JAKARTA (RP) - Agenda Tim Pengawas (Timwas) kasus Century DPR seyogyanya telah mengagendakan rapat pada Rabu, 10 April 2013 pukul 10.00 WIB dengan memanggil unsur pejabat Bank Indonesia seperti Eddy Sulaiman Yusuf, Sugeng, Dodi Budi Waluyo dan Zainal Abidin
Selain itu Timwas memanggil mantan Direksi dan Komisaris Bank Century seperti Hermanus Hasan Muslim, Hamidy SE, Drs. Sulaiman Ahmad Basyir, Poerwanto Kamsjadi dan Drs. Rusli Prakarsa bersama notaris yang menandatangani akta Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP), Buntario Tigris.
"Rapat tersebut dilakukan untuk meminta penjelasan atau keterangan terkait pemberian FPJP Bank Century," ujar anggota Timwas Century, Bambang Soesatyo dalam pesan singkat, Selasa (9/4).
Sayangnya, lanjut Bambang mengatakan, Gubernur BI Darmin Nasution tiba-tiba melayangkan surat pemberitahuan bahwa para pejabat BI tersebut berhalangan hadir.
Menurut Darmin, anak buahnya Doddy, Zainal dan Sugeng sedang mempersiapkan Rapat Dewan Gubernur. Sedangkan Eddy Sulaiman sudah tidak lagi di BI dan saat ini berada di luar negeri.
Politisi Partai Golkar tersebut mengaku ketidakhadiran para pejabat BI yang dipanggil Timwas jelas mengecewakan. Pasalnya ada sejumlah fakta yang harus diklarifikasi. "Ada kesan BI menghindar," ucapnya.
Fakta pertama kata Bambang, berdasarkan Perjanjian Pemberian FPJP Nomor 176 tanggal 14 Nopember 2008 diketahui bahwa pihak BI dan pihak Bank Century telah menghadap kepada Notaris, Buntario Tigris pada tanggal 14 November 2008 pukul 13.30 WIB.
Kemudian berdasarkan Surat Kuasa Gubernur BI Nomor 10/68/Sr.Ka/2008, Boediono -Gubernur BI kala itu- menunjuk Eddy Sulaeman Yusuf, Sugeng, dan Dody Budi Waluyo untuk bertindak untuk dan atas nama Dewan Gubernur dalam melakukan perjanjian dengan Bank Century.
"Kronologi ini yang perlu didalami Timwas karena terkait dengan pencairan FPJP yang penyalurannya diduga menyimpang," ujar anggota Komisi III DPR tersebut.
Fakta kedua kata Bambang, penandatanganan perjanjian itu seolah-olah telah sesuai ketentuan, sehinga FPJP dapat dicairkan pada hari itu juga.
Padahal menurut Bambang, ada sejumlah keganjilan yang mengindikasikan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi dan cenderung proforma serta tidak valid. " Jadi perlu dilakukan rekonstruksi," tandasnya. (gil/jpnn)