Praja IPDN Meninggal Digerogoti Kanker

Hukum | Jumat, 15 Juni 2012 - 09:27 WIB

BANDUNG (RP) - Nesya Khairunisa, 22, praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) asal Jakarta, kontingen Kalimantan Selatan meninggal dunia setelah sebelumnya dirawat di RS Hasan Sadikin Bandung, kemarin (14/6), pukul 13.20 WIB.

Jenazah yang tiba di kampus IPDN Jatinangor, pukul 17.45 WIB itu, disambut ribuan praja sekaligus memberikan penghormatan terakhir. Sebelum dibawa ke masjid Kampus IPDN dari pantauan Radar Sumedang (grup Radar Bandung), almarhumah terlebih dahulu diserah terimakan kepada pihak kelurga oleh IPDN yang diwakili oleh Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan IPDN Bernard Rondonuwu sekaligus menjadi inspektur upacara.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Isak tangis dari rekan-rekan almaruhamah dan keluarga yang hadir membuat suasana gedung Gedung Balairung Rudini, menjadi hening. Dalam sambutannya Inspektur upacara menyampaikan bela sungkawa terhadap keluarga korban.

“Kami segenap civitas IPDN mengucapkan selamat jalan, praja terbaik IPDN dan kepada keluarga agar tabah dalam menghadapi kepergian almarhumah,” ujar Benhard.

Ditemui usai memimpin upacara serah terima jenazah, Benhard mengatakan, Nesya Khairunisa meninggal karena sakit Acute Myelomonocytic Leukemia (AML-M4) dan masuk ke rumah sakit sejak akhir Mei (31/5) lalu. ”Hasil diagnosa menyatakan yang bersangkutan menderita Leukemia dan sebelum meninggal secara rutin melakukan cuci darah,” ujarnya.

Sebelumnya, Rektor IPDN I Nyoman Soemaryadi  mengakui bahwa saat ini, sekitar 18 praja IPDN dari tingkat pertama hingga akhir yang sedang menempuh pendidikan,  mengalami sakit lama dan cukup parah. Sebanyak 14 di antaranya berpenyakit parah dan sisanya sakit setelah mengalami kecelakaan.

Adapun dari 13 yang mengalami sakit parah, beberapa di antaranya mengalami gangguan jiwa, ginjal, diabetes, hipertensi, hingga mengidap kanker darah (Leukimia).

"Sakitnya penyakit lama. Praja yang mengidap Leukimia, malah sudah divonis meninggal dunia tapi hingga saat ini masih hidup. Untuk yang mengalami gangguan jiwa, prilakunya ya tidak wajar, seperti ada ilusi-ilusi berupa bisikan-bisikan mistis hingga  prilaku mengasingkan diri," ujar rektor.

Disinggung mengenai apakah ada kekeliruan terhadap pemeriksaan kesehatan bagi calon praja, rektor belum bisa memastikan hal itu. Adapun test kesehatan itu dilakukan  oleh dinas kesehatan daerah dan TNI AD di masing-masing daerah serta kesampataan oleh kepolisian daerah.

"Pemeriksaan kesehatan bagi calon praja dilakukan setelah seleksi administrasi dan test kesehatan ini tidak dilakukan oleh IPDN atau Kemendagri, tapi oleh pihak luar. Kalaupun setelah lolos kesehatan oleh tim dari luar, itu pun dikroscek lagi oleh  Kemendagri. Lalu, kalau toh ternyata ada penyakit parah setelah pemeriksaan kesehatan hingga kroscek ulang, saya juga bertanya kenapa?" terang rektor.

Rektor menegaskan pihaknya tidak bisa menyalahkan tim pemeriksa kesehatan jika ternyata ditemukan penyakit cukup parah. Selain itu, disinggung mengenai praja yang memiliki rekam medis penyakit cukup parah layak lolos, kembali ia menegaskan bahwa hal itu menyangkut kondisi medis seseorang yang bisa saja berubah.

“Kesalahan tidak berarti soal ada perkeliruan di tim pemeriksa kesehatan. Itu kan berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang, kemungkinan bisa terjadi perubahan kesehatan setelah dia masuk ke IPDN,” ujarnya.

Selain itu, diakuinya, selama 2009-2012, sekitar 7 orang praja meninggal karena sakit. "Terakhir, tahun ini, yang meninggal itu Yudi. Dari 7 praja, 2 diantaranya karena mengalami kecelakaan lalu-lintas," kata rektor.

Namun Rektor juga menegaskan, saat ini IPDN telah direformasi dan ia menjamin kehidupan praja IPDN tidak lagi diwarnai dengan kekerasan.

“IPDN sudah direformasi. Tidak ada lagi praja senior yang memanggil yuniornya atau praja senior memasuki asrama yuniornya. Saat ini, makna pengasuhan telah dilaksanakan sepenuhnya hingga saya jamin, tidak ada lagi kekerasan di IPDN,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Medik dan keperawatan RS Hasan Sadikin Bandung, dr Rudi Kurniadu Kadarsyah, Sp.AN membenarkan pasien Nesya Khairunisa, 22, meninggal lantaran penyakit kanker darah (leukemia) yang dideritanya sejak satu tahun lalu. “Mungkin dia mendertita penyakit ini sudah cukup lama, namun baru ketahuan sejak satu tahun yang lalu,” ujar Rudi.

Menurut Rudi, pasien yang juga merupakan siswa IPDN ini, telah menjalani beberapa pengobatan di beberapa rumah sakit, seperti RS Imanuel, dan RS Cipto Mangunkusumo. Terakhir pasien dibawa ke RS Hasan Sadikin, dan masuk ke ruang Parahyangan. Namun, lantaran keadaan nya terus menurun, pasien dibawa ke ruang High Care Unit (HCU). Rudi menambahkan, karena pasien dan keluarganya menolak menjalani serangkaian pengobatan seperti chemoteraphi dan transplantasi susmsum, maka sulit untuk menyembuhkan penyakit ini.

“Pihak keluarga dan pasien sendiri menolak untuk dilakukan chemoteraphi dan tranplantasi, jadi ya kondisinya semakin memburuk,” terangnya.

Rudi mengaku tidak mengetahui persis kondisi pasien sebelum meninggal, namun, dari keterangan yang diterimanya dari dokter yang menanganinya, pasien Nesya sempat mengalami pendarahan bahkan sampai ke kulit, sebelum akhirnya meninggal pada pukul 13.20 kemarin.

Menurut Rudi, tidak bisa diprediksi penyebab penyakit yang diderita Nesya, pasalnya, penyakit kanker darah bisa menyerang siapa saja tanpa penyebab yang jelas.

“Kanker ini seperti benalu, jadi bisa menyerang siapa saja. Sehingga kita tidak bisa prediksi dengan jelas, apa yang menjadi penyebabnya,” terangnya. (mur/dnd)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook