Disebut Terkorup, Polri Tantang TI

Hukum | Kamis, 11 Juli 2013 - 09:07 WIB

JAKARTA (RP) - Hasil Survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013 yang dirilis Transparency International (TI) menempatkan Polri sebagai lembaga paling korup di Indonesia.

Namun hal ini tidak membuat Mabes Polri panik. Mereka justru menantang lembaga survei tersebut untuk menunjukkan dari sisi mana polisi bisa dikatakan lembaga terkorup. Jika tidak, maka survei tersebut perlu diragukan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Ditemui di kantornya, Rabu (10/7), Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menyatakan, setiap lembaga survei memiliki metode dan responden masing-masing. Namun, Polri tetap harus menerima apa pun bentuk teguran dan kritik yang disampaikan masyarakat, sekalipun kritik yang disampaikan membuat kuping panas.

‘’Kalau memang benar (Polri lembaga terkorup, red), kami minta maaf dan siap perbaiki segala kekurangan,’’ ujarnya. Namun, pihaknya meminta lembaga survei untuk fair.

Dalam arti, lembaga tersebut bisa menunjukkan simpul mana di lembaga Polri yang perlu diperbaiki sehingga tidak korup.

Menurut mantan Kapolwiltabes Surabaya itu, jika hanya sebatas kesimpulan, maka hasil survei tersebut belum bisa memberi hasil positif ke Polri. Artinya, lembaga tersebut hanya sekadar menuduh tanpa landasan dan masukan yang jelas.

Ronny mengakui, banyak kritik dan masukan yang diberikan masyarakat. Berbagai sanksi juga sudah diterapkan kepada anggota yang terbukti melanggar. Namun, sebagai lembaga yang paling dekat dengan masyarakat, pihaknya selalu berupaya bermitra secara intens.

‘’Kami selalu memperhatikan koreksi masyarakat. Jika hasil penelitian baik, maka akan bisa memberi masukan yang baik pula,’’ tutur alumnus Akpol 1984 itu.

Dalam menegakkan aturan internal, Polri tetap menggunakan asas praduga tidak bersalah. Pihaknya harus menemukan fakta hukum yang bisa menjadi pijakan untuk sanksi. ‘’Pimpinan Polri tidak akan pernah membela bawahannya yang salah,’’ tambahnya.

Sebelumnya, TI merilis survei kepolisian menempati peringkat pertama sebagai lembaga yang dianggap paling korup oleh masyarakat di beberapa negara wilayah Asia Tenggara. Hal tersebut berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013.

‘’Polisi lembaga dianggap lembaga paling korup di Asia Tenggara yaitu 3,9 dari skala 1 sampai 5,’’ ujar Peneliti TI Indonesia (TII), Wahyudi Tohari dalam rilis survei TI di Jakarta, Selasa (9/7) seperti yang dikutip dari www.forumkeadilan.com, kemarin.

Survei dilakukan dengan mengisi skor 1 sampai 5. Angka 1 berarti sama sekali tidak korup dan angka 5 berarti sangat korup. Negara yang masyarakatnya menyebut kepolisian lembaga paling korup yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Posisi lembaga terkorup berikutnya adalah partai politik (3,6), pejabat publik (3,5), peradilan (3,4) dan parlemen (3,3).

Untuk Indonesia sendiri, kepolisian dan parlemen menempati urutan pertama yang dianggap paling korup (4,5). Kemudian, secara berturut-turut yaitu peradilan (4,4), partai politik (4,3), pejabat publik (4), bisnis (3,4), kesehatan (3,3), pendidikan (3,2), militer (3,1), LSM (2,8), lembaga keagamaan (2,7), dan media (2,4).

‘’Polisi, parlemen, dan peradilan, tiga lembaga yang dianggap paling korup di Indonesia,’’ kata Wahyudi. Survei dilakukan pada 114.000 orang responden di 107 negara pada kurun waktu September 2012 hingga Maret 2013. Reponden merupakan masyarakat dengan populasi rumah tangga.

Di wilayah Asia Tenggara mencakup negara Indonesia, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Di Indonesia sendiri survei dilakukan terhadap 1.000 responden di lima kota yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Bandung.

Ketua Pengurus Harian TII Natalia Soebagjo mengatakan, polisi menjadi urutan pertama karena selama ini perannya paling dekat dengan masyarakat.

‘’Itu yang dirasakan oleh masyarakat. Ini hasil pengalaman orang itu sendiri. Polisi adalah yang mereka alami. Tentu ini range-nya bisa pada praktik korupsi kecil-kecilan, seperti di jalanan tapi bisa sampe ke yang tinggi. Ini karena banyak layanan-layanan yang langsung dialami masyarakat,’’ katanya.(byu/fat/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook