Pungutan Jurnal Dilarang

Hukum | Selasa, 07 Februari 2012 - 07:33 WIB

JAKARTA (RP) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, Senin (6/2) kaget saat mendengar kabar ada pungutan dalam penyetoran karya ilmiah ke pengelola jurnal.

Mantan rektor ITS Surabaya tersebut khawatir hal itu akan membebani calon penulis. Terlebih ada aturan yang mensyarakat calon sarjana wajib menulis karya ilmiah sebelum mereka lulus.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Aturan kewajiban menulis karya ilmiah bagi calon sarjana sebelum mereka lulus itu tertuang dalam surat edaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud.

Surat tertanggal 27 Februari itu mulai berlaku efektif setelah Agustus tahun ini. Aturan tersebut berlaku bagi kampus negeri maupun swasta.

Dengan demikian, calon sarjana belum bisa diluluskan jika belum menulis karya ilmiah di sebuah jurnal.  

Baik itu jurnal lintas kampus, jurnal kampus masing-masing, maupun jurnal fakultas, jurusan, atau program studi. Laboratorium pembelajaran di perguruan tinggi juga boleh menerbitkan jurnal untuk menampung karya ilmiah dari para mahasiswa.

Nuh menerangkan, konsekuensi dari kebijakan baru ini memang akan meningkatkan secara signifikan jumlah karya ilmiah yang ditulis mahasiswa.

Di satu sisi, Nuh mengatakan kondisi ini bisa mengatrol minimnya hasil karya tulis ilmiah di Indonesia. Sebagai perbandingan, karya tulis di Indonesia hanya sepertujuh karya tulis di Malaysia.

Menteri asal Surabaya itu pun mewanti-wanti pengelola jurnal agar kebijakan itu tak dijadikan dijadikan ladang untuk mengeruk pendapatan.

Muncul kabar jika ada sebuah pengelola jurnal di kampus negeri yang memasang tarif hingga Rp 500 ribu bagi setiap karya ilmiah yang ingin dimuat. “Saya tegaskan, jangan sampai membebani finansial penulis,” pinta Nuh.

Bahkan, pungutan dengan nominal Rp 50 ribu saja Nuh meminta supaya tidak ada. Sebab, di kampus tertentu potensi lulusan setiap tahun bisa mencapai ribuan mahasiswa. Jika dikalikan, pungutan pengelola jurnal bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Nuh menjelaskan, penulis jurnal ilmiah tidak boleh mengeluarkan biaya supaya tulisannya dimuat di jurnal ilmiah.   

Sebab, dalam operasionalnya sudah ada anggaran khusus dari perguruan tinggi yang dialokasikan untuk penelitian. Nah, keberadaan jurnal itu didanai oleh biaya di pos anggaran penelitian tersebut.

Semangat utama dalam menjalankan kebijakan ini memang untuk menggenjot budaya menulis.(jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook