JAKARTA (RP) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus mengeluarkan peringatan jika kanker pada anak-anak masih menjadi ancaman serius.
Selain faktor kekurangan sistem deteksi dini, peningkatan kasus kanker pada anak-anak didorong gaya hidup keluarga yang buruk.
Kanker darah atau Leukimia masih mendominasi kasus kanker yang dialami anak-anak.
Dr Edi Setiawan Tehuteru SpA(K) MHA IBCLC dari Rumah Sakit Kanker Dharmais menjelaskan, kanker pada anak tidak bisa dicegah. Menurutnya, sel kanker itu ada di setiap manusia. Termasuk anak-anak. “Bagi yang sehat, sel kankernya masih tidur,” katanya di Jakarta, Jumat (13/1).
Dia mengibaratkan, sel kanker yang ada di seluruh tubuh manusia ini ibarat singa betinanya yang sedang tertidur. “Jangan coba-coba dibangunkan,” tandasnya.
Banyak sekali faktor yang bisa membuat sel kanker tadi terbangun lalu mengganas. Diantaranya adalah, faktor genetik atau keturuan, bahan kimia yang termakan seperti boraks dan formalin, virus seperti Hepatitis B, dan paparan radiasi tertentu.
Edi mencatat dalam kurun waktu 2006 hingga 2007 kasus kanker anak yang terdaftar di RSk Dharmais cenderung meningkat. Contohnya pada kasus leukemia. Pada 2006 ada 10 kasus, 2007 (6 kasus), 2008 (16 kasus), 2009 (25 kasus), dan 2010 (31 kasus).
Menurut Edi, hingga saat ini masih sulit sekali untuk melakukan deteksi awal anak-anak yang menderita kanker. “Kebanyakan baru bisa dideteksi setelah terjadi benjolan atau tumor,” katanya.
Tetapi khusus untuk kanker retina atau retinoblastoma yang ditemukan pada anak-anak, sudah bisa dideteksi dini. Yaitu dengan menggunakan alat yang disebut aftalmoskop yang mengeluarkan cahaya halogen. Kerja alat ini adalah disorot ke mata anak-anak.
Untuk anak yang normal dan tidak menderita kanker retina, pusat kedua bola matanya akan memendarkan cahaya merah. Para orangtua wajib waspada ketika dalam pemeriksaan dengan aftalmoskop ini salah satu bola mata anak tidak memendarkan warna merah. Bisa diduga anak terserang kanker retina, atau bisa juga katarak.
Edi mengingatkan jika kanker retina ini adalah kanker anak yang beresiko besar diturunkan ke generasi berikutnya. Untuk itu, para orangtua dihimbau untuk membiasakan hidup sehat. “Supaya itu tadi, tidak membangunkan singa yang sedang tertidur,” tutur Edi.
Upaya yang bisa dilakukan orangtua diantaranya, ketika masa hamil diharapkan jauh dari asap rokok. Jika suami atau anggota keluarga lain perokok berat, wajib berhenti ketika ada yang hamil.
Upaya berikutnya adalah, makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga, mendapatkan vaksinasi pada usia yang tepat, serta menghindari paparan sinar matahari berlebihan.
Di bagian lain, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP-PL) Kemenkes Ekowati Rahajeng memaparkan perkembangan kanker anak di Indonesia. Dia mencontohkan, hasil register yang masuk di Jakarta dalam kurun 2005-2007 menyebutkan 9 dari 100.000 anak usia antara 0-17 tahun menderita kanker.
Dia mengatakan, jika diprosentase kasus kanker anak sekitar 4,7 persen dari total kasus kanker di Indonesia. “Memang kecil. Tetapi bisa jadi besar karena deteksi dininya masih lemah,” ucap pejabat yang akrab disapa Ajeng itu.
Dia mengamini jika leukemia menjadi kasus tertinggi dengan catatan 2,8 kasus per 100.000 anak. Berikutnya disusul kanker retina (2,4 per 100.000 anak) dan kanker tulang (0,9 per 100.000 anak).
Terkait urusan biaya perawatan kanker pada anak, Ajeng mengatakan memang kecenderungannya sangat tinggi. Penyebabnya, para orangtua rata-rata membawa anaknya ke rumah sakit dalam kondisi kanker yang sudah akut atau stadium lanjut.
“Sesungguhnya hal ini (biaya tinggi, red) tidak perlu terjadi apabila masyarakat bisa mengerti cara menghindari faktor resiko,” pungkasnya. (jpnn)