Spekulasi SSJ-100

Hukum | Sabtu, 12 Mei 2012 - 07:57 WIB

MOSKOW (RP) - Jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di tebing Gunung Salak, Jawa Barat, Rabu (9/5) lalu, memang masih misterius.

Tapi, dari Rusia mulai muncul sejumlah spekulasi, baik terkait dengan pemicu kecelakaan maupun masa depan pesawat yang

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

mampu mengangkut hingga seratus penumpang tersebut.

Dilansir koran Moscow Times, Karteker Deputi Perdana Menteri Rusia Dimitry Rogozin yakin penyebab insiden yang menewaskan 45 orang dari berbagai negara itu adalah faktor manusia.

Sebab, SSJ-100 dinilainya sebagai pesawat kompetitif dan akan tetap memiliki masa depan cerah pasca kecelakaan tiga hari lalu tersebut.

Sementara itu, komite investigasi yang dibentuk Perdana Menteri Dmitry Medvedev dan telah tiba di Jakarta, Jumat (11/5) mengindikasikan kemungkinan terjadinya pelanggaran aturan keselamatan penerbangan.

Karena itu, komisi yang diketuai Menteri Industri dan Perdagangan Yuri Slyusar tersebut berencana mengadakan penyelidikan kriminal.

Namun, sejumlah pakar lain lebih tajam bersuara. Magomed Tolboyev, seorang test pilot dan pejabat di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, misalnya, menuding lemahnya flight planning alias perencanaan terbang sebagai penyebab.

Dia menyamakan insiden yang menimpa SSJ-100 itu dengan jatuhnya pesawat Tu-154 di Katyn pada 2010 yang menewaskan 96 orang, termasuk Perdana Menteri Polandia.

‘’Ada kawasan gunung yang tak mudah dilalui di Jawa. Jadi, Anda harus benar-benar secara detail merencanakan tiap jengkal yang akan dilewati pesawat,’’ kata Tolboyev kepada Radio Kommersant, kemarin.    

Namun, tudingan Tolboyev itu langsung dibantah Sukhoi, pabrikan pesawat Rusia yang memegang saham terbesar dalam perusahaan joint venture yang memproduksi SSJ 100.

‘’Perencanaan terbang dilakukan sesuai dengan prosedur dan pesawat juga dalam kondisi yang prima,’’ bunyi rilis resmi Sukhoi seperti dikutip Moscow Times.

Wajar kalau Kremlin (pusat Pemerintahan Rusia) mati-matian membela SSJ-100. Sebab, inilah pesawat komersial pertama yang mereka produksi, meski dengan menggandeng beberapa partner dari Barat sejak bubarnya Uni Soviet.

Rusia berambisi menjadikan SSJ-100 sebagai pengganti dua pesawat komersial mereka yang dinilai sudah usang, Tu-134 dan Yak-42. SSJ 100 juga diplot merebut pasar dua pesawat sekelas, Embraer E-Jets produksi Brazil dan Bombardier CRJ milik Kanada. Kelebihan SSJ, harganya lebih murah, sekitar 30 juta dolar AS (Rp 270 miliar) per unit.  

Tapi, dengan harga lebih rendah sekalipun, penjualan SSJ-100 hingga sekarang boleh dibilang masih seret. Sebelum insiden di Gunung Salak, Sukhoi mengaku menerima 168 order. Namun, baru dua maskapai saja yang sudah mengoperasikan SSJ-100, itu pun total hanya tujuh pesawat.

Enam di antaranya oleh Aeroflot, maskapai pelat merah Rusia, satunya lagi oleh Armavia, Airline Armenia. Aeroflot mengoperasikan SSJ-100 untuk rute dari Moskow (ibu kota Rusia) ke St Petersburg, Minsk (ibu kota Belarusia), dan Nizhny Novgorod (kota terbesar kelima di Rusia) pulang-pergi. Adapun Armavia menerbangkan SSJ untuk rute antara Yerevan (ibu kota Armenia) ke Moskow bolak-balik.

Memang, menyusul kecelakaan Rabu lalu, belum ada pesanan yang dibatalkan, termasuk dari dua maskapai Indonesia, Kartika Airlines dan Sky Aviation, yang seperti dilansir Reuters, memilih menunggu hasil penyelidikan. Aeroflot dan Armavia juga tak menghentikan operasi SSJ-100. Tapi, tetap saja insiden maut itu bakal berdampak.

‘’Kalau penyebabnya kesalahan pilot, mungkin reputasi SSJ-100 bakal cepat pulih. Tapi, kalau gangguan teknis yang menjadi penyebab, dampaknya bisa jangka panjang,’’ ucap Tom Chrszcz dari lembaga pemeringkat perusahaan Fitch Rating Agency seperti dikutip Moscow Times.

Roman Gusarov, Pemimpin Redaksi situs berita penerbangan avia.ru, malah lebih pesimistis lagi. Apa pun hasil penyelidikan nanti, reputasi SSJ-100 bakal sulit diperbaiki.

Gusarov memprediksi, SSJ-100 bisa senasib dengan Tu-144, pesawat supersonik sekelas Concorde yang sempat menjadi kebanggaan Rusia pada 1960-an. Tapi, setelah mengalami dua kali kecelakaan dan hasil penyelidikan membuktikan bahwa pesawat tersebut rentan gangguan, Tu-144 akhirnya ditarik dari pasar.(int/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook