JAKARTA (RP) - Lampu hijau bagi sarjana non-FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) untuk menjadi guru profesional, PNS maupun swasta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai membuka kesempatan lulusan non-FKIP mengajar, khususnya di SMK.
Kemendikbud memiliki alasan kuat menerima sarjana non-FKIP itu untuk menjadi guru profesional dan berhak mendapatkan tunjangan profesi pendidik (TPP). Alasannya adalah, saat ini keperluan guru dengan spesialisasi tertentu di SMK sangat mendesak. ”Posisi saat ini ada 121 jenis jurusan kekhususan di SMK,“ ujar Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Supriadi Rustad, Jumat (13/12).
Kebijakan pemerintah membuka kran rekrutmen guru non-FKIP itu berpotensi memunculkan gejolak. Khususnya untuk sarjana dari FKIP yang merasa lapangan kerjanya menjadi terbatas. Tetapi Kemendikbud bersikukuh bahwa spesifikasi keahlian di SMK yang beragam jenis itu tidak bisa diisi oleh calon guru sarjana FKIP.
Supriadi menuturkan guru yang diambil dari sarjana non-FKIP itu akan didik selama satu tahun dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG) SMK Kolaboratif. Proses pendidikan itu dilakukan oleh LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) bekerja sama dengan politeknik yang membidangi kekhususan tertentu. ”Contohnya Unesa (Universitas Negeri Surabaya, red) membuka PPG SMK Kolaboratif dengan Politeknik Perkapalan Surabaya. Tujuannya mencetak guru SMK perkapalan,” paparnya.
Dari sekian banyak jenis kekhususan keahlian di SMK, Supriadi mengatakan Kemendikbud belum bisa membuka PPG SMK Kolaboratif semuanya. Posisi saat ini hanya ada untuk beberapa bidang saja. Misalnya spesialisasi perkapalan, penerbangan, teknik, dan IT.
Supriadi mengatakan sarjana non-FKIP tidak bisa ujug-ujug menjadi guru, apalagi guru profesional yang berhak menerima TPP. Ia menuturkan sarjana non-FKIP itu bisa jadi sudah mahir dalam keahlian tertentu sesuai dengan jurusan kuliahnya. Tetapi ia belum tentu bisa memintarkan siswanya. Ia menegaskan guru profesional itu harus pintar dan bisa memintarkan orang lain atau siswa.
Nah kemampuan untuk bisa memintarkan siswa itu akan dilatih secara intensif dalam PPG SMK Kolaboratif. Keberadaan rintisan PPG SMK Kolaboratif sudah berjalan sekitar tiga tahun dan hampir meluluskan dua angkatan. Semua lulusan terserap untuk mengajar di SMK-SMK di seluruh Indonesia. Guru yang lulus dari PPG SMK Kolaboratif itu sekaligus sudah menerima sertifikat guru profesional. Sarjana calon guru yang lulusan FKIP tidak perlu meributkan program ini, karena memiliki disiplin ilmu yang berbeda.
”Kita tidak ingin guru yang mengajar di SMK itu miss match,” paparnya. Misalnya guru FKIP Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengajar SMK elektronika dan sejensinya.(ade)