Soal Tudingan ‘’Geng Solo’’ di Polri, Ini Faktanya

Hukum | Sabtu, 28 Desember 2019 - 09:38 WIB

Soal Tudingan ‘’Geng Solo’’ di Polri, Ini Faktanya
Irjen Pol Nana Sudjana (JAWAPOS.COM)

Bukti Keberhasilan Komunikasi Forkominda Surakarta

Isu ‘Geng Solo’ yang dimunculkan Neta S Pane ini memantik reaksi beragam. Seperti dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menganggap tudingan Neta bukan saja berlebihan tapi juga harus diuji kevalidannya. Komisioner Kompolnas Andrea Poeloengan menegaskan, untuk bisa menduduki kursi Kapolda, seorang perwira Polri harus melalui sejumlah tahapan tidak mudah.


“Untuk menjadi Kapolda harus melalui Wanjakti yang dipimpin oleh Wakapolri,” tuturnya, Senin (23/12).

Dalam penentuannya, Wanjakti juga tidak akan ceroboh dan tanpa memiliki pertimbangan dalam menunjuk seseorang.

“Jadi ada pertimbangan yang matang memilih Irjen Nana jadi Kapolda Metro Jaya,” tegasnya.

Soal Nana yang pernah bersanding dengan Jokowi di Solo, menurutnya, adalah hal yang wajar jika keduanya menjadi cukup dekat.

Sebaliknya, kedekatan Jokowi dan Nana itu menjadi bukti bahwa Forum Komunikasi Daerah (Forkominda) di Surakarta memang berjalan dengan sangat baik. Pun demikian pula dengan era Sigit Listyo Prabowo.

“Pak Nana menjadi Kapolres, pada saat itu bisa bekerja sama dengan baik bersama wali kotanya. Itulah prestasi yang luar biasa yang jarang dinilai oleh banyak orang,” jelas Andrea.

Dalam perkembangannya, Polri juga dituntut bisa menyesuaikan tuntutan zaman. Seorang polisi, bukan saja harus piawai dalam menangani dan mengungkap kasus.

Kini, Polri juga dituntut menguasai dan bisa memanfaatkan secara maksimal teknologi yang ada agar menjadi polisi modern.

Akan tetapi, Polri juga dituntut tetap bisa menjalin kemitraan dan keterpaduan dengan berbagai pihak, bukan saja dengan mitra kerjanya.

Karena itu, ia menilai, dengan tetap menjaga keterpaduan dengan lembaga, instansi dan institusi lain, bisa menjadikan polisi modern guna mengakomodir harapan, kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Polisi seperti itu pula yang sejak dua dekade silam sudah dikembangkan dan diterapkan di negara-negara maju.

“Di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat (AS), perspektif polisi modern sudah seperti itu,” ulas Andrea.

Menilik pada sejarah sinergisitas Jokowi dan Nana saat di Solo, maka wajar pula jika kemudian Jokowi yang kini menjadi presiden melanjutkan sinergisitas tersebut.

“Adalah hal yang wajar jika sekarang Nana dipercaya mantan wali kotanya, yang kebetulan sebagai presiden, untuk mengemban amanah strategis dalam tubuh Polri,” papar Andrea.

Sebaliknya, pihaknya mempertanyakan ucapan Neta soal “Geng Solo” yang ia nilai cenderung diskriminatif. Hal itu bertentangan dengan Pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.  “Membangun pemikiran pengkotak-kotakan tersebut berbahaya, dapat memecah belah NKRI,” tegasnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook