JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Penangkapan Sudarto oleh jajaran Ditreskrimsus Polda Sumbar mendapat banyak sorotan. Manager program Pusaka Foundation itu telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus ujaran kebencian. Tetapi dia tidak menjalani penahanan.
Menko Polhukam Mahfud MD menilai penetapan tersangka kepada Sudarto telah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Maka, tidak perlu menjadi perdebatan publik.
Mahfud menyebut, ada sejumlah alat bukti yang dikantongi Polri dalam menetapkan Sudarto sebagai tersangka. Selain itu didukung pula dengan keterangan tujuh saksi dan saksi ahli bahasa serta ahli IT.
"Sudah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka dan bukti-bukti fisiknya sesuai dengan fakta yang di lapangan, misalnya facebook-nya (Sudarto)," kata Mahfud di Kemenko Polhukam Jakarta, Rabu (8/1).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menuturkan, penyidik Polri bekerja sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Setiap ada laporan kasus, maka ketika ditemukan alat bukti yang cukup akan dinaikan ke tahap penyidikan.
Akan tetapi, Polri tengah mengupayakan penyelesaian terbaik dalam kasus itu. Polri berharap jalur damai bisa ditempuh antara Sudarto dan pelapor. Dengan begitu diharapkan bisa menghindarkan dari kegaduhan.
"Polri sedang mengupayakan ada mediasi. Sehingga yang akan ditempuh nanti restorative Justice. Bukan formal semata, tapi restorative," ucap Mahfud.
"Kita harus fair juga kalau Polri itu tugasnya kan menegakkan hukum, kalau syarat-syarat yang dipenuhi tersangka dong. Bahwa itu nanti tidak dilanjutkan, itu kan tergantung pihak-pihak," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Diketahui, Sudarto adalah aktivis penyebar isu larangan perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar). Dia ditangkap jajaran Direktorat Krimsus Polda Sumbar pada Selasa (7/1), pukul 13.30.
Lantas dari pemeriksaan penyidik, Sudarto ditetapkan sebagai tersangka. Dengan dugaan ujaran kebencian yang menimbulkan keresahan. Ujaran kebencian itu dilakukan lewat media sosial, Facebook.
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, Sudarto dijerat dengan dugaan pelangaran atas pasal 28 ayat (2) Juncto Pasal 45 UU nomor 19 tahun 2016 atas perubahan UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Dengan jeratan tersebut, Sudarto terancam dengan hukuman maksimal enam tahun.
Bayu Setianto menyebut, tersangka tidak ditahan karena ada permintaan penangguhan dari pihak keluarga melalui kuasa hukumnya. Selain itu, Sudarto dianggap koorperatif dalam menjalani penyidikan.
Lebih jauh Pamen tiga melati itu mengatakan, pelanggaran UU ITE yang disangkakan Ditreskrimsus Polda Sumbar ke Sudarto bermula dari laporan masyarakat. Sudarto diduga membuat ujaran kebencian yang meresahkan di Facebook. Bahkan tulisan atau status-status di linimasa Sudarto berlangsung sejak 14 Desember 2019 hingga 24 Desember 2019. "Penetapan tersangka atas Sudarto sudah diawali dengan pemeriksaan para saksi, termasuk saksi ahli," ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal