TEGALBULEUD (RP) - Sebuah musala yang dibangun warga Kampung Karet Buntung Desa Buniasih Kecamatan Tegalbuleud Kabupaten Sukabumi, dibongkar paksa sejumlah petugas Perum Perhutani. Warga tak bisa berbuat banyak lantaran aksi pembongkaran itu, melibatkan juga sejumlah aktivis Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Kamis (2/7) lalu.
Selain tempat ibadah, rombongan petugas Perhutani berseragam preman itu merobohkan bangunan rumah yang ditempati Yahya Muhaimin (45) warga setempat. Yahya bersama seluruh keluarganya terpaksa mengungsi ke tempat saudaranya. Dia kini tidak memiliki tempat tinggal untuk melindungi istri dan ketiga anaknya.
"Saya kenal betul petugas yang membongkar paksa musala maupun rumah saya. Sebagiannya merupakan petugas Perhutani, dan sisanya ada beberapa aktivis LSM. Yang saya sesalkan, aksi (pembongkaran) ini kok dilakukan tanpa ada teguran sebelumnya," tuturnya kepada wartawan, Sabtu (4/8).
Menurut Yahya, rombongan petugas Perhutani datang menggunakan sepeda motor. Mereka bertindak sedikit arogan dengan berteriak-terika sambil mengeluarkan kata-kata kasar. "Intinya mereka minta saya agar segera mengosongkan rumah," akunya.
Ia pun menolak keras permintaan petugas. Alasannya rumah yang dibangunnnya itu merupakan hasil keringatnya sendiri. Bahkan dia menduduki lahan tersebut karena sudah dibeli dari seorang tokoh masyarakat setempat.
"Kami menganggap lahan ini merupakan milik negara. Sedangkan pihak Perhutani mengklaim lahan ini miliknya. Karena itu status lahan ini sempat menjadi sengketa antara warga dengan Perhutani," bebernya.
Ketua Himpunan Petani Nelayan Sukabumi, Madbulloh (42), mengakui lahan ini sempat menjadi sengketa masyarakat. Lahan sengketa ini luasnya mencapai sekitar 2.000 hektar yang tersebar di empat desa yakni Buniasih, Tegalbuleud, Sumberjaya, dan Calincing. Lahan ini sebelumnya merupakan hak guna usaha PTPN VIII Cikaso.
Humas Perum Perhutani, Yadi membenarkan adanya pembongkaran musala dan rumah warga. Namun Yadi membatah aksi pembongkaran dilakukan petugas Perum Perhutani. "Yang membongkar itu masih warga dan bukan petugas Perhutani," ungkapnya.
Kendati demikian, tambah dia, aksi pembongaran mushola dan rumah milik Yahya sebenarnya sudah tepat. Soalnya kedua bangunan itu berada di lahan milik Perum Perhutani. Bahkan pembangunan mushola dan rumah ini menyalahi kesepakatan karena sudah dalam bentuk semi permanen. (veg)