Digitalisasi Penyiaran Dinilai Tanpa Payung Hukum

Hukum | Rabu, 04 September 2013 - 07:21 WIB

JAKARTA (RP) - Anggota Panitia Kerja (Panja) Digitalisasi Komisi I DPR, Evita Nursanty mengatakan sudah dua kali meminta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring menunda pelaksanaan tender digitalisasi penyiaran.

"Sudah dua kali kami minta agar Menkoinfo menunda pelaksanaan tender digitalisasi penyiaran. Pertama, Juli 2012 dan kedua September 2012. Karena tidak diindahkan, maka Komisi I DPR menunda pencairan mata anggaran yang berhubungan dengan digitalisasi penyiaran," kata Evita Nursanty, dalam rapat dengar pendapat Asosiasi Televisi Lokal (ATVLI) dengan Panja Digitalisasi, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (3/9).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dikatakannya, permintaan penundaan lelang digitalisasi penyiaran dari DPR karena lelang tersebut belum punya payung hukum yang khusus. Setidaknya lelang ditunda sampai adanya undang-undang khusus mengenai digitalisasi penyiaran ini.

"Kita tidak mau lelang tersebut dilakukan dengan cara melanggar hukum karena ini nantinya akan menimbulkan konsekuensi hukum. Jadi harus ada proses dan payung hukumnya dulu," tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Dari pantauan Panja Digitalisasi Penyiaran DPR lanjutnya, selain sudah melakukan tender sebagaimana yang diungkap oleh ATVLI, Menkominfo juga sudah membagi zona digitalisasi penyiaran dan itu juga tanpa payung hukum.

"Anehnya, izin digital penyiaran yang dimenangkan oleh pihak-pihak tertentu berstatus kepemilikan seumur hidup. Di Amerika Serikat saja izin digitalisasi wajib dievaluasi dalam waktu 10 tahun," ungkap Evita Nursanty.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Judhariksawan mengatakan ketentuan Menkominfo dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 22 tahun 2011 mengenai Digitalisasi yang memberlakukan auto swich of (ASO) sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

"Padahal sebuah stasiun penyiaran tidak dapat ditutup tanpa keputusan pengadilan. Melalui auto swich of yang hanya berdasar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika serta-merta stasiun penyiaran bisa dihentikan," ujar Judhariksawan.

Ditegaskannya, Permen itu terang-terangan mengancam beberapa pihak pelaku usaha siaran yang ada di dalam negeri selama ini, yaitu lembaga siaran swasta, baik anggota ATVSI dan penyiaran lokal lainnya.

Bahkan untuk pengadaan shetle box, Kemenkominfo juga membenaninya kepada pihak pemenang tender digital penyiaran. "Ini berbeda dengan negara-negara lainnya di dunia yang menyediakan shetle box sebanyak 5 persen dari jumlah penduduknya," imbuh dia. (fas/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook