Diduga Langgar Kode Etik Pengacara, Mantan Dekan Disanksi Pemberhentian Sementara

Hukum | Minggu, 06 Oktober 2019 - 13:24 WIB

Diduga Langgar Kode Etik Pengacara, Mantan Dekan Disanksi Pemberhentian Sementara
ILUSTRASI

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pengacara senior Zulherman Idris SH MH PhD dijatuhi sanksi pemberhentian sementara selama satu tahun oleh Majelis Dewan Kerhomatan Daerah (DKD) Perhipuman Advokat Indonesia (Peradi) Pekanbaru. Mantan Dekan Fakultas Hukum  Universitas Islam Riau (UIR) itu terbukti melanggar kode etik profesi pengacara.


Hal itu, sebagaimana terungkap dalam sidang terbuka yang dipimpin majelis Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Pekanbaru Dr  Suhendro SH MHum, Firdaus Ajis SH MH, Firdaus Basir SH MH, serta dihadiri unsur  majelis Kehormatan Adhoc, Drs Wahyudi El Panggabean MH dan Haidir Anwar Tanjung SH di Kantor Peradi Pekanbaru Jalan Arifin Achmad, Sabtu (5/10) sore. 



Selain Zulherman Idris, pada sidang kode etik profesi itu hadir pula tiga pengacara berstatus sebagai teradu. Mereka merupakan rekan satu tim Zulherman yakni, Prayetno, Marwan, dan Refi Yulianto. Sementara, pihak pengadunya dari kelompok tani sawit, Desa Talang Tujuh Buah Tangga, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). 


Mereka adalah Madian Nadeak, Purasa Silalahi, Jonni Sigiro, Santoni Samosir. Perwakilan masyarakat ini mengadukan keempat advokat yang diduga melanggar kode etik pengacara. 


"Memutuskan menolak esepsi teradu 1 (Zulherman) untuk seluruhnya. Menyatakan Zulherman (teradu 1), Prayetno (teradu 2), Refi Yulianto (3) dan teradu 4, Marwan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar kode etik advokat Indonesia pasal 6 huruf (a) (d) dan (f) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat," tegas Ketua Majelis, Suhandro didampingi Firdaus Ajis, SH MH dan Firdaus Basir, SH MH. 


Pada putusan itu, Zulherman dijatuhi hukuman berupa sanksi pemberhentian sementara dari profesinya sebagai advokat selama 12 bulan. Sanksi tersebut berlaku terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetan dan melarang menjalankan profesi di luar maupun di dalam pengadilan.

      
Untuk tiga teradu lainnya, menerima hukuman sanksi lebih ringan dari mantan Dekan Fakultas Hukum UIR. Terhadap Prayetno dan Marwan diberikan sanksi berupa teguran tulisan, sedangkan Refi Yulianto menerima sanksi teguran lisan.


"Memberikan kesempatan kepada para teradu untuk melakukan upaya banding ke Dewan Kehormatan Nasional terhitung 21 hari sejak putusan ini," papar Suhendro.


Terpisah, Zulherman Idris ketika dikonfirmasi Riau Pos terkait sanksi yang dijatuh oleh DKD Peradi Pekanbaru tak menampiknya. Dikatakan dia, permasalahan ini prosesnya masih berjalan. “Sanksi yang dimaksud belum boleh dibilang sanksi. Karena proses masih berjalan,” kata Zulherman 


Terhadap sanksi itu, ditegaskan Zulherman, tidak menerimanya dan bakal mengajukan banding. Kerena menurut dia, sampai sekarang pihaknya belum tahu perimbangan hukum mejelis kehormatan kenapa menjatuhkan adanya pelangaran kode etik. “Sudah pasti, (lakukan upaya) banding,” jelas mantan Dekan Fakultas Hukum UIR. 


Duduk perkara dalam persoalan ini, bermula dari pengaduan 5 orang perwakilan kelompok tani di Kabupaten Inhu. Awalnya, meraka menggunakan jasa Zulherman Idris untuk melakukan upaya gugatan perdata melawan PT Bukit Betabuh Sei Indah atas persoalan tanah perkebunan sawit masyarakat.


Kelima warga tersebut merupakan ‎perwakilan dari 65 orang petani. Mereka memberikan kuasa kepada Zulherman cs. Dalam kesepakatannya, dari awal gugatan sampai selesai Zulherman meminta jasanya sebesar Rp 250 juta. Pemberian kuasa warga ke pengacara mantan Dekan Fakultas Hukum UIR terjadi pada Januari 2018 silam. 


Kepada Zulherman, pihaknya masyarakat telah menerima panjar sebesar Rp 155 juta. Disebutkan dalam putusan tersebut, uang panjar ini baru sampai tahap dua kali persidangan. Hanya saja, pada persidangan kedua, Zulherman cs tidak ada yang hadir di PN Rengat. Satu sisi, kliennya sudah menunggu. Zulherman beralasan sakit, namun 3 rekan lainnya juga tidak ada yang mewakili dalam sidang tersebut.


Sejak itu, warga pun mencabut kuasa kepada Zulherman cs dan meminta uang jasa tersebut dikembalikan. Karena mereka menilai Zulherman tidak profesional dan menganggap tidak sepantasnya mereka membayar Rp 155 juta hanya untuk sekali persidangan. 


Dari sinilah warga meminta Zulherman untuk mengembalikan sebagian uang jasa yang sudah terlanjur dibayarkan. Namun permintaan warga diabaikan. Sehingga permasalahan tersebut dilaporkan ke DKD Peradi Pekanbaru. 


Dalam persidangan Zulherman mengakui menerima uang tersebut. Menurutnya, Rp 155 juta sudah selayaknya dia terima karena selama ini sering turun ke lapangan di tempat warga.
Tetapi, jumlah pembayaran tersebit tidak pernah disampaikan Zulherman ke 3 rekannya. Dia malah memberikan penjelasan ke juniornya bahwa membela warga bagian dari pengabdian. 


Kepada juniornya, dia hanya baru menerima uang Rp 15 juta dari warga padahal sudah terima Rp 155 juta. Zulherman tidak pernah transparan bahwa dia akan menerima Rp 250 juta dalam membela kliennya sampai tuntas. Zulherman hanya pernah memberikan uang ke rekan seprofesinya Rp 2,5 juta untuk transportasi ke Rengat. Majelis kehormatan juga menilai Zulherman tidak terbuka kepada rekannya sendiri.

Laporan: Riri Radam/Pekanbaru

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook