Honorer K2 Dicek Ulang

Hukum | Minggu, 06 Mei 2012 - 08:12 WIB

Honorer K2 Dicek Ulang

Laporan JPNN, Jakarta

Meski harus ikut tes CPNS, honorer kategori dua (K2) harus tetap dicek ulang alias melalui tahapan verifikasi dan validasi. Menurut Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo langkah ini dilakukan untuk menghindari adanya honorer siluman seperti yang terjadi di K1. ‘’Mekanismenya seperti apa, masih kita bahas dengan instansi terkait,’’ ujar Eko, Sabtu (5/5).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Ada dua opsi yang bakal ditempuh pemerintah dalam melakukan verifikasi dan validasi. Pertama, melalui uji petik, di mana akan dipilih daerah-daerah tertentu untuk verifikasi validasi. Kedua, menurunkan tim ke lapangan untuk mengecek ulang semua data. ‘’Keduanya ada untung rugi. Kalau uji petik, lebih hemat anggaran tapi tidak semua data terjangkau. Sedang kalau turun lapangan, semua data terjangkau tapi anggarannya besar,’’ tuturnya.

Guru Besar Universitas Indonesia ini mengaku inginnya verifikasi dilakukan satu per satu. Hanya selain terkendala anggaran, juga keterbatasan SDM. ‘’Memang BPKP tersebar di seluruh daerah. Cuma, SDM yang bisa diturunkan untuk verifikasi validasi hanya dua orang per daerah, sehingga sangat tak memungkinkan. Mudah-mudahan ada titik solusinya nanti,’’ tuturnya.

Nama Daerah Pemanipulasi K1 Disembunyikan

Sementara itu, kendati sudah menerima ribuan laporan pengaduan manipulasi data honorer kategori satu (K1), pemerintah masih menyembunyikan nama-nama daerah  yang bermasalah. Alasannya, untuk mencegah pejabat daerah menghilangkan bukti-bukti yang ada. ‘’Daerah yang melakukan manipulasi data memang banyak. Cuma untuk sementara ini tidak bisa kami ekspos dulu. Khawatirnya, daerahnya sudah siap duluan sebelum tim pusat datang melakukan cek and ricek,’’ kata Eko.

Dia menambahkan, dengan banyaknya laporan pengaduan yang masuk menunjukkan kalau hasil verifikasi dan validasinya tingkat keakuratannya kurang. Sebab, para pelapornya banyak yang dari kalangan honorer, LSM, dan DPRD. ‘’Anda bisa lihat sendiri kan, laporan ke Kemen PAN & RB 1.000-an, sedang ke BKN sekitar 350. Itupun laporannya didominasi honorer/perorangan disusul LSM dan DPRD. Artinya apa, masyarakat lebih percaya ke pemerintah pusat ketimbang Pemda (BKD),’’ terangnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Kemen PAN & RB telah menelaah 200-an laporan. Hasilnya menurut Eko memang banyak terjadi manipulasi data. Honorer yang tak berhak malah dimasukkan dalam kategori memenuhi kriteria (MK).

‘’Dari 1.000-an laporan pengaduan, ada tiga jenis kecurangan yang paling menonjol. Yaitu honorernya diangkat di atas tahun 2005, honorer yang diangkat di bawah 2005 tapi tidak dimasukkan dalam data dan kesalahan daftar nama atau pengurangan daftar nama oleh pejabat berwenang. Intinya, semua datanya dimanipulasi data,’’ tuturnya.

Terhadap laporan pengaduan ini, menurut Eko, pemerintah sedang merumuskan teknis penanggulangannya.

‘’Kalau laporan pengaduannya hanya satu lembar kertas tanpa bukti, kita klasifikasikan menjadi prioritas ketiga. Bila laporannya sudah menyebutkan ada indikasi, maka menjadi prioritas kedua. Sedangkan bila dugaannya sangat kuat, menjadi prioritas pertama,’’ tuturnya.(esy/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook