JAKARTA (RP) - Giliran Penegak Amanat Reformasi Rakyat (PARRA) Indonesia mengecam keras pernyataan mantan Menteri Penerangan Malaysia Zainudin Maidin yang menghina Presiden RI ketiga, BJ Habibie.
Organisasi sayap Partai Amanat Nasional itu mendesak mendesak Pemerintah Malaysia meminta maaf kepada Habibie dan keluarga, serta kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Pemerintah Malaysia juga harus mintaa maaf kepada seluruh rakyat Indonesia,"" kata Ketua Umum DPP PARRA Indonesia, Rusli Halim Fadli, Selasa (11/12).
Ia menilai pernyataan itu merupakan tudingan dan tuduhan yang sangat keji. "Itu telah melukai hati masyarakat dan bangsa Indonesia," tegasnya.
Rusli mengatakan, jika pemerintah Malaysia tidak meminta maaf, maka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bersikap tegas. "Presiden SBY harus mengusir Duta Besar Malaysia untuk Indonesia dan memutuskan hubungan diplomatik dengan negeri tersebut,"" kata Rusli.
Sebab, dia menegaskan, Malaysia sudah keterlaluan. Penghinaan kali ini dianggap PARRA sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Menurutnya, sebagai bangsa serumpun mereka terlalu sering melukai hati rakyat Indonesia. "Oleh karena itu, jalan satu-satunya bila Pemerintah Malaysia tidak meminta maaf, maka pemerintah SBY harus mengusir dubes Malaysia,"" pungkasnya.
Seperti diketahui, BJ Habibie dihina mantan Menteri Penerangan Malaysia Zainudin Maidin. Dalam tulisannya yang dimuat di surat kabar Utusan Malaysia Zainudin menyebut bahwa Habibie adalah pengkhianat bangsa.
Salah satu kesalahan Habibie menurut Zainudin adalah telah melepas Timor Timur dari Wilayah Indonesia pada 1999 silam. "Beliau mengakhiri jawatan dalam kehinaan setelah menjadi presiden sejak 20 Oktober 1999," tulis Zainudin.
Dalam tulisan berjudul "Persamaan BJ Habibie dengan Anwar Ibrahim", Zainudin memang mengkritik keduanya. Zainudin menuduh Habibie menjadi gunting dalam lipatan dalam pemerintahan Presiden Indonesia Soeharto. Hal tersebut sama dengan apa yang dilakukan Anwar terhadap pemerintah Mahathir Mohammad.
Nah, puncak penghinaan itu sepertinya berada di akhir tulisan. "Pada hakikatnya mereka berdua tidak lebih daripada The Dog Of Imperialism," tulisnya.
Tentu saja tulisan itu membuat beberapa poltisi Indonesia geram. Salah satunya adalah anggota DPR dari Fraksi PAN Teguh Juwarno. "Menurut saya itu adalah kalimat tidak senonoh yang tidak layak disampaikan seorang mantan menteri apalagi menteri penerangan," sesal Teguh Juwarno, Selasa (11/12). (boy/jpnn)