JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang salah satunya menjerat Bupati Kutai Timur, Ismunandar. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, hal ini tak menyurutkan penyelidikan dugaan etik Ketua KPK Firli Bahuri.
Pasalnya Dewan Pengawas KPK tengah menelusuri adanya dugaan etik penggunaan helikopter mewah milik swasta yang digunakan Firli Bahuri, saat melakukan perjalan pribadi.
“Publik juga masih menunggu langkah konkret dari Dewan Pengawas terkait dugaan pelanggaran kode etik Komjen Firli Bahuri selaku Ketua KPK. Karena menunjukkan gaya hidup hedonisme dengan mengendarai helikopter mewah beberapa waktu lalu,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Ahad (5/7).
Kurnia menuturkan, tim penindakan KPK juga mesti didorong untuk berani menyelidiki potensi pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Komjen Firli Bahuri, atas dugaan penerimaan gratifikasi pada saat mengendarai helikopter mewah.
Selain itu, Kurnia pun mempertanyakan kinerja KPK era Filri Bahuri terkait dua tangkap tangan KPK sebelumnya, yang justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Seperti OTT yang melibatkan kader PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Kurnia memandang, tangkap tangan KPK yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Karena hingga saat ini, KPK belum juga menangkap Harun Masiku yang telah menjadi buronan hingga lebih dari empat bulan lamanya.
“Sebagaimana diketahui bersama, hingga saat ini KPK terlihat enggan untuk menangkap Harun Masiku. Padahal sudah jelas-jelas yang bersangkutan berada di Indonesia,” ucap Kurnia.
Kurnia menegaskan, KPK harus menginformasikan kepada publik terkait problematika yang terjadi pada tangkap tangan yang melibatkan kader PDI Perjuangan itu. Karena, sampai saat ini tidak ada perkembangan informasi soal pencarian Harun Masiku.
“Kenapa pencarian yang bersangkutan terkesan ditutup-tutupi oleh KPK? Apa karena Harun Masiku berasal dari partai penguasa, sehingga membuat Pimpinan KPK takut menangkap yang bersangkutan,” cetusnya.
Selain itu, tangkap tangan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diduga melibatkan Rektor UNJ. Dalam tangkap tangan kala itu, KPK justru secara serampangan melimpahkan perkara ke Kepolisian. Padahal ICW memandang perkara tersebut sebenarnya dapat ditindaklanjuti oleh KPK.
“Sehingga menjadi wajar jika publik meragukan keseriusan Pimpinan KPK dalam menangani perkara yang melibatkan kepala daerah ini,” tegas Kurnia.
Menanggapi terkait kritikan ICW soal penggunaan helikopter, sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri enggan untuk mengomentari aduan masyarakat ke Dewas KPK. Dia berdalih, hanya fokus kerja pada penindakan dan pencegahan korupsi.
“Saya hanya kerja, dan kerja,” kata Firli dikonfirmasi, Jumat (26/6).
Namun, jenderal polisi bintang tiga ini enggan memikirkan soal kritikan dan aduan masyarakat. Dia menyebut, waktunya akan habis jika mengomentari hal tersebut.
“Masa waktu kita habis karena merespons kritikan dan aduan,” beber Firli.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman