JAKARTA (RP) - Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (wajar dikdas) belum berjalan lancar. Buktinya, delapan persen lulusan SD setiap tahun tidak melanjutkan ke SMP. Lalu, ada 169 kabupaten atau kota yang memiliki angka partisipasi kasar (APK) SMP rendah. Hal itu karena kurangnya gedung sekolah dan budaya bersekolah yang rendah.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, sejatinya kepesertaan siswa usia sekolah di jenjang SMP secara nasional sudah seratus persen. "Tetapi indikator itu saja tidak bisa jadi patokan," katanya dalam pagelaran Festival dan Lomba Seni Siswa Sekolah (FLS2N) di Jakarta, Kamis (7/11).
Di sejumlah daerah angka partisikasi di SMP masih lebih rendah dibanding rerata nasional. Di titik-titik itulah upaya memasukkan lulusan SD ke SMP harus digenjot. "Kita harus mencari tahu alasannya apa," papar dia.
Umumnya rendahnya angka partisipasi di SMP disebabkan karena infrastruktur pendidikan yang tidak ada. Infrastruktur berupa gedung SMP negeri idealnya minimal ada satu unit di setiap desa atau kelurahan. Saat ini jumlah SMP di seluruh Indonesia ada 35.492 unit dengan daya tampung sekitar 13 juta siswa. Sementara itu jumlah SD mencapai 146.967 unit sekolah dengan kapasitas sekitar 27 juta siswa.
Untuk mengatasi kekurangan unit SMP, Kemendikbud akan terus dilakukan pembangunan unit sekolah baru (USB). Sudah disiapkan anggaran untuk membangun 30 unit SMP. Selain itu pemerintah juga dibantu oleh lembaga donor asing untuk membangun 160 unit SMP. "Jadi total ada 190 unit SMP baru yang didirkan pemerintah dan bantuan asing tahun depan," katanya.
Sampai saat ini titik-titik pendirian SMP itu masih belum ditentukan. Kemendikbud memutuskan membangun sekolah itu sesuai dengan kebutuhan dan permintaan. Mayoritas unit sekolah baru itu akan dibangun di kawasan 3T (terluar, terpencil, dan tertinggal). "Program wajar dikdas tetap harus dituntaskan," tegasnya. (wan/ca/jpnn)