Konversi BBM Masih Lama

Hukum | Selasa, 10 Januari 2012 - 11:06 WIB

JAKARTA (RP) - Rencana pemerintah membatasi penggunaan BBM bersubsidi  mulai 1 April, belum disertai kesiapan infrastruktur pendukung.

Terutama persediaan converter kit bagi kendaraan yang akan beralih ke bahan bakar gas.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hingga 1 April mendatang, persediaan converter kit diperkirakan baru mencukupi untuk kawasan Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek).

Belum lagi soal stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG), yang hingga kini baru tersedia enam tempat. Dengan demikian, konversi BBM ke bahan bakar gas, terutama untuk daerah luar Jawa seperti Riau masih akan lama.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, kebutuhan converter kit untuk Jawa dan Bali diperkirakan mencapai 250 ribu unit.

“Itu untuk Jawa Bali. Tapi nanti kalau persediaan konverter kit-nya belum semuanya, mungkin bertahap lagi. 1 April mungkin Jabodetabek dulu,” kata Jero usai rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Senin (9/1).

Selain untuk kendaraan angkutan umum, converter kit menjadi alternatif bagi mobil pribadi yang enggan beralih ke Pertamax. Namun harga converter kit ini masih cukup mahal, yakni antara Rp10 juta hingga Rp15 juta.

Untuk angkutan umum, converter akan dibagikan gratis. Sedangkan untuk kendaraan pribadi, tetap harus membeli sendiri.

Jero mengatakan, untuk masyarakat menengah ke atas, memang akan lebih baik jika langsung menggunakan Pertamax.

“Tetapi untuk masyarakat kelas menengah ke bawah ini tidak mampu membeli Pertamax, kami akan mendorong membeli gas. Untuk membeli gas ada peralatan yang harus tersedia, satu di mobilnya sendiri harus ada converter kit dan inilah yang harus kita urus,” kata Jero.

Sebelumnya di kompleks Istana Kepresidenan, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyambut positif jika PT DI akan memproduksi converter untuk mendukung kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Namun dia menggarisbawahi, hal itu tidak bisa dilakukan serta-merta dan terburu-buru.

‘’Kita bangga nanti kalau punya produk nasional untuk itu, tapi kan semuanya harus melalui suatu proses, pengujian, pengetesan,” kata Hatta. Dia mengatakan, hingga pengujian selesai dilakukan, converter itu baru bisa digunakan. “Kita ingin semuanya safe. Asas-asas safety itu number one,” imbuhnya.

Besan Presiden SBY itu mengatakan, rencananya converter akan dibagikan secara gratis untuk angkutan umum (pelat kuning). Sementara untuk kendaraan pribadi (pelat hitam), pemerintah sedang memikirkan cara untuk memberikan subsidi. “Subsidi misalnya. Ada kemudahan-kemudahan,” katanya.

Terkait dengan pro kontra jelang penerapan pembatasan BBM bersubsidi, Hatta memilih tidak banyak komentar dan fokus pada tahap persiapannya. “Persiapan berjalan saja, sebanyak mungkin kita bangun SPBG-nya, sebanyak mungkin menyediakan converternya,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah melalui kementerian ESDM sudah membentuk dua tim, yakni tim sosialisasi dan tim pengawasan. Tujuannya proyek pengalihan ke BBG itu bisa sukses karena hemat dan membuat udara bersih. “Kita lakukan bertahap. Sekarang ini kita mulai saja, jangan menunggu April. Pokoknya jalan sekarang, yang dipercepat persiapannya,” urainya.

Dengan pembatasan BBM bersubsidi, nantinya premium hanya akan digunakan untuk sepeda motor. Untuk diketahui, dari jatah premium 24 juta kilo liter tahun lalu, 40 persennya dihabiskan untuk sepeda motor.

Sedangkan untuk angkutan umum, penggunaan premium masih diperbolehkan, namun akan dibatasi. Pembatasannya masih menunggu keputusan Kementrian ESDM. Nantinya, angkutan umum akan dipasang RFID (Radio Frequency Identification) yang akan mengontrol penggunaan premium.

Pengawasannya akan diserahkan kepada Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan dikenakan sanksi, yaitu tidak dibayarkan subsidi jika masih menjual BBM bersubsidi (premium) kepada mobil pribadi di Jawa-Bali mulai 1 April nanti.

‘’Sanksi untuk SPBU yang membandel adalah dengan tidak diberikan dana subsidi kepada SPBU tersebut,’’ ujar Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim kemarin.

Ibrahim mengatakan, selama ini penjualan premium di SPBU bersubsidi dibeli dengan harga keekonomian dari Pertamina. Setelah itu, uang subsidi diganti oleh pemerintah.

‘’Sanksi model itu sudah kita terapkan sebenarnya. Dan itu paling efektif,’’ kata dia.

Agar SPBU tertib, Ibrahim menyarankan agar SPBU membuat baris terpisah antara mobil berpelat hitam dan berpelat kuning. ‘’Jadi akan ketahuan kalau ada mobil pribadi yang mengantri di jalur mobil pelat kuning,’’ kata dia.

Sanksi lain untuk SPBU bersifat administratif. Yakni, tidak diberi jatah tambahan. Ibrahim berharap Pemda juga turut melakukan pengawasan. Tahun ini pemerintah menyediakan 40 juta kilo liter BBM bersubsidi.

Tahun lalu konsumsi BBM bersubsidi mencapai 42 juta kilo liter. Tahun lalu, konsumsi premium di Jawa-Bali mencapai sekitar 1,1 juta kilo liter per hari. Sebanyak 53 persen dari jumlah tersebut digunakan untuk mobil pribadi.(sof/fal/nw/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook