Denny Dianggap Langgar UU Pemasyarakatan

Hukum | Minggu, 08 April 2012 - 09:02 WIB

Denny Dianggap Langgar UU Pemasyarakatan
Denny Indrayana

JAKARTA (RP) - Komentar tentang kasus penamparan sipir LP Pekanbaru oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana terus bermunculan. Bahkan masih ada yang mengecam cara-cara Denny dalam membina bawahannya itu.

Salah satunya dari Ketua Komisi II DPR RI yang juga anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan, Agun  Gunanjar Sudarsa. Agun bahkan menyebut tindakan Denny menampar sipir bukan hanya telah melanggar HAM, tetapi juga telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Harusnya Denny Indrayana memasuki lapas menggunakan berita acara dari BNN. Sekalipun dengan alasan sidak, tetap tidak diperbolehkan," kata Agun saat dihubungi, kemarin (7/4).

Politisi Partai Golkar itu menyayangkan tindakan Denny yang seharusnya tak dilakukan oleh pejabat publik.  "Saya harap hal ini harus ditindak tegas, yaitu segera mencopot jabatannya sebagai Wamenkum HAM," katanya.

Menurut Agun, dia sudah membaca surat keprihatinan yang dikirimkan Menkumham Amir Syamsuddin. Agun menegaskan, tindakan Denny juga menyalahi prosedur yang tertera dalam MoU antara Lembaga Pemasyarakatan dengan BNN. "Lembaga pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan undang-undang dan memiliki dasar hukumnya," kata Agun.

 

Di tempat terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi intimidasi oleh Wamenkum HAM Denny Indrayana terhadap dua petugas Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Riau. Komnas HAM juga menemukan adanya kekerasan.

Dua temuan itu terungkap dalam gelar rekonstruksi kasus penamparan Denny di Lapas di Pekanbaru, Kamis (5/4). "Intimidasi ditujukan langsung kepada kedua orang korban kekerasan dan secara kelembagaan, yakni Lapas Kelas IIA Pekanbaru," kata komisioner Komnas HAM Ridha Saleh.

Ridha menjelaskan, reka ulang itu untuk memperjelas dugaan kasus yang kini masih menjadi pro-kontra. "Kita ingin mengetahui peristiwa sebenarnya. Ini sudah menjadi prosedur tetap Komnas HAM dalam mengungkap kasus yang menyangkut HAM, sehingga tidak ada kesimpangsiuran," kata Ridha. (ind/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook