Ada Kasus di SP3, Mahasiswa Lepaskan Tikus ke dalam Kantor Kejati

Hukum | Jumat, 11 September 2020 - 19:03 WIB

Ada Kasus di SP3, Mahasiswa Lepaskan Tikus ke dalam Kantor Kejati
Massa dari BEM UIR melepaskan tikus di depan pintu gerbang Kejati Riau, Jalan Sudirman, Pekanbaru sebagai bentuk kekecewaan keluarnya SP3 dugaan korupsi pengadaan video wall di Diskominfotiks Kota Pekanbaru, Jumat (11/9/2020).(MHD AKHWAN/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Belasa massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Riau menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Jumat (11/9/2020). Aksi ini merupakan  bentuk penolakan terhadap penghentian penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan Video Wall di Diskominfotik dan Persandiaan Kota Pekanbaru. 

Dalam pelaksanaan aksi yang mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian, massa turut membawa sejumlah atribut. Di antaranya sebuah kotak berisikan beberapa ekor tikus warna putih. Terhadap tikus itu dilepaskan mereka ke dalam Kantor Korps Adhyaksa sebagai bentuk kekecewaan  atas kebijakan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara senilai Rp4,4 milar. 


"Kami beransumsi, bahwa Kejati Riau bermain mata dan masuk angin. Karena, kasus dugaan korupsi pengadaan video wall di-SP3 beberapa waktu lalu," ungkap Ketua Presma BEM UIR, Novrianto. 

Pada perkara ini, kata Novrianto, penyidik telah menetapakan dua orang tersangka VH selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegitan (PPTK), dan Direktur CV Solusi Arya Prima (SAP) berinisial AM selaku penyedia barang. Keduanya, diketahui telah mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatannya. 

"Seharusnya, meski uang kerugian negara dikembalikan proses hukum tetap berlanjut. Jadi, di sini kami beransumsi bahwa Kajati bermain mata dengan kaum-kaum elit," jelasnya. 

Ketua Presma BEM UIR menambahkan, tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam jumlah besar berpotensi merugikan keuangan negara. Sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas politik suatu negara. Untuk itu, pemberantasan korupsi secara hukum pidana mesti dilaksanakan dengan konsisten ketentuan undang-undang yang berlaku serta ketentuan terkait yang bersifat represif.

Bahkan kata dia, dalam penanganan Tipikor, jaksa berperan sebagai penyidik dan sebagai penuntut umum. Oleh karena itu, jaksa pada pemberantasan Tipikor secara hukum pidana memiliki peranan sangat dominan. 

"Namun, demikian jaksa sebagai penyidik dalam pemberantasan Tipikor di Kejati Riau belum membawa hasil yang maksimal. Sejak 2018 sampai pertengahan 2019, ada 105 perkara yang ditangani dari 33 terdakwa dan jumlah kerugian negara keseluruhan perkara sekitar Rp27 miliar," sebutnya. 

Atas kondisi ini, ia menilai, Kajati Riau belum maksimal menjalankan tugas wewenangnya selaku penegak hukum. Tetapi diduga, kekuasaannya untuk kepentingan politik, kepentingan ekonomi, kepentingan eksistensi dan diduga bermain mata dengan para elit. Sehingga, dinilai gagal mengatasi kasus Tipikor di Bumi Melayu

"Kajati juga dinilai sangat lambat dalam mengatasi kasus tipikor yang ada di Riau. Bahkan, baru-baru ini terjadi SP3 atas kasus dugaan korupsi pengadan video wall. Untuk itu, kami menuntut Kajati Riau  meletakkan jabatannya secara hormat, karena dinilai tidak bisa menjalankan jabatannya dengan baik. Lalu, mendesak Kajagung memeriksa memeriksa Kajati Riau," pintanya.

Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan menyampaikan, mengapresiasi setinggi-tingginya atas dukungan yang disampaikan para mahasiswa. Ditegaskannya, Kejati Riau akan menuntaskan segala laporan Tipikor yang masuk.

"Kami berkerja secara profesional dan profosional dengan mengikuti segala aturan serta ketentuan yang berlaku," kata Muspidauan kala menjumpa para mahasiswa. 

Selengkapnya baca koran Riau Pos edisi terbit, Sabtu (12/9/2020)

Laporan: Riri Radam (Pekanbaru)

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook