Kita ’’Peralat’’ Dahlan Iskan!

Hukum | Kamis, 03 Oktober 2013 - 09:17 WIB

Catatan : Eko Satiya Hushada, Penganut Dahlanisme; kerja, kerja, kerja. Mantan wartawan Grup Kaltim Post

Istri saya yang semalaman tidur setelah perjalanan jauh dari Seoul, Korea Selatan, pagi-pagi kemarin tiba-tiba menyebut nama Dahlan Iskan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Saya kagetnya bukan main. Mimpi apa sampai ngigau nyebut nama Pak Dahlan? Saya sentuh tangannya, ia mencoba membuka mata sambil menatap saya dan melanjutkan bicaranya, ‘’Mudah-mudahan ya Pak Dahlan jadi presiden.’’ Nah loh! Saya tambah bingung!

Dengan mata yang masih agak ‘’terkancing’’, istri saya menyampaikan kekagumannya pada negara yang baru dikunjunginya. ‘’Orang Korea itu sangat bangga dengan produknya sendiri.

Mulai dari AC, mobil sampai telepon seluler, semua produk mereka sendiri,’’ kata istri saya, Dian Rossalina namanya.

Ia mengaku malu ketika minta PIN Blackberry Messenger (BBM) pemandu mereka yang orang lokal untuk kelancaran komunikasi selama di sana, namun ternyata mereka tidak menggunakan si hitam Berry yang buatan Kanada itu.

‘’Maaf, kami orang Korea tidak pakai Blackberry. Kami Pakai Samsung atau LG,’’ ujar si pemandu yang lulusan sastra Indonesia itu.

Begitu juga dengan kendaraan roda empat, di sana rata-rata menggunakan produksi lokal merek KIA dan Hyundai. ‘’Mereka bangga jadi orang Korea, bangga menggunakan produknya sendiri,’’ ujar istri saya bersemangat.

Ini mengingatkan saya pada mobil listrik Selo dan Gendis produksi ‘’pabrik Dahlan Iskan’’ yang produknya saat ini sedang dipamerkan di ajang KTT APEC 2013 di Bali. Ada juga beberapa unit mobil listrik lainnya yang dipakai untuk kegiatan penunjang KTT APEC.

Mobil yang dirancang dan diproduksi oleh anak Indonesia Ricky Nelson dengan menggunakan bahan lokal ini merupakan cita-cita besar Dahlan Iskan.

Ada tiga misi dari project yang dibiayai dari kantong pribadi Pak Dahlan ini; melepas ketergantungan Indonesia pada BBM yang subsidinya sangat luar biasa, membangun Indonesia sebagai negara industri bukan negara dagang, serta membangun kebanggaan orang Indonesia sebagai bangsa yang maju dan mandiri.

Saya sendiri sudah tidak sabar menanti Selo dan Gendis dijual di pasar. Walau belum tahu harga jualnya berapa, syahwat untuk bisa memiliki dan menunggangi mobil karya anak bangsa ini sudah membuncah. ‘’Sudah lolos uji sertifikasi tanpa catatan,’’ kata Pak Dahlan sumringah.

Bayangkan saja, jika kita sudah tidak tergantung lagi pada BBM yang tahun 2013 disubsidi pemerintah sebesar Rp200 triliun, dana subsidi sebesar itu bisa dibikin untuk pembangunan banyak hal di banyak sektor. Tidak ‘’hangus terbakar’’ yang sisa pembakarannya keluar lewat knalpot itu.

Kata istri saya, di Korea harga BBM perliternya 2.200 Won atau Rp25 ribu. Pemerintah memasang harga setinggi itu karena BBM di sana tanpa subsidi, untuk mendorong warganya menggunakan kendaraan massal dan bahkan jalan kaki.

‘’Tak bisa dibayangkan kalau ini diberlakukan juga di Indonesia, masyarakat teriak. Makanya, kita berharap Pak Dahlan jadi presiden, supaya bisa mengatasi masalah ini,’’ kata istri saya, dengan gaya bicara persis kayak pengamat ekonomi. Padahal matanya masih setengah terbuka.

Tak hanya soal Selo dan Gendis, Pak Dahlan juga mendorong maskapai Indonesia menggunakan produk PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang bermarkas di Bandung, Jawa Barat. Kepada Dirut PT Garuda Indonesia Airlines Tbk (GIAA) Emirsyah Satar, Pak Dahlan sudah memerintahkan agar maskapai plat merah itu menggunakan produk PTDI yang dibidani BJ Habibie.

Bahkan, pendiri sekaligus CEO Maskapai Lion Air Rusdi Kirana pun sudah bertemu Pak Dahlan untuk membicarakan rencana pembelian pesawat komersial berbadan ringan N219 produksi PTDI.

Dua tahun mendatang Garuda Indonesia baru bisa menggunakan pesawat produksi PTDI, karena proses pembuatan yang memerlukan waktu hingga 2 tahun sejak pemesanan. Hebatnya Indonesia!

Tidak lama lagi kita akan memiliki banyak kebanggaan yang bermuara pada kemajuan dan penguatan ekonomi. Ini juga yang disampaikan Pak Dahlan dalam visi misinya di arena Konvensi Partai Demokrat untuk calon presiden 2014.

Pak Dahlan mengatakan, ia mendorong Indonesia berubah dari negara dagang menjadi negara industri. Kebiasaan impor yang dilakukan sejak 1998 mengakibatkan Negara Indonesia yang tadinya negara industri berubah menjadi negara dagang.

Lebih banyak mengimpor daripada memproduksi barang. Jika ini bisa dilakukan, maka untuk lima tahun ke depan, Indonesia bisa menjadi negara industri dan selanjutnya bisa mewujudkan perekonomian yang lebih baik.

Pak Dahlan memang layak jadi presiden! Baru saja ia menyelesaikan proyek pembangunan jalan tol di atas laut di Bali yang dananya 100 persen dari konsorsium BUMN tanpa APBN, membangun bandara udara yang jauh lebih modern di banyak daerah hingga memproduksi monorel untuk angkutan manusia maupun kontainer di pelabuhan.    

Sejumlah proyek ini merupakan ujung dari semakin sehatnya BUMN selama ‘’diobok-obok’’ Pak Dahlan dalam rangka penyehatan. Begitu banyak pekerjaan besar untuk kepentingan bangsa ini yang telah dilakukan Pak Dahlan.

Dalam sebuah diskusi dengan sejumlah sahabat beberapa hari lalu saya katakan, melihat potensi Pak Dahlan Iskan yang begitu luar biasa itu, seharusnya kita ‘’peralat’’ Pak Dahlan  untuk bisa mengubah negeri ini agar lebih maju sejahtera.

Adalah kerugian yang luar biasa bagi bangsa ini, jika potensi anak bangsanya seperti Dahlan Iskan tidak dimanfaatkan maksimal.

Jadi, ketika kita memilih Pak Dahlan untuk menjadi presiden tahun 2014 mendatang, sebenarnya itu bukanlah untuk kepentingan Pak Dahlan.

Toh dia sudah kaya, bahkan gajinya selama jadi menteri tidak diambilnya. Untuk memproduksi mobil listrik Selo-Gendis hingga miliaran rupiah pun, Pak Dahlan menggunakan uang pribadinya.

Karena itulah, sebelum Pak Dahlan kehabisan tenaga, sebelum Pak Dahlan masuk usia tidak produktif, kita harus benar-benar ‘’memperalat’’ Pak Dahlan bekerja demi Indonesia. Kita ‘’peralat’’ Pak Dahlan yang punya prinsip ‘’kerja, kerja, kerja’’.  

Jangan malah dituduh pencitraan. Jika orang seikhlas Pak Dahlan dituduh pencitraan, lantas, siapa lagi yang kita anggap benar-benar bekerja demi Indonesia. Picik betul sih?!

Saat ngobrol dengan Pak Dahlan di kediamannya di Samarinda usai Kenduri Rakyat untuk Dahlan Iskan, Ahad (30/10) lalu, ia cuma tersenyum ketika disinggung soal tudingan pencitraan itu. ‘’Pokoknya kerja, kerja, kerja,’’ kata Pak Dahlan.

Dalam hati saya,’’Kerja yang keras ya Pak, untuk Indonesia, untuk anak cucu saya. Gak sadar kalau sedang kami ‘’peralat’’ demi Indonesia.’’***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook