”Mengenai kasusnya kita serahkan kepada hukum untuk menindaklanjuti kebenarannya. Tapi, dalam hal perlindungan perempuan, istri prajurit TNI tersebut harus dilindungi haknya,” ucap Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kemen PPPA Nyimas Aliah kepada Jawa Pos Minggu (13/10) kemarin.
Misalnya, mendapat pendampingan hukum hingga tata cara pemeriksaan. Mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Dalam pasal 4 menyebutkan, bahwa dalam pemeriksaan perkara agar mempertimbangkan kesetaraan gender dan non-diskriminasi. Termasuk melihat status sosial, akses keadilan, hingga dampak psikis.
”Walaupun nantinya dinyatakan bersalah, tapi hak-haknya sebagai perempuan tetap harus dipenuhi,” ujar Nyimas menegaskan.
Menurut dia, perempuan dalam hal ini istri ibarat tiang dalam keluarga. Artinya, jika istri itu rapuh, maka tidak kuat menyangga rumah yang besar. Menyoroti Irma Zulkfli Nasution, istri Kolonel Kav Hendi Suhendi, mantan Komandan Kodim 1417 Kendari, yang tentu bukan perempuan biasa. Istri seorang pemimpin. Contoh bagi anggota Kartika, organisasi istri TNI AD. Yang di dalamnya sudah diatur mengenai etika sebagai istri seorang prajurit.
Praktis, ketika Irma membuat unggahan bernada tidak empati terkait penusukan Wiranto menjadi perhatian. Apalagi, Wiranto adalah mantan Panglima Angkatan Bersenjata RI era Orde Baru. Tentu, akan menimbulkan opini dan pengaruh di kalangan masyarakat. Khususnya, di kalangan para istri prajurit TNI. Plus, berdampak terhadap karir suaminya.
Nyimas memahami, perempuan adalah individu yang emosional, kurang rasional. Maka dari itu, lebih baik saring sebelum sharing dalam mengungkapkan segala sesuatu di media sosial. ”Perempuan harus cerdas menggunakan media sosial. Kalau dulu ada pepatah mengatakan, mulutmu harimaumu, sekarang, jarimu harimaumu,” bebernya.
Dari kasus tersebut, Nyimas mengingatkan, agar para istri harus menjadi penyejuk di dalam keluarga. Mendukung suami agar memiliki karir yang bagus. ”Suksesnya seorang lelaki itu karena ada perempuan hebat disampingnya,” tandasnya.
Sementara itu, pengamat militer Khairul Fahmi menganggap, sikap petinggi TNI AD berlebihan. Hanya gara-gara postingan dari istri sampai harus mencopot jabatan Dandim 11417/Kendari Kolonel Kav Hendi Suhendi. Plus, kurungan selama 14 hari. ”Apakah seberat itu kasus pelanggaran displinnya? Itu yang menjadi tanda tanya,” ujar Khairul saat dihubungi Jawa Pos.
Apalagi, Irma didorong untuk menempuh peradilan hukum. Dengan dugaan ujaran kebencian. Semakin menjadi-jadi bentuk intervensi TNI AD untuk menakut-nakuti prajurit beserta keluarganya. ”Kok saya rasa TNI AD baperan ya,” celetuknya.
Menurut dia, postingan yang diunggah Irma terkait penusukan Wiranto itu wajar. Selayaknya orang mengekspresikan diri melalui media sosialnya. Menyampaikan bentuk kepeduliannya. Tidak ada unsur radikalisme.
Justru Khairul malah mempertanyakan isu adanya sebagian kecil prajurit yang terpapar radikalisme. ”Apakah kalau istri prajurit memakai hijab panjang, bercadar, sering datang ke pengajian dianggap radikal? Kan belum tentu. Bisa saja itu hanya ekspresi keberagamaan keluarga semakin taat,” bebernya. Mengingat, hijab juga menjadi gaya hidup kaum hawa yang sedang tren.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com