JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Irma Purnama Dewi Nasution, terancam berurusan dengan hukum karena menulis status di sosial media diduga bernada ujaran kebencian terhadap Menko Polhukam Wiranto. Cuitan irma berdampak terhadap karir sang suami, Kolonel Inf Hendi Suhendi yang dicopot dari jabatan Dandim 1417 Kendari. Meski perbuatan Irma belum dipolisikan, 52 pengacara siap membela.
Seperti dilansir Kendari Pos (Jawa Pos Group), Ketua Tim Kuasa Hukum Irma, Supriadi mengatakan meski Irma belum dilaporkan ke polisi, namun ia bersama 51 pengacara berinisiatif memberikan pendampingan. Pendampingan guna memberikan kepastian hukum kepada yang bersangkutan.
Apalagi saat ini, kata dia, belum dapat dipastikan, apakah cuitan kliennya berhubungan dengan insiden yang menimpa Wiranto. Sebab Irma tidak menyebut nama atau individu.
“Mengacu undang-undang informasi dan transaksi elektronok (ITE), pencemaran nama baik atau penghinaan harus memenuhi unsur-unsurnya. Sedangkan unggahan kliennya, tidak ada nama atau objek hukum yang disebut,” ungkapnya, Minggu (14/10).
Menangis saat Sertijab
Diberitakan sebelumnya, Kemarin (12/10) Irma mendampingi suaminya, Kolonel Kav Hendi Suhendi, dalam serah terima jabatan (sertijab) Komandan Kodim (Dandim) 1417/HO Kendari di Aula Manunggal Korem 143/HO Kendari. Hendi dicopot dari jabatan Dandim gara-gara unggahan nyinyir istrinya di media sosial terkait peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto.
Hendi digantikan Kolonel Infanteri Alamsyah yang sebelumnya menjabat staf khusus Pangdam XIV/Hasanuddin Makassar. Tidak hanya dicopot, Hendi juga bakal berurusan dengan peradilan militer karena dianggap melanggar hukum disiplin (kumplin). Hendi menegaskan bahwa dirinya patuh pada perintah pimpinan. Dia mengaku menerima konsekuensi atas perbuatan istrinya. ”Kami terima semuanya. Mengambil hikmahnya,” ujar dia.
Pangdam XIV/Hasanuddin Makassar Mayjen TNI Surawahadi mengatakan, Kolonel Hendi akan dikenai kumplin, yakni penahanan 14 hari. Dia menegaskan, sudah seharusnya anggota TNI taat pada aturan. Begitu pula keluarganya.
Surawahadi lantas merujuk ketentuan pasal 8 ayat A tentang ketaatan dan pasal 9 ketentuan jenis hukuman tentang kumplin. Juga STR Pangdam. ”Agar setiap prajurit TNI bersama keluarga tidak mengeluarkan ujaran kebencian yang berbau provokasi di media sosial,” tandasnya.
Di sisi lain, keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa mencopot jabatan tiga anggota TNI-AD akibat ulah nyinyir istri-istrinya mendapat sorotan. Peneliti dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan, haruskah keputusan tersebut disampaikan secara terbuka di depan publik. Menurut dia, yang seharusnya dikedepankan adalah aspek pembinaan disiplin. ”Dan nggak perlu diekspos begitu,” sambungnya.
Sementara itu, Kadispenad Brigjen TNI Candra Wijaya enggan berkomentar lebih jauh. ”Yang disampaikan KSAD sudah jelas dan beliau tidak mau ada lebih banyak spekulasi,” terangnya kepada Jawa Pos.
Selidiki Ujaran Kebencian
Di bagian lain, Polri membantah tudingan bahwa peristiwa penusukan terhadap Wiranto merupakan setting-an. Menurut Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, perlu dipahami bahwa ketika seseorang terpapar paham radikal, prosesnya panjang. ”Tidak sederhana,” katanya.
Ada proses pencucian otak yang lama sehingga seseorang memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukannya dengan menyerang aparat adalah jihad. ”Itu ajarannya.”
Saat ini Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) telah mendeteksi sejumlah akun media sosial yang menyebarkan hoax terkait penusukan Wiranto. Baik di Facebook maupun Twitter. ”Sedang dicek,” urainya. Proses hukum akan dikenakan terhadap pemilik akun yang menyebarkan kabar bohong tersebut. ”Dittipid Siber akan memprosesnya,” paparnya.