Utang Indonesia Tembus Rp2.400 Triliun

Hukum | Rabu, 05 Juni 2013 - 09:05 WIB

JAKARTA (RP) - Merosotnya penerimaan negara dan membengkaknya belanja membuat defisit APBN membengkak. Pemerintah pun harus menutupnya dengan utang.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, tahun ini pemerintah memerlukan pinjaman untuk pembiayaan RAPBN Perubahan 2013 sebesar Rp390 triliun. Ini akan menjadikan utang Indonesia tembus Rp2.413 triliun. Karena pada Mei 2013 mencapai angka Rp2.023,72.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Menurut Mahendra, meski rencana kenaikan harga BBM direalisasikan, keperluan subsidi BBM masih naik dari Rp193,8 triliun menjadi Rp209,9 triliun. Dengan begitu, total subsidi energi yakni BBM dan listrik menjadi Rp358,2 triliun. ‘’Defisitnya memang tinggi. Jadi kalau harga BBM tidak naik, beban subsidinya tambah besar,’’ katanya, Selasa (3/6).

Dari segi kemampuan fiskal, lanjut dia, Indonesia masih dapat membayar utang secara berkelanjutan. Namun, besarnya beban subsidi membuat utang harus dialokasikan untuk sektor yang tidak produktif, yakni subsidi. ‘’Utang boleh saja, tapi alokasinya harus untuk kegiatan produktif seperti pembiayaan proyek infrastruktur,’’ ucapnya.

Hingga Mei 2013, jumlah utang pemerintah sudah tembus Rp2.023,72 triliun. Jumlah itu naik dibandingkan posisi akhir 2012 yang sebesar Rp1.975,42 triliun. Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta menyebut, dari Rp390 triliun utang baru tersebut, Rp341,7 triliun akan dilakukan dengan menerbitkan surat utang (obligasi). ‘’Lalu Rp49 triliun lainnya dari utang luar negeri,’ ujarnya.

Dengan utang tersebut, berarti 22,6 persen belanja dalam APBN Perubahan 2013 yang sebesar Rp1.722 triliun akan dibiayai dengan utang. Dengan angka tersebut, kewajiban pembayaran bunga utang dengan asumsi bunga 5 persen per tahun bakal mencapai Rp17,5 triliun.

Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan tahun ini Indonesia belum mampu keluar dari tekanan defisit neraca perdagangan bila harga BBM tidak segera dinaikkan. Jika harga BBM tidak naik, ia memperkirakan pada akhir tahun defisit neraca perdagangan bisa 3 miliar dolar AS (sekitar Rp29,4 triliun).

‘’Kalau kondisinya masih seperti saat ini, hingga akhir tahun Indonesia akan terus defisit. Penyebabnya, nilai impor Migas yang semakin membengkak,’’ kata Gita di kantornya kemarin.

Tahun lalu defisit neraca perdagangan tercatat 1,56 miliar dolar AS. Rinciannya, defisit Migas 5,6 miliar dolar AS dan surplus nonmigas 4,41 miliar dolar AS. Sedangkan periode Januari hingga April 2013 tercatat defisit 1,85 miliar dolar AS.

Selain impor Migas membengkak, Gita menyebutkan beberapa indikator yang menyebabkan defisit neraca perdagangan. Salah satunya tren perekonomian global yang masih melemah.

Pelemahan tersebut berdampak langsung terhadap kinerja ekspor. ‘’Eropa masih ada guncangan, sedangkan AS tumbuh tipis tiga persen. Cina juga masih mengalami perlambatan, bahkan target pertumbuhan Cina diturunkan dari 7,5 persen menjadi 7 persen,’’ katanya.

Kendati defisit, yang masih melegakan Gita yakin neraca perdagangan non-Migas menunjukkan surplus. Selama periode Januari hingga April, eskpor non-Migas menunjukkan pertumbuhan signifikan.

Beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekspor non-Migas yakni karet, sawit, batu bara, produk kimia, kertas, dan barang-barang rajutan. Kendati demikian, Gita mengaku saat ini sedang berhati-hati terhadap impor barang modal yang terus naik.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sepuluh tujuan ekspor terbesar yakni Cina (6,8 miliar dolas AS), Jepang (5,4 miliar dolas AS), India (5 miliar dolas AS), Singapura (4,4 miliar dolas AS), dan Amerika Serikat (3,8 miliar dolas AS).

Kemudian Korea Selatan (2,5 miliar dolas AS), Thailand (1,8 miliar dolas AS), Filipina (1,3 miliar dolas AS), dan Taiwan (1,3 miliar dolar AS). Sepuluh negara itu berkontribusi 69,3 persen dari total ekspor non Migas.(owi/uma/oki/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook