CCTV Museum Nasional Mati Sejak 2012

Hukum | Sabtu, 14 September 2013 - 09:30 WIB

Laporan M FatHra Nazrul Islam, Jakarta mfatra@riaupos.co

Penyelidikan pencurian benda-benda bersejarah di Museum Nasional dengan memeriksa saksi-saksi mulai menemukan titik terang.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hasil sementara diketahui bahwa closed-circuit television (CCTv) di tempat penyimpanan benda bernilai sejarah tinggi itu sudah mati sejak 2012 lalu.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan, sejauh ini sudah 38 orang saksi yang diperiksa terkait kasus itu. Mulai dari arkeolog, sekuriti, teknisi alarm, teknisi cctv, kepala rumah tanagga, serta kepala museum.

“Pemeriksaan sedang berlangsung. Barang bukti yang ditemukan ada kunci almari, dekoder atau rekaman cctv. Hasil pemeriksaan sementara, sejak November 2012. cctv tersebut sudah tidak menyala. Ini sudah disampaikan secara lisan kepada rumah tangga, namun tidak diperbaiki,” kata Rikwanto, Jumat (13/9).

Tidak hanya cctv yang tidak menyala, hasil penyelidikan polisi juga mendapati kalau alarm di tempat penyimpanan juga sudah tidak berfungsi sejak dua bulan lalu.

Kondisi itupun sudah disampaikan ke petugas rumah tangga museum, namun juga belum diperbaiki.

Beberapa kejanggalan lain adalah adanya sekuriti yang tidak bertugas pada tempatnya saat kejadian berlangsung.

“Kita akan dalami alibi masing-masing dimana mereka berada saat kejadian. Hari pencurian juga masih didalami. Karena sejak dilaporkan belum tentu malam itu, hari itu hilangnya,” jelas perwira dengan tiga melati itu.

Menurut Rikwanto, setiap hari ada 12 orang sekuriti yang bertugas di museum yang dikenal dengan nama Museum Gajah tersebut.

Sehingga sangat janggal bila tidak satupun dari mereka yang tidak mengetahui perihal hilangnya benda bersejarah tersebut.

“Pemeriksaan masih berlangsung. Satu hari ada 12 sekuriti kenapa tidak ada yang tahu. Mungkin ada yang tahu tapi belum berani melaporkan, ini sedang kita dalami,” jelasnya.

Empat koleksi museum yang hilang di antaranya lempeng naga mendekam berinskipsi. Lempeng emas tersebut ditemukan di Patirthan Jalatunda, Mojokerto, Jawa Timur, dengan panjang 5,6 Cm dan lebat 5 Cm. Berbentuk naga dalam posisi melingkar/mendekam, pada kepalanya terdapat seperti mahkota.

Kedua, lempeng emas bulan sabit beraksara, dengan panjang 8 Cm dan lebar 5,5 Cm. Berbentuk seperti bulan sabit. Akan tetapi di kedua ujungnya terdapat deretan empat buah segitiga runcing yang sangat kecil.

Ketiga, wadah bertutup (cepuk). Berbentuk seperti dandang bertutup tanpa pegangan berukuran sangat kecil, permukaaannya tidak rata. Keempat, lempeng Harihara, yang terbuat dari perak dan emas dengan panjang 10,5 Cm dan lebar 5,5 Cm. Artefak tersebut ditemukan di Belahan, Penanggungan, Jawa Timur.

Sudah Lima Kali Kebobolan

Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya), Jhohannes Marbun menyatakan keprihatinannya atas kasus ini karena sudah terjadi untuk kelima kalinya.

11 Agustus 2010 lalu, Museum Sonobudoyo sebagai museum terbesar kedua di Indonesia setelah Museum Nasional, pernah mengalami nasib yang sama. Saat itu, 75 koleksi emas masterpiece-nya raib digondol maling.

“Sampai detik ini kasus pencurian koleksi museum di kota Gudeg itu masih menjadi misteri siapa pelaku dan dimana keberadaan koleksi tersebut,” kata Jhohannes.

Sebelum itu juga terjadi pencurian koleksi emas dan permata yang dilakukan kelompok pimpinan Kusni Kasdut pada 1960-an. Saat menjalankan aksinya, Kusni Kasdut menggunakan Jeep dan mengenakan pakaian seragam polisi berhasil melumpuhkan penjaga, dan membawa kabur barang berharga museum.

Kedua, pencurian koleksi uang logam pada 1979, Ketiga, pencurian koleksi keramik senilai Rp1,5 miliar dan belum ketemu sampai saat ini.

Keempat, pencurian koleksi lukisan karya Basoeki Abdullah, Raden Saleh, dan Affandi pada 1996, walau akhirnya lukisan ini dikembalikan kepada negara setelah diketahui saat berada di Balai Lelang Christy, Singapura.

“Dan kelima, kasus yang baru saja terjadi pada 11 September 2013 yang lalu, hilangnya 4 koleksi emas berupa Lempeng Naga Mendekam Berinskipsi, Lempeng Bulan Sabit Beraksara, Wadah Bertutup (Cepuk), dan Lempeng Harihara,” tuturnya.

Ia menyebut kasus ini sebagai tragedi nasional bagi bangsa Indonesia. Karena warisan masa lalu bernilai sejarah tinggi yang tersimpan di museum tersebut telah menjadi bulan-bulanan perampok.

Minimnya sistem keamanan museum dan pengamanan koleksi hingga kelalaian penjagaan koleksi serta kelalaian pengelola museum dalam mengawasi kinerja para pekerja di Museum Nasional, mencerminkan buruknya sistem kebijakan dan manajemen permuseuman yang dilakukan pimpinan Museum Nasional.

Karena itu, Madya menuntut pengungkapan secara tuntas dan transparan aktor di balik pencurian koleksi emas Museum Nasional se-segera mungkin.

“Pemerintah juga harus membangun kerja sama dengan stakeholder di dalam dan luar negeri untuk membantu pelacakan koleksi museum yang hilang,” tegasnya.

Jhohannes juga melihat kasus ini linear dengan ketidakseriusan Pemerintah RI terhadap masa depan permuseuman di Indonesia.

Fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini pemerintah gagal mengeluarkan Peraturan Pemerintah di bidang Permuseuman sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya.

Dimana seharusnya PP Permuseuman sudah disahkan selambat-lambatnya setahun setelah UU diundangkan, yaitu November 2010.(ade)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook