JAKARTA (RP) - Keluhan hampir seluruh wali murid setiap masa penerimaam siswa baru seragam. Yakni biaya atau pungutan pendidikan yang banyak jenisnya dan besar jumlahnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta pemerintah daerah (pemda) mengendalikan atau menertibkan pungutan kepada siswa baru itu.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengan (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan, pungutan-pungutan kepada siswa baru itu jangan sampai dilepas tanpa kendali ke masing-masing sekolah.
"Tetapi pemda melalui dinas-dinas pendidikan kabupaten atau kota wajib mengaturnya. Harus ada standarisasi biar seragam," katanya.
Khusus di tingkat SD dan SMP, Hamid mengatakan tidak boleh ada pungutan dalam bentuk apapun. Baik itu pungutan selama masa penerimaan siswa baru atau SPP. Sebab seluruh pembiayaan operasional sekolah, sudah di-cover melalui bantuan operasional sekolah (BOS).
Sedangkan untuk jenjang SMA dan SMA, Hamid menuturkan pungutan masih diperbolehkan. Namun dibatasi hanya untuk jenis SPP atau biaya operasional saja.
Sebab dana talangan melalui bantuan operasional sekolah menengah (BOS-SM), belum meng-cover seluruh pembiayaan. Menurut Hamid, rata-rata nasional biaya operasional siswa SMA dan SMA sebesar Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta per siswa per tahun.
"Sementara dana BOS-SM kan hanya Rp 1 juta per siswa per tahun," katanya. Dengan jumlah itu, sekolah masih boleh menarik uang kepada siswa.
"Tetapi ingat, memungutnya jangan jor-joran. Jangan beda-beda setiap sekolah. Pemda harus mengaturnya," urai Hamid. Dia mengatakan, setiap daerah dianjurkan tetap mengucurkan bantuan operasional pendidikan daerah (BOPDA) untuk jenjang SMA dan SMK. Sehingga biaya operasional yang ditanggung siswa semakin kecil.
Dia mencontohkan ada sejumlah daerah yang mengucurkan BOPDA hingga Rp 1 juta per siswa pertahun atau ada juga yang masih Rp 500 ribu per siswa pertahun.
Hamid menegaskan, sekolah tidak dianjurkan menetapkan unit cost untuk komponen pembiayaan tertentu. Misalnya untuk uang gedung, uang seragam, pengadaan buku, biaya orientasi siswa, dan sejenisnya. "Bahkan untuk uang gedung itu sudah dilarang. Karena biaya pembangunan uang gedung ditanggung negara," kata dia.
Hamid meminta setiap kali masa penerimaan siswa baru tidak dijadikan semacam proyek bagi petinggi sekolah. Terutama di sekolah-sekolah yang memiliki tingkat peminat tinggi.
Di antaranya adalah sekolah besar RSBI dan sekolah terakreditasi A. Dia menegaskan masyarakat bisa melapor ke Kemendikbud jika merasa dirugikan selama proses penerimaan siswa baru, khususnya terkait pembiayaan.
Hingga sekarang Hamid mengatakan Kemendikbud belum mengeluarkan surat edaran untuk mengontrol sistem penerimaan siswa baru. "Sebab sudah ada edaran yang lama. Dan itu belum dijalankan pemda," katanya.
Surat edaran lama itu diantaranya adalah, dinas pendidikan kabupaten atau kota wajib membuat standar unit cost untuk jenis-jenis komponen pembiayaan siswa. (wan/kim)