JAKARTA (RP) - Tahapan awal adu visi antarpeserta konvensi calon presiden Partai Demokrat mulai ditabuh.
Meski belum saling dihadapkan dalam forum debat, ajang bertajuk Meet the Press yang difasilitasi Komite Konvensi sudah menjadi arena awal beradu visi para peserta.
Salah satunya terlihat terkait cara pandang dan solusi yang ditawarkan soal ketahanan energi jika terpilih menjadi presiden nantinya.
Salah satu peserta konvensi Dahlan Iskan, misalnya, menegaskan di awal bahwa masalah energi adalah masalah yang sangat penting bagi perjalanan sebuah bangsa. Ia mengibaratkan seperti halnya peran penting bahan bakar bagi mobil.
‘’Negara-negara maju sangat menyadari ini,’’ tegas Dahlan di awal paparannya di iven Meet the Press di kantor Komite Konvensi Jalan Pati Unus Jakarta, Senin (6/1).
Ia memaparkan, bahwa sudah banyak negara maju yang bahkan sengaja menyimpan energi, minyak misalnya, dalam jumlah relatif besar.
‘’Mereka beli dari luar negeri, tapi tidak untuk dikonsumsi, namun disimpan di dalam tanah, dan kelak baru dipakai kalau sudah sangat darurat,’’ bebernya.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Dahlan, kondisi negeri ini belum sampai di tahap itu. Indonesia praktis saat ini masih menghadapi persoalan besar di semua sektor energi.
‘’Tapi itu tidak apa-apa, di masa lalu prioritas kita memang masih sibuk memenuhi urusan pangan, sandang, dan papan. Tapi ke depan, kita tidak bisa tidak lagi,’’ ucapnya.
Menteri BUMN itu kemudian masuk mengupas persoalan bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya, banyak pihak yang belum menyadari persoalan di sektor ini.
Terutama, menyangkut besarnya ketergantungan Indonesia atas impor BBM. ‘’Kita sering tidak menyadari bahwa kita sudah dijajah oleh BBM,’’ ingat Dahlan dengan mimik serius.
Bahkan, imbuh dia, bukan saja masalah luar biasa besarnya ketergantungan, impor BBM Indonesia juga sudah mulai mengganggu perekonomian nasional. Neraca perdagangan Indonesia terganggu. Cadangan devisa pun habis karena BBM.
‘’Di luar urusan uang, kita bisa juga kapan saja dikunci negara lain hanya karena ketergantungan ini, kita bisa kolaps karenanya,’’ ingatnya.
Realitas hari ini, meski Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak mentah, namun Indonesia tidak memiliki cukup kilang minyak untuk mengolahnya menjadi BBM guna memenuhi keperluan dalam negeri. Akibatnya, tidak ada pilihan selain impor.
‘’Kita jarang menyadari ini, karena sebagian besar dari kita hanya menikmati, kita menikmati subsidi, kita menikmati nyamannya naik mobil, dan lainnya,’’ bebernya lagi.
Solusinya, lanjut Dahlan, adalah Indonesia harus membangun kilang minyak baru. Selama ini, kata dia, negeri ini tidak kunjung membangun industri pengolahan minyak mentah itu karena masih tidak ingin kehilangan pemasukan uang ke kas negara.
‘’Saya hitung-hitung kalau insentif itu diberikan, pemerintah akan kehilangan potensi pemasukan sebesar Rp14 triliun lah,’’ ujarnya. Ia membeberkan, bahwa atas pertimbangan bisnis, para invenstor kilang umumnya memang menginginkan insentif berupa pembebasan pajak dan insentif fiskal lainnya. Hal itu karena bisnis kilang minyak masih merupakan bisnis dengan modal luar biasa besar, namun keuntungannya amat tipis.
‘’Nah, gara-gara kita ngeman atau sayang dengan Rp14 triliun itu, tiap tahun kita terpaksa terus gigit jari, menyesal lagi dan menyesal lagi,’’ kata Dahlan.
Sebab, sesuai hitung-hitungan, jika seandainya kilang sudah beroperasi 4 tahun lalu, maka negara bisa menghemat uang Rp140 triliun karena tidak perlu mengimpor.
‘’Birokrasi memang tidak diajari ilmu dagang, tapi hitung-hitungan seperti itu terlalu mudah dipahami. Maka dari itu, kilang itu wajib dibangun dan akan saya bangun (kalau jadi presiden, red),’’ tegas Dahlan.
Bukan hanya sektor BBM, mantan Dirut PLN itu juga memaparkan persoalan-persoalan sekaligus solusi untuk sektor energi yang lain. Di antaranya terkait potensi gas yang begitu besar, batubara, dan geothermal.
Di tempat yang sama, peserta konvensi lainnya Endriartono Sutarto juga ikut membahas persoalan energi.
Meski tidak sedetil Dahlan yang memang dalam kesempatan itu mengkhususkan hanya mengupas masalah energi, mantan Panglima TNI itu juga memberikan sejumlah catatan dalam penanganan energi di Indonesia hingga hari ini.
Menurut dia, Indonesia harus segera meninggalkan ketergantungan terhadap BBM. Menyikapi defisit terkait persoalan minyak, Indonesia ke depan haru mulai segera beralih ke sumber energi lainnya.
Ia menegaskan, kalau dirinya menjadi presiden mendatang maka pihaknya akan mendorong konversi BBM ke sumber-sumber energi lainnya.
Misalnya, pembangkit listrik tidak lagi menggunakan solar, namun dibangkitkan dengan batubara atau gas. Begitupun dengan tranportasi yang mengadopsi kendaraan Transjakarta yang telah menggunakan bahan bakar gas.
‘’Kalau ini serius, saya perkirakan 3-4 tahun ke depan, kita sudah bisa katakan goodbye pada BBM, kita tidak perlu lagi itu BBM,’’ tegas Endriartono.
Selain keduanya, dalam acara tersebut, peserta konvensi lainnya yang dihadirkan adalah Hayono Isman. Rencananya hari ini, di acara yang sama, komite akan menghadirkan Ali Masykur Musa dan Gita Wirjawan.
Kegiatan ini akan berlangsung tiap hari hingga 9 Januari 2014 mendatang.(dyn/jpnn)