Liem Sioe Liong Wafat

Hukum | Senin, 11 Juni 2012 - 08:22 WIB

Liem Sioe Liong Wafat
Liem Sioe Liong (Foto: JPNN)

JAKARTA (RP) - Taipan industri dan perbankan di Indonesia Soedono Salim, atau yang dikenal dengan Liem Sioe Liong meninggal dunia dalam usia 96 tahun.

Sudono menutup usianya yang hampir seabad itu di RS Mount Elizabeth Singapura, Ahad (10/6), sekitar pukul 15.50 waktu setempat. Liem meninggalkan istri, Lie Las Nio atau Lilani dan empat orang putra-putri, yakni Albert, Andre Halim, Anthony Salim, dan Mira.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Soedono Salim yang kerap disapa dengan Om Liem, merupakan pengusaha sukses Indonesia yang memiliki puluhan gurita bisnis. Beberapa usaha yang berhasil didirikan oleh Salim di antaranya Central Bank Asia pada 1957 yang kemudian menjadi Bank Central Asia (BCA) pada 1960.

Selain itu, Salim juga merupakan pendiri sekaligus pemilik perusahaan di bawah jejaring Grup Salim, PT Bogasari Flour Mill, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, PT Indocement, dan PT Waringin Kencana.

Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang, yang juga merupakan menantu dari Soedono Salim membenarkan kabar kematian tersebut. Menurut pria yang kerap disapa Franky itu, ayah mertuanya yang lahir pada 16 Juli 1916 tersebut akan disemayamkan di Negeri Singa.

‘’(Sudono Salim) disemayamkan di Singapura. Saya besok (hari ini, red) ke sana. Sekarang saya masih di Bali,’’ ungkap pria yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, kepada JPNN melalui ponsel kemarin.

Pria yang diserahi tanggung jawab pada strategi bisnis Bogasari Grup sejak 1995 itu mengatakan, bahwa sebab meninggalnya Salim hanyalah faktor usia yang terlampau senja.

Pernyataan Franky seolah mementahkan berbagai sumber yang terhimpun, bahwa Salim memiliki riwayat penyakit jantung. ‘’Bayangkan saja Anda di usia 96 tahun. Selama ini tidak ada riwayat penyakit yang diderita almarhum,’’ tuturnya.

Sementara itu, teman dekat Salim sesama pengusaha, sekaligus Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi memaparkan, hingga malam tadi saat dihubungi JPNN, pihaknya masih belum mengetahui tempat dimakamkannya Salim. ‘’Belum tahu dimana dimakamkan, karena masih rapat keluarga,’’ terang Sofjan.

Sofjan Wanandi yang juga menjadi rekan Salim di Yayasan Prasetya Mulia mengatakan, mereka berdua masih sering bertemu, setidaknya saat Tahun Baru Imlek. Dalam beberapa pertemuan terakhir, Salim tak sesegar sebelum-sebelumnya. ‘’Sering mengeluhkan sakit dan tak sebugar dahulu. Jadi kabar ini (meninggal, red) cukup mengagetkan,’’ jelasnya.

Menurut Sofjan, Salim merupakan pebisnis yang sangat ulet. Sofjan mengatakan bahwa Salim memiliki ambisi untuk membuat Indonesia lebih maju. Penduduk Indonesia yang mencapai 234 juta jiwa, ungkap Sofjan menirukan Salim, merupakan kekuatan yang besar ketika mencapai kemakmurannya. ‘’Makanya, dia (Salim, red) membangun banyak pabrik dan menyerap jutaan pekerja. Liem merupakan pengusaha sekaligus pekerja keras,’’ terangnya.

Sayang, lanjut dia, badai krisis yang menghantam Indonesia 1997-1998, Salim yang yang dikenal dekat dengan Presiden di era Orde Baru, Soeharto, meninggalkan Indonesia dan menyerahkan gurita bisnisnya kepada sang anak: Anthoni Salim. ‘’Peristiwa 1997-1998 merupakan pukulan besar bagi Liem. Karena itu meninggalkan Indonesia dan pergi ke Singapura,’’ paparnya.  

Sementara Menteri Perindustrian MS Hidayat menerangkan bahwa industri yang digarap oleh Salim selalu membidik sektor-sektor yang strategis. ‘’Terutama di industri makanan dan minuman. Tak hanya di Indonesia, ekspansi jejaring bisnis Salim juga mencapai Filipina dan Asia Pasifik,’’ ungkap Hidayat saat dihubungi JPNN.

Menurut Hidayat, gurita bisnis Soedono Salim tersebut harus dimaksimalkan oleh generasi penerusnya. ‘’Selama ini perusahaan Salim Grup merupakan perusahaan yang berjalan dengan sehat. Ekspansinya juga cukup positif sejauh ini. Misalnya Anthoni yang berminat di bisnis infrastruktur, dan berencana membangun pabrik gula di luar Jawa,’’ tegasnya.

Dua Sisi Mata Uang Soeharto-Salim

Liem Sioe Liong dan mantan Presiden Soeharto ibarat dua sisi dalam sekeping uang logam. Keduanya besar bersama, jatuh pun bersama. Meski jatuh dengan nama buruk, Liem dan Soeharto tetap punya nama besar hingga kini.

Sepak terjang Liem dimulai ketika pada 1936, pada usia 20 tahun, putra kedua keluarga petani di Fuqing, Provinsi Fujian, Cina itu memutuskan merantau ke Indonesia. Dia menyusul kakaknya, Liem Sioe Hie, dan kakak iparnya, Zheng Xusheng yang lebih dulu menjadi saudagar minyak sawit di Medan sejak 1922. Setelah menjadi pemasok minyak sawit terbesar di era 1940-an, Liem lantas hijrah ke Kudus, memulai usaha sebagai penyalur cengkeh dan tekstil.

Dengan jaringan yang dimilikinya, Liem mendatangkan tembakau dan cengkeh dari Sumatera, Maluku, dan Sulawesi Utara melalui pelabuhan Singapura untuk industri rokok di Kudus.

Bisnisnya berkembang dengan mendatangkan obat-obatan untuk gerilyawan di masa pendudukan Belanda. Sesekali, Liem juga menyelundupkan senjata untuk tentara. Karena sering berinteraksi dengan tentara, Liem akhirnya bertemu Soeharto ketika masih menjadi perwira di Kodam IV/Diponegoro di Semarang. Pada 1952, Salim mendapatkan hak monopoli pengadaan sabun untuk tentara.

Segera setelah Soeharto menjadi Presiden pada 1968, Liem memperoleh hak monopoli cengkeh dan tepung terigu. Pada tahun 1969, ketika rezim Soeharto mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor: 6/1969 supaya warga keturunan Tionghoa mengganti nama, Liem lantas mengubah namanya menjadi Sudono Salim.

Pada 1973, ketika konstruksi sedang giat dilakukan pemerintah, Liem mendirikan industri semen. Pada 1990, memanfaatkan terigu yang dikuasainya, Liem mendirikan Indofood yang hingga kini menguasai pasar mie instan di tanah air.

Bisnisnya kian mengkilat ketika mendirikan Central Bank Asia pada 1957 yang lantas berubah nama menjadi Bank Central Asia (BCA) pada 1960. Pada 1997, kelompok usaha Salim Grup memiliki sekitar 500 perusahaan dengan nilai sekitar mencapai 20 miliar dolar AS dan memiliki tak kurang dari 200 ribu tenaga kerja. Salim juga langganan daftar 25 besar pengusaha terkaya di Asia dan 100 Orang Terkaya di Dunia versi majalah Forbes.

Bisnisnya mengalami kemunduran saat krisis moneter ketika utangnya diprediksi mencapai 4,8 miliar dolar AS. Untuk melunasinya, Liem harus melego 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7 triliun.

Ketika kerusuhan Mei 1998, menjelang jatuhnya Soeharto, rumah Liem di Pasar Baru, Jakarta, dijarah dan dibakar massa. Momen paling dramatis yang terekam kamera adalah seorang penjarah membawa foto besar Liem dan membakarnya di depan pagar rumahnya. Liem sempat mengungsi ke Los Angeles, Amerika Serikat, sebelum memutuskan tinggal di Singapura.

Liem menyerahkan manajemen Salim Grup ke putranya, Anthony Salim pada 1992. Setelah sempat diserahkan pada profesional, Antony kembali menakhodai Indofood pada 2004. Hingga kini, Indofood adalah salah satu penopang utama bisnis Salim Grup.(dim/nw/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook