JAKARTA (RP) - Surat edaran yang ditandatangani Wakapolri Komjen Oegroseno tentang penundaan jilbab bagi Polwan memunculkan isu keretakan dengan Kapolri. Sebab, sebelumnya, Kapolri sudah mempersilakan para Polwan untuk memakai jilbab dengan mengacu model jilbab di Polda Aceh.
Wakil Kapolri Komjen Oegroseno menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat edaran terkait penundaan pemberlakuan jilbab bagi polwan. Penundaan tersebut dilakukan hingga ada peraturan yang lebih tegas untuk mengatur keseragaman jilbab bagi polwan.
Oegro, sapaan Oegroseno, mengatakan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Irjen Pol Anton Bahrul Alam untuk membicarakan aturan jilbab bagi polwan tersebut. Dia menjelaskan bahwa dalam koordinasi tersebut, pihaknya memilih untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan soal jilbab itu.
"Dengan Irwasum akhirnya memutuskan, oke lah ditunda dulu. Jangan sampai menggunakan jilbab jadi lebih seksi," kata Oegro saat menghadiri HUT ke 63 Polairud di Mako Polisi Udara Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Senin (2/12).
Dalam kesempatan tersebut, Oegro mengatakan bahwa pihaknya segera membentuk tim khusus terkait aturan tersebut. Dia menjelaskan bahwa tim tersebut nantinya akan bertugas mencari pedoman keseragaman penggunaan jilbab bagi polwan yang beragama Islam.
Hal tersebut dipandang perlu oleh Oegro. Dia melanjutkan bahwa sejak Kapolri Jenderal Sutarman mengeluarkan pernyataan bolehnya polwan berjilbab beberapa waktu lalu, pihaknya melihat adanya ketidakseragaman dalam penggunaan jilbab bagi polwan di seluruh wilayah Indonesia.
"Kita akan bikin tim bagaimana Polwan di Arab Saudi, Makkah, Pakistan, Iran, dan Irak. Bagaimana juga di Eropa, dan Amerika. Nanti kita gabung mana yang cocok untuk Indonesia," terang dia.
Jenderal lulusan Akpol 1978 tersebut juga berharap bahwa pemerintah tidak perlu menambah anggaran khusus untuk menjalankan kebijakan tersebut. "Kalau perlu tidak ada anggaran khusus, kasihan rakyat," ucapnya.
Sementara itu, Sutarman membenarkan pernyataan wakilnya yang menerangkan bahwa penundaan kebijakan soal jilbab tersebut bertujuan untuk menemukan keseragaman. "Artinya nggak ada masalah sebetulnya. Ini masalahnya tinggal menyeragamkan," kata Sutarman.
Sutarman juga menjelaskan bahwa Telegram Rahasia (TR) yang dikeluarkan Oegro pada 28 November 2013 lalu yang menginstruksikan kepada Polda di seluruh Indonesia untuk menunda kebijakan tersebut, sejatinya memang telah melalui persetujuannya. "Saya yang suruh. Saya kebetulan waktu itu sedang ada di Papua," ungkap pria berdarah Jawa ini.
Mantan ajudan Presiden Gus Dur ini melanjutkan, aturan soal jilbab tersebut bukan menjadi sekedar aturan, namun merupakan sebuah hak asasi manusia, khusunya bagi polwan yang muslim. "Makanya kebijakan ini saya serahkan kembali. Bagi polwan silakan menyeragamkan," ujarnya.
Disinggung adanya dua persepsi oleh pimpinan Polri terkait penggunaan jilbab tersebut, Sutarman malah membantah. Menurutnya, tidak ada perbedaan pandangan antara dirinya dengan Wakapolri yang juga merupakan seniornya itu. "Eggak ada masalah, waktu itu memang saya yang suruh. Karena tidak ada keseragaman," tukasnya.
Sebelumnya, Indonesia Police Watch menyayangkan sikap Mabes Polri yang mengeluarkan Telegram Rahasia (TR) penundaan penggunaan jilbab oleh polisi wanita. Menurut IPW, seharusnya elit-elit Polri justru mendukung penggunaan jilbab ini. Apalagi para Polwan sudah hampir lima tahun berjuang untuk diizinkan memakai jilbab, hingga akhirnya Kapolri Timur Pradopo dan Kapolri Sutarman mengizinkannya.
”IPW mendesak Mabes Polri segera mencabut TR yang meminta para polwan menunda penggunaan jilbab tersebut," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane. Menurut Neta, TR ini sangat tidak masuk akal. Sebab penggunaan jilbab sudah berkembang di berbagai polda pasca Kapolri Sutarman mengizinkannya. (dod/ydh)