Tradisi Lempar Panah, 21 Warga Terluka

Hukum | Kamis, 04 Oktober 2012 - 06:24 WIB

TIMIKA  (RP) – Guna meredam dan melepaskan semua kemarahan antara kedua kelompok warga yang bertikai, sesuai adat istiadat maka dua kelompok korban melakukan ritual adat saling melempar panah. Ritual adat ini dilaksanakan setelah pemakaman korban pada Rabu (3/10).

Akibat saling lempar panah ini, 10 warga dari kubu bawah dan 11 warga kubu atas menderita luka terkena panah.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sesuai pantauan dan informasi yang dihimpun Radar Timika (JPNN Group), ritual adat dilakukan pertama kali oleh kubu  bawah Kampung Amole setelah upacara pembakaran jenazah korban Hendrikus B untuk selanjutnya abunya dimakamkan. Ritual lempar panah dilakukan dengan diiringi orasi sesuai tradisi mereka.

Warga melepaskan panah ke arah hutan. Tujuannya untuk melepaskan semua beban kemarahan, sebagai bentuk pelampiasan kemarahan keluarga korban.

Sejumlah panah dilepas ke arah pohon yang ada di belakang kantor distrik dan Polsek Kwamki Narama, yang berada di  perbatasan area kedua kelompok, yakni antara Kampung Amole dan Kampung Harapan.

Setelah itu warga kubu bawah menunggu tanggapan dari kelompok atas. Berselang beberapa menit kemudian ada tanggapan dari kubu atas untuk melepaskan panah. Akhirnya kedua kubu saling serang.

Pihak kepolisian yang sudah bersiaga di antara kedua kubu, kemudian mengeluarkan tembakan peringatan untuk memaksa warga berhenti saling serang. Namun warga kedua kelompok terus melakukan aksi buang panah hingga pukul 14.00 WIT. Saat turun hujan, warga kedua kubu kembali ke lokasi masing masing.

Jenazah korban Pendius Tabuni dibawa ke kubu atas. Secara tradisi adat jenazah dibakar kemudian dimakamkan.

Warga lalu melakukan ritual adat melepaskan panah ke arah hutan, sebagai bentuk tradisi agar tidak ada lagi dendam. Setelah jeda beberapa menit, selanjutnya terjadi aksi saling serang antar kedua kelompok warga.

Akibat saling lempar panah tersebut, 21 warga dari kedua kubu mengalami luka terkena panah. Para korban dirawat di RSMM dan RSUD mimika.

Setelah melakukan aksi saling serang guna melampiaskan emosi mereka, warga membubarkan diri dengan tertib kembali ke rumah masing masing. Kubu bawah kembali ke Kwamki Baru, sedangkan kubu atas kembali ke Kampung Utikini dan Kampung Bhintuka (SP13).

“Ini merupakan satu adat lempar panah setelah korban dimakamkan. Tujuannya untuk melampiaskan kemaraham keluarga korban agar tidak ada lagi beban dan dianggap selesai. Namun, apabila ada tanggapan masuk, tetap dilakukan perang adat, setelah itu tidak ada lagi perang,” papar tokoh masyarakat Amungme, Yohanis Kum kepada Radar Timika.

Warga lainnya mengatakan sesuai tradisi adat, setelah melakukan pembakaran, pasti akan terjadi perang. “Itu bentuk kekesalan dan tidak bisa dilarang, karena itu adat, dan tidak bisa dicegah karena itu menurut adat. Karena, apabila tidak ada lepas panah maka dendam dan emosi masyarakat itu tetap ada. Setelah dilepaskan, itu berarti sudah tidak ada lagi dendam dan kemarahan warga,” jelas salah satu warga yang berbincang dengan Radar Timika di Kwamki Lama. (rex)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook