Pembatasan BBM Bisa Gagal

Hukum | Minggu, 08 Januari 2012 - 09:10 WIB

Laporan JPNN, Jakarta

WACANA pembatasan BBM bersubsidi hingga awal 1 April 2012 terus mengalir dan pemerintah yakin bakal sukses melaksanakan program tersebut. Namun meski begitu, banyak kalangan meragukan ketegasan langkah pemerintah dalam menjalankan program tersebut. Mereka pun yakin bahwa program itu akan gagal dan berhenti di tengah jalan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Konsep pembatasan BBM ini sangat tidak jelas. Saya yakin berhenti di tengah jalan,” kata anggota harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (7/12). Tulus melanjutkan bahwa program pembatasan ini sangat menyulitkan para konsumen. Terutama tentang kendala infrastruktur yang sama sekali belum siap.

Menurut Tulus, rencana pembatasan tersebut sangat dipengaruhi oleh aspek politiknya dibandingkan dengan aspek ekonomi, sosial dan kebijakan energi. Karenanya apabila program tersebut benar-benar dipaksakan, maka konsumen adalah pihak yang paling dirugikan.

Memang pembatasan BBM subsidi bukanlah cara yang mudah. Sebab, pengguna mobil pribadi terhitung sejak tanggal 1 April dipaksa beralih menggunkan BMM nonsubsidi, misalnya pertamax yang harganya mencapai dua kali lipat harga BBM subsidi. Pemerintah pun berkilah. Apaliba konsumen tidak mau menggunakan pertamax yang lebih mahal, maka mereka bisa menggunakan bahan bakar alternatif, yakni LGV (Liquified Gas for Vehicle), untuk angkutan umum bisa menggunakan BBG.  

Tapi itu bukan perkara mudah. Sebab, apabila kendaraan-kendaraan tersebut menggunakan gas, maka kendraan tersebut harus dipasang converter kit yang harganya mencapai Rp10 juta. “Infrastrukturnya memang belum siap,” tambah Tulus dengan nada tegas.

Hal senada juga tegaskan Anggota Komisi VII  DPR Mardani Ali Sera. Politisi PKS itu mengaku bahwa kebijakan pemerintah tentang pembatasan ini juga jauh dari tujuan untuk menyejahterakan rakyat. Pasalnya konsep dan persiapannya terkesan tidak jelas. Bahkan menurut Mardani, dirinya dan rekan-rekannya yang duduk di parlemen sebenarnya lebih setuju apabila pemerintah dalam waktu dekat ini mengambil langkah menaikkan harga BBM subsidi.  “Sebenarnya saya setuju dengan upaya pengalihan dari minyak ke gas, namun itu harus disusun dengan blue print jangka panjang lebih jelas,” ujarnya. Nah, untuk itu dirinya memperkirakan program pembatasan BBM ini akan gagal atau mundur ke tahun-tahun berikutnya.

Mendapat cibiran dari berbagai pihak, ternyata tak menyurutkan semangat pemerintah untuk melaksanakan program tersebut. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo meyakinkan bahwa pemerintah sudah sangat siap dan matang melaksanakan program tersebut. Menurutnya, pemerintah juga telah menyiapkan infrastruktur untuk mendukung.

Menurutnya, ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk menyiasati pembatasan BBM subsidi. Misalnya, dia menghimbau agar masyarakat lebih banyak menggunakan kendaraan umum. Apabila tidak bisa juga dengan beralih menggunakan motor.

Nah, apabila tidak ingin beralih ke keduanya, maka bisa juga beralih ke LGV. Dia pun menerangkan bahwa infratruktur untuk menyediakan LGV juga cukup mudah. Sebab, itu hanya menggunakan  SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) yang sudah ada. Tidak perlu SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas). “Untuk LGV siapnya lebih siap. Kalau pindah ke pertamax kan tidak susah, tinggal ganti isinya,” kata Widjajono.

Sedangkan untuk conventer kit, pemerintah pun telah menyediakan dengan mengimpor converter kit itu. Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat menjelaskan, pemerintah membutuhkan sekitar 2,5 juta unit converter kit untuk bahan bakar gas. Untuk tahap awal, 250 ribu kebutuhan itu akan dipenuhi melalui impor. Dia beralasan, industri lokal belum mampu memproduksi sendiri.

Namun dia menegaskan, nantinya juga akan diproduksi sendiri untuk memenuhi kebutuhan 2,5 juta unit itu. “Tapi kan perlu persiapan dan perlu regulasi, standar untuk perawatan, bengkel untuk pemasangan. Mungkin 10 persen dari kebutuhan 2,5 juta akan kita impor,” kata Hidayat. Tapi saat ditanya kapan Keppres tentang pelaksanaan pembatasan BBM diterbitkan sebagai dasar pelaksanaan program itu, Widjajono hanya menjawab, “Secepatnya.” Dia mengaku tidak tahu pasti. Widjajono berkilah bahwa yang mendatangani Keppres tersebut adalah presiden. “Kan bukan saya yang mendadatangani. Tapi program ini harus dijalankan tahun ini,” katanya dengan nada tegas.(kuh/dim/fal/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook