Dana Bagi Hasil ke Daerah Tak Adil

Hukum | Rabu, 03 Oktober 2012 - 08:55 WIB

JAKARTA (RP) - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Dana Bagi Hasil (DBH) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), John Pieris mengatakan Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah penyebab utama ketidakadilan perekonomian di Indonesia. Padahal, semua sumber dana bagi hasil itu berasal dari daerah.

Pada sektor minyak dan gas yang dieksploitasi dari Kalimantan Timur misalnya. Menurut John Pieris, dari minyak dan gas itu Provinsi Kalimantan Timur memberikan sekitar Rp750 triliun ke pusat.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sementara dana yang kembali ke Kalimantan Timur berkisar Rp1 triliun saja. Sementara hutan yang rusak akibat kegiatan penambangan minyak dan gas itu menjadi tanggung jawab daerah.

Demikian juga halnya pada sektor kehutanan, pertambangan umum, pertambangan panas bumi, perikanan dan perkebunan, menurut John Pieris, semuanya mendatangkan ketidakadilan bagi daerah.

‘’Pansus Dana Bagi Hasil DPD ini bekerja untuk mendorong keadilan ekonomi yang sumber pendapatannya dari daerah guna memperkuat fiskal ke daerah dan memecah sentralisasi keuangan yang terlalu terpusat,” kata John Pieris, kepada wartawan, di press room DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (2/10).

Pansus Dana Bagi Hasil DPD lanjutnya, sudah mendatangi sejumlah daerah penghasil tambang, perikanan, dan perkebunan di Indonesia.

Semua daerah mengeluhkan ketidakadilan transfer dana bagi hasil yang mereka terima karena tidak seimbang dengan kerusakan lingkungan dan kebutuhan riil dana yang mereka terima. Daerah Sumatera Utara kata John Pieris, menyumbang sekitar Rp50 triliun dana ke pusat dari hasil perkebunan.

‘’Sementara Sumatera Utara tidak dapat apa-apa karena pajak ekspor hasil perkebunan sebesar Rp28,3 triliun dikuasai pemerintah pusat,” ungkapnya.

Fakta serupa juga terjadi di Kota Tual Maluku sebagai penghasil ikan terbesar di Indonesia. Dari ekspor ikan dan pemasaran dalam negeri, Kota Tual hanya memperoleh Dana Bagi Hasil dari pusat hanya Rp85 juta per tahun.

‘’Demikian juga di Jambi dan Sorong, ratusan kilometer pipa minyak berseleweran di daerah itu, sementara masyarakatnya tetap miskin dan tidak dialiri listrik kebutuhan rumah tangga,” ujar John Pieris. (fas/jpnn/izl)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook