JAKARTA (RP) - Pelaksanaan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih aktif Januari 2014 nanti. Tapi, peringatan pengelolaan yang tepat sudah mulai bermunculan.
Di antaranya diutarakan oleh anggota dewan Jaminan Sosial Nasional Dr Fachmi Idris. Dia mengatakan, anggaran BPJS bisa tekor jika pecandu rokok juga ikut tertanggung.
Fachmi mengatakan, memang masyarakat pecandu rokok menjadi polemik dalam sistem penanggunan BPJS.
Dia mengatakan, jumlah pecandu rokok laki-laki dewasa di Tanah Air ini mencapai 60 persen lebih.
Sementara itu, perokok perempuan juga mengalami perkembangan yang mengkhawatirkan.
Jebolan Fakultas Kedokteran Unsri, Palembang, ini mengatakan jika keberadaan para pecandu rokok dalam sisteam BPJS memang menjadi polemik besar.
“Kita masih sulit untuk mengeluarkan pernyataan tegas jika pecandu rokok tidak dimasukkan BPJS,” katanya.
Namun, dari kesulitan mengeluarkan pernyataan tegas ini justru menjadi boomerang. Menurut Fachmi, dengan sikap ketidaktegasan ini masyarakat pecandu rokok malah bisa meremehkan.
“Tenang saja, kalaupun nanti sakit akan ditanggung pemerintah,” tutur Fachmi. Dia sangat khawatir jika kondisi ini benar-benar terjadi kelak ketika BPJS mulai benar-benar dijalankan. Sebab, bisa membuat tekor anggaran yang dikeluarkan pemerintah melalui sistem BPJS.
Sebagai antisipasinya, Fachmi mengusulkan jika pemerintah mulai saat ini fokus merubah paradigma sakit menjadi paradigm sehat. Jadi, katanya, pemerintah sudah tidak terlalu sibuk membicarakan tentang bagaimana menyembuhkan orang sakit, dan berapa anggarannya.
Tetapi, lebih fokus pada bagaimana menjaga penduduk Indonesia tetap sehat.
Untuk menjalankan paradigma atau pola pikir baru ini, Fachmi mengatakan perlu digiatkan rencana menjalankan dokter keluarga. Dia menjelaskan, satu dokter keluarga ini adalah seorang dokter umum yang bertugas melayani sekitar dua ribu orang.
Dengan total penduduk Indonesia sekitar 237 juta jiwa, maka diperlukan dokter keluarga sejumlah 125 ribu orang.(wan/jpnn)