JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdul Mansuri meminta DPR menunda untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan. Menurut dia secara materi RUU Perdagangan masih jauh dari harapan.
"Pasal 10 dan 11, tidak jelas bentuk perlindungan untuk menentukan ratifikasi. UU ini menyangkut 12 juta pedagang Indonesia. Ada poin penting setelah WTO, bahwa ada upaya pemaksaan RUU ini disahkan pada Februari 2014," ujar Abdul saat mengelar diskusi di Tebet Barat, Jakarta, Selasa (4/2).
RUU Perdagangan ini menurut Abdul hanya melindungi pasar modern saja yang dapat berdampak buruk pada nasib pedagang pinggiran. "Ini bentuk menyakitkan, jika pasar modern berhadapan dengan pasar tradisional, maka pedagang kelontong merugi 30-50 persen," beber Abdul.
Karenanya dia meminta agar DPR menunda proses pembahasan RUU Perdagangan ini. "Karena UU strategis tidak patut diputus di tahun politik. RUU perdagangan belum ada poin-poin yang melindungi dan mengatur pasar tradisional. Pasar modern mutlak ada, tapi perlu diatur," terang dia.
Peneliti Senior Indonesia for Global Justice Salamudin Daeng juga meminta DPR menunda pengesahan RUU Perdagangan. Menurut dia, draf RUU Perdagangan yang selama ini dibahas DPR tidak mencerminkan azas perekonomian yang berlandaskan gotong royong.
"Ini hanya memfasilitasi pengaturan manajemen sumber daya alam dan kepentingan asing di Indonesia saja. Bebasnya retail besar beroperasi di Indonesia juga telah difasilitasi di dalam RUU Perdagangan ini, padahal kita semua tahu bahwa kenyataannya retail besar telah mematikan pedagang tradisional di seluruh wilayah Indonesia. DPR harus menunda untuk mengesahkan RUU ini," seru dia.
Pembahasan RUU Perdagangan ini telah dimulai sejak Oktober 2013 dan akan disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 7 Februari 2014. Saat ini sedang dilakukan finalisasi legal drafting untuk sinkronisasi dan harmonisasi pada RUU ini.
RUU Perdagangan ini dinilai bisa menjadi lompatan besar dan sejarah baru bagi bangsa Indonesia dalam mendorong perdagangan nasional yang lebih maju dan berkeadilan. (chi/jpnn)