhadap pemerintahan Muammar Kadhafi tahun lalu, negara-negara Barat yang terlibat dalam aksi militer atas Libya melapor kehilangan ribuan rudal.
Terutama, rudal-rudal yang bisa ditembakkan dari peluncur portable. Antara lain, rudal canggih yang mampu membidik sasaran di udara, seperti yang kabarnya banyak tersebar di Benghazi tersebut.
Terpisah, beberapa saksi mata mengaku melihat pesawat tanpa awak mengitari langit Benghazi. Pesawat yang diduga milik militer AS itu seolah berpatroli pada Kamis malam waktu setempat dan kemarin pagi. Sayangnya, belum ada konfirmasi resmi mengenai aktivitas pesawat tanpa awak tersebut.
Aktris Film Dibohongi Produser
Sebelumnya, salah seorang aktris yang ikut tampil dalam film berjudul ‘’Innocence of Muslims’’ berkisah bahwa proses pembuatan berlangsung di Negara Bagian California, Amerika Serikat (AS).
Cindy Lee Garcia, sang aktris, mengaku telah tertipu dan dibohongi oleh produser film tersebut. Karena itu, Garcia tidak mengetahui bahwa film yang dibintanginya tersebut berkisah tentang Nabi Muhammad SAW.
Perempuan asal Bakersfield, California, itu tampil dalam beberapa adegan film tersebut yang diunggah secara online di YouTube. Garcia mengisahkan bahwa dirinya mendapat panggilan casting (pemilihan aktor film) tahun lalu untuk bermain dalam sebuah film berjudul ‘’Desert Warrior’’.
‘’Semuanya terlihat tidak jelas bagi saya. Yang disyuting tidak seperti yang muncul dalam film. Semua serba janggal di sana-sini,’’ ungkap Garcia dalam wawancara via telepon dengan Reuters, Kamis (13/9).
Klip film, yang diunggah di YouTube dengan beberapa judul, termasuk ‘’Innocence of Muslims’’, itu memotret Nabi Muhammad dengan perilaku yang buruk dan kasar.
Umat Muslim di seluruh dunia menilai segala penggambaran itu sebagai pelecehan dan penghinaan.
Sejumlah kantor berita menyebut, produser film tersebut adalah seorang pria Yahudi Israel yang berstatus warga negara AS dan pengusaha properti, yakni Sam Bacile. Sang produser menyatakan bahwa film itu dibuat dengan dana 5 juta dolar AS (sekitar Rp47,5 miliar). Sebagian merupakan patungan dari sekitar 100 donor keturunan Yahudi.
Tetapi, Reuters belum berhasil mengonfirmasi secara independen perannya dalam pembuatan film itu. Bahkan, Bacile diyakini bukan nama asli sang produser. Steven Klein, konsultan dan juru bicara produksi film itu, meyakini bahwa Bacile adalah nama samaran.
‘’Saya hanya bertemu dia dua kali. Saya tidak tahu dia berasal dari mana. Tetapi, saya yakin dia melemparkan isu (lewat film) itu untuk melindungi keluarganya di Timur Tengah,’’ kata warga California Timur yang bekerja di bidang bisnis asuransi tersebut. Klein pun mengaku telah menasihati agar si produser film tersebut bersembunyi.
Sebuah lembaga pemburu kelompok penyiar kebencian, Southern Poverty Law Center, menyebut Klein sebagai seorang Kristen yang berafiliasi dengan kelompok sayap kanan ekstrem. Namun, Klein membantahnya.
Menurut Klein, film ‘’Innocence of Muslims’’ rencananya akan diputar secara penuh di sebuah bioskop di California Selatan. Namun, sampai 30 menit menjelang film diputar, tak satu pun tiket pun yang berhasil terjual.
Identitas produser film menghebohkan itu memang agak simpang siur. Yang diingat Garcia bahwa produser film itu bernama Sam Bassil. Selanjutnya, ia menggambarkan Bassil sebagai pria tua dengan rambut warna abu-abu. Sang produser membayar dirinya dengan cek.
Rabu lalu (12/9), Garcia meneleponnya setelah terjadi aksi demonstrasi. ‘’Saya tanya mengapa ia melakukan itu dan membuat posisinya kini sangat sulit. Banyak orang tewas akibat film yang dibuatnya,’’ kata Gracia. Saat itu, kenang Garcia, Bassil hanya menjawab bahwa itu bukanlah salah Garcia.
Kantor berita Associated Press juga berupaya untuk melacak jati diri Sam Bacile. Hasilnya, ditemukan seorang penganut Kristen Koptik asal California yang divonis telah membiayai kejahatan dan membiayai produksi film itu.
Namanya adalah Nakoula Basseley Nakoula (55). Dalam wawancara dengan Associated Press di luar Kota Los Angeles, ia mengaku manajer perusahaan produsen Inncocence of Muslims.
Tetapi, dia membantah menjadi sutradara dan mengenal produser film tersebut, Sam Bacile. Associated Press mendapat nomor telepon seluler (ponsel) Bacile dari Nakoula. Tapi, saat ditelepon, diketahui bahwa lokasi Bacile berada di tempat yang sama ketika Associated Press menemui Nakoula.
Berdasar catatan pengadilan federal, Nakoula memiliki beberapa nama lain atau alias. Termasuk, Nicola Bacily, Erwin Salameh, dan beberapa nama lain.
Namun, Nakoula terus membantah bahwa dirinya adalah Bacile. Selama diwawancarai di luar rumahnya, ia menawarkan diri agar Associated Press melihat SIM miliknya sebagai bukti. Tetapi, jempol tangannya selalu menutupi bagian nama tengahnya, yakni Basseley. (ami/cak/dwi/jpnn/ila)